17

4.1K 617 159
                                    

Rainbow Organizer Development.

Jennie terlihat baru saja turun dari jok belakang motor besar Lalisa.

Sepanjang perjalanan tadi, keduanya tak saling bicara.
Kebetulan, Lalisa juga datang terlambat. Pukul 08.30 gadis itu baru tiba dirumah Jennie.

Karna sempitnya waktu, keduanya merasa tak punya ruang yang cukup untuk melalui perjalanan pagi dengan berbincang.

Tetapi, setelah Jennie turun dari motor, Lisa memberanikan diri untuk menahan jemari boss nya itu.

"Miss?"

Jennie tersentak.

Sejujurnya, sejak pertama Lisa datang, batinnya sudah tidak karuan memikirkan peristiwa one night stand yang pernah mereka lakukan.

Ia bingung, bagaimana Lisa bisa bersikap biasa-biasa saja sampai detik ini?
Kenapa dia sama sekali tidak canggung?
Gadis itu tidak mempunyai cidera otak seperti dia, jadi sudah jelas Lisa tidak mungkin amnesia, demensia, apalagi alzheimer.

Jadi, Lisa sudah pasti tidak mungkin lupa dengan adegan panas mereka malam itu.

"Jennie?"

Lisa meralat panggilannya, namun justru hal tersebut membuat jantung Jennie kian berdebar.

Kali ini ia berani menatap Lisa. Dan tatapan itu kini dengan perasaan yang berbeda.

"Semalam aku benar-benar sibuk. Ada urusan mendesak yang tidak bisa kutinggalkan. Jadi aku terpaksa me-reject telponmu."

Jennie POV.

"Semalam aku benar-benar sibuk. Ada urusan mendesak yang tidak bisa kutinggalkan. Jadi aku terpaksa me-reject telponmu."

Keningku berkerut saat dia mengatakan itu.

Semula aku tidak ingin membahasnya, karna melihatnya saja aku sudah gugup setengah mati.

Tetapi alasan yang baru saja diutarakan olehnya sungguh membuatku penasaran.

Urusan mendesak apa sampai bisa-bisanya ia me-reject teleponku?

Dan karna aku bukan tipikal orang yang suka berbasa-basi, maka kutanyakan langsung kepadanya.

"Urusan apa?"

"Ehm..."

"Memangnya kau dimana semalam?"

"Itu..."

"Bahkan sampai pagipun kau tidak mengabari. Apa kau pulang pagi, yang akhirnya membuatmu datang terlambat hari ini?"

Lisa terlihat kebingungan menjawabnya, karna aku memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

"Apa kau sedang kencan dengan seseorang?"

"Apa?"

Si Manoban membulatkan matanya kini.

Aku tidak tahu kenapa aku melontarkan pertanyaan seperti itu. Namun aku butuh jawaban darinya agar aku tidak semakin penasaran.

"Aku tidak berkencan dengan siapapun. Tidak untuk saat ini."

"Wae?"

"Hmm..."

Tenggorokanku terasa tercekat saat Lisa menggantung jawabannya dengan bergumam seperti itu.

Tidak bisakah ia langsung menjawabnya saja?
Kenapa harus membuatku terus penasaran?

"Karna aku sudah menyukai seseorang, dan aku belum berhasil mendapatkannya."

Deal?Where stories live. Discover now