45

3.6K 530 101
                                    

"Oke Minnie, berikan aku alamatnya. Yes! Baiklah. I'm go!"

Jennie menoleh kepada Lisa yang baru saja mematikan sambungan teleponnya.

Tangannya yang semula sedang menuangkan teh kedalam cangkirnya, kini ia urungkan ketika mendengar Lisa berkata i'm go pada Minnie, yang sedang berbicara dengannya di telepon.

Matanya langsung menyorot kepada Lisa yang saat ini baru saja memutuskan sambungannya.

"Kau mau kemana?"

"Ada pekerjaan, sayang."

"Pekerjaan apa?"

"Pemotretan." jawab Lisa singkat sembari menggigit toast buatan sang pacar yang menjadi menu sarapannya pagi ini.

"Aku sudah katakan padamu bahwa aku akan memotret kembali. Dan ini adalah project pertamaku setelah sekian lama. Is it ok, right?" lanjutnya sambil mengunyah.

Jennie kali ini mengernyit, dan urung menuangkan tehnya.

"Kau tidak berniat untuk menetap lama disini, bukan?" Ia bertanya balik.

Mendengar itu, Lisa langsung mengerti apa maksudnya.

Segera ia ambil tissue untuk menyeka sudut bibirnya. Lalu hendak berbicara serius kepada Jennie.

"J, aku tidak bisa hanya diam dan bersantai saja disini sedangkan Daddy dan Mommy bekerja keras di restauran. Aku pengangguran, dan orang tuaku memiliki cicilan kredit dari rumah kami yang menjadi jaminan pinjaman, untuk membeli ruko restauran itu."

Jennie sedikit terkejut mendengarnya. Bibir tebalnya terbuka separuh.

"Kau tidak menceritakannya padaku."

Si Manoban terdiam. Jemarinya meremas tissue yang ia gunakan sebelumnya.

"Nini, hidupku sangat tidak mulus. Tapi aku berusaha keras untuk membereskannya satu persatu. Dan kenapa akhirnya aku mengambil beasiswa, agar aku bisa mendapat pekerjaan yang menjanjikan. Aku harus membantu keuangan keluargaku dalam menuntaskan semua cicilan itu. Kami sudah muak dengan bunganya."

Lisa berkata cukup tajam dengan mimik mukanya yang terlihat kesal.

Seketika hal tersebut membuat Jennie merasa terusik sekaligus iba.
Ia tak bisa bayangkan bagaimana stresnya Lisa, namun tetap berusaha tenang dan kuat dihadapannya.

"Kau tidak masalah jika aku meninggalkanmu dirumah selama aku bekerja?" tanya Lisa kemudian.

"Berapa lama?"

"Mungkin selama satu minggu ini aku akan benar-benar sibuk."

Jennie hening sesaat. Dan Lisa tahu, ada keresahan disana.
Maka digenggamnya jemari sang kekasih yang berada diatas meja.

"Sayang..."

Kim Jennie terkesiap, lalu mengulas senyum kemudian.
Ia tak ingin membebani sang kekasih dengan kerisauan hatinya.

"Do it, Honey. I'm ok."

"Really?"

"Yes! Jangan jadikan aku sebagai bebanmu. Aku justru ingin meringankan semuanji hal yang sedang kau pikul."

Lalisa terperangah mendengarnya.
Ia pikir, Jennie akan mengomel lagi seperti biasa jika ada hal yang menggaggunya. Namun ternyata tidak. Lambat laun, kekasihnya itu sedikit lebih bisa mengendalikan sikapnya.

"Thank you, Nini. Aku janji akan pulang dengan cepat jika pekerjaanku sudah selesai."

Jennie lantas mengangguk.

Deal?Onde histórias criam vida. Descubra agora