6

4.1K 635 103
                                    

Seminggu setelah pertengkaran hebat antara Jisoo dan Jennie yang disaksikan oleh Lisa dan juga Chaeyoung, hubungan antara kakak beradik itu berubah menjadi perang dingin.
Itu bahkan lebih parah dari yang biasa terjadi sebelumnya.
Baik Jennie maupun Jisoo sama-sama tak mau bertegur sapa.

Jika sebelumnya mereka bisa saling mengejek lewat cibiran atau umpatan, perang dingin yang terjadi saat ini justru jauh lebih mengerikan. Seolah kebencian itu makin nyata.

Seperti pagi ini, yang mana sudah hari ketiga Jennie enggan sarapan dirumah.
Ia betul-betul menghindari kakak perempuannya itu.

"Aku berangkat, Appa, Eomma..." pamit Jennie setelah keluar dari kamar lalu melewati meja makan.

"Jennie-yaa, Eomma membuat pancake kesukaanmu. Ayo kita sarapan dulu bersama, Nak..." pinta sang ibu, yang hanya dijawab gelengan kepala dengan raut menyesal karna benar-benar tak bisa mematuhi beliau.

Tuan Kim yang melihat sikap putri bungsunya itu, seketika melenguh panjang. "Jennie Kim..." panggil sang ayah bersama intonasi suaranya yang kali ini terdengar cukup tenang. Mungkin pria paruh baya itu merasa perlu menengahi konflik yang terjadi pada kedua putrinya ini.

"Appa ingin bicara." lanjut beliau.
Jennie tiba-tiba merasa gugup. Ia tahu persis, bagaimana ayahnya selalu mengkritik dirinya. Tuan Kim cenderung lebih mendukung Jisoo dalam segala hal, dan merasa apa yang dilakukan Jennie selalu tidak sejalan dengan pemikiran ayahnya tersebut.

Tapi ketegasan Tuan Kim sungguh selalu membuat Jennie takut untuk membantah. Maka dari itu, ia tak punya pilihan lain saat ini selain segera berjalan menuju meja makan dan menarik kursinya untuk duduk disana.

Jisoo hanya melirik, lalu kembali fokus dengan kunyahannya yang kini melambat.

Dalam beberapa saat, suasana nampak hening.
Semua menanti sang kepala keluarga untuk berbicara.

"Bagaimana rasanya ada dibawah?"

Satu pertanyaan itu tiba-tiba tercetus dari Tuan Kim yang praktis membuat Jennie terhenyak.
Bingung, mengapa ayahnya bertanya seperti itu.

"Mwo-Mworogo?" suara Jennie hampir tertelan ditenggorokannya sendiri. "Apa maksud pertanyaan Appa?" lanjut Jennie.

"Selama ini kau selalu mengejek kakakmu karna dia sering mendapat posisi yang berada dibawahmu. Dan itu terus menerus menjadikanmu sombong. Lalu saat ini, akhirnya kau justru berada diposisi yang pasti tidak pernah kau bayangkan. Jabatanmu diturunkan akibat arogansimu sendiri, Jennie-yaa..."

Deg!

"Appa bilang 'akhirnya'?" sahut Jennie seolah tak percaya atas kalimat yang baru saja dilontarkan oleh ayahnya.

"Apakah Appa menunggu semua itu terjadi padaku?"

"Sayaaang..." Nyonya Kim mengusap bahu Jennie seolah ingin menenangkan putri bungsunya itu agar tidak terpancing emosi menghadapi sikap sang ayah.

Namun Tuan Kim menampilkan raut wajah tak menyesal. Dan itu tentu melukai hati Jennie.

"Sepertinya Appa benar-benar senang jika terjadi sesuatu yang buruk padaku?"

"Jangan berlebihan. Kau tahu Appa juga menyayangimu."

"Apakah ada seorang ayah yang menyayangi putrinya tetapi menginginkan sesuatu yang buruk terjadi padanya?"

"Jendeuk!" Jisoo menegur Jennie, yang membuat mata mereka kini saling beradu pandang.

"Jaga sikapmu!"

"Wae?"

Jennie berbicara dengan suaranya yang terdengar semakin sengau.
Dan melihat sang adik yang susah payah untuk menahan tangisannya itu, Jisoo lantas terdiam.
Jauh dari dalam lubuk hatinya, ia sama sekali tak ingin melihat Jennie bersedih.

Deal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang