2

4.4K 696 128
                                    

19.24, at Kim's House.

"Jisoo-yaa, dimana adikmu? Kenapa dia belum turun untuk makan malam?"

Suara berat dari pria paruh baya, yang tak lain adalah ayah dari Kim Jisoo. Beliau bertanya pada putrinya tepat saat Jisoo menarik kursi makan tersebut.

"Tidak tahu." Jawab Jisoo sembari mengangkat bahu.

Mendapat jawaban acuh dari sang kakak, ayah Kim Jisoo lantas beradu pandang dengan istrinya. Dan ibunda dari Jisoo tersebut hanya bisa meresponnya dengan lenguhan panjang seolah sudah paham betul perangai kedua anaknya.

"Jisoo-yaa, jangan terlalu keras dengan adikmu."

"Hhh... Eomma salah jika menegurku. Dialah yang selama ini terlalu keras padaku, dan selalu melihatku dengan pandangan jijik seolah aku ini mirip kotoran hidung." Jawab Jisoo yang membuat ayahnya sempat berhenti untuk mengunyah. "Mian, Appa..." tambahnya kemudian, merasa hampir menurunkan nafsu makan sang ayah.

"Jangan terlalu diambil hati. Kau sudah tahu sifat adikmu. Kau harus lebih bersabar lagi dalam menghadapinya."

Jisoo lantas terdiam sejenak. Kemudian bersiap mengambil nafas panjang. "Hhh... Ne, Eomma." dan akhirnya menjawab pasrah, enggan meladeni ucapan ibunya yang hanya akan membuat dia berubah kesal nantinya.

Hingga tak berapa lama kemudian, orang yang sejak tadi dibicarakan akhirnya muncul juga ke ruang makan.

Ditariknya kursi makan untuk duduk disebrang kakaknya berada saat ini.

Jisoo melambatkan kunyahannya ketika melihat wajah kusut sang adik.

"Mau Eomma panaskan lagi supnya, Nak?" tanya sang ibu menawarkan pada si bungsu.

"Tidak perlu." Namun hanya dijawab singkat, yang membuat mulut Jisoo gatal untuk segera menegurnya.

"Yyakk! Jangan menekuk mukamu ketika kita sedang makan bersama seperti ini!"

Sang adik tak peduli. Dia tetap santai menyendok kuah sup, lalu dikunyahnya bersama nasi.

"Haiistt! Kim Jennie, jinjja?" Jisoo tak sabar, dan langsung mengangkat suaranya pada sang adik perempuan yang tak lain adalah Jennie Kim.

Jennie, yang menerima teriakan keras dari sang kakak ditengah makan malamnya saat ini, kontan saja mulai ikut tersulut emosi.

"Waaee?" 

Braakk!

Dijawabnya dengan suara yang tak kalah keras bersama hentakkan sendok yang sengaja ia pukul diatas meja.

"Yyaakk! Michyeosseo? Bagaimana mungkin kau bisa membawa kemarahanmu bahkan dimeja makan didepan Appa dan Eomma??? Apa sulit bagimu bersikap sportif dan belajar menerima kekalahanmu, huh?"

"Mwo? Kalah? Jadi sekarang Eonnie benar-benar ingin pamer didepan Appa dan Eomma karna merasa telah berhasil mengalahkanku? Jinjja?"

"Memang itu kenyataannya, paboo-yaa! Kau pikir tidak ada orang yang bisa menyaingimu? Yyaak! Berhentilah bersikap sombong dan selalu merasa dirimu paling benar, Jendeuk! Kau bahkan selalu menganiaya anak buahmu dengan umpatan-umpatan kasarmu itu! Kau pikir dengan melakukan hal itu mereka lantas bisa bekerja dengan baik? Kau hanya membunuh karakter mereka satu persatu. Dan itu sangat jahat!"

"Argghh! Jangan mengomentari kinerjaku karna aku jauh lebih berpengalaman darimu, Eonnie!"

"Huh, jinjja?? Berpengalaman? Kau hanya pintar mengumpat dan marah-marah. Pengalaman apa yang kau maksud?"

Deal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang