"Maaf telah membuat Kak Varel menunggu lama," ujar gadis itu setelah Varel menarik kursi untuknya.

Lelaki itu tidak menjawab. Hanya tersenyum tipis seakan hal itu bukan masalah yang besar. Ia kembali ke tempatnya. "Bagaimana kabarmu, Heera? Hampir tiga minggu kita tidak bertemu."

Ya, gadis itu adalah Heera. Varel sengaja meminta janji temu setelah hampir tiga minggu tidak bertemu dengan gadis pujaan hatinya dan hanya berkomunikasi melalui telepon. Usia yang terpaut sekitar enam tahun bukan menjadi penghalang bagi Varel dalam mendekati Heera. Mereka berdua resmi menjadi sepasang kekasih sejak dua bulan yang lalu.

Berawal dari pertemuannya di acara perlombaan fashion show tingkat nasional. Varel datang ke acara tersebut menggantikan tuannya sebagai tamu undangan dan salah satu peserta berhasil menarik perhatiannya, yaitu Heera. Lalu meminta nomor dan berakhir berkunjung ke rumah Heera dengan maksud meminta izin kedua orang tua gadis itu untuk berpacaran guna mengenal lebih dekat sebelum ke jenjang berikutnya.

"Heera?" Varel menggenggam tangan gadis itu. "Kamu mendengar perkataan saya?"

"Ah, iya," jawab Heera gelagapan. "Kabar Heera baik, bagaimana dengan Kakak?"

"Seperti yang kamu lihat, saya tampak baik-baik saja." Lelaki itu tersenyum lembut seraya menatap kekasihnya dengan tatapan penuh cinta. "Minumlah terlebih dahulu. Saya sudah memesan menu favoritmu."

"Terima kasih."

"Bulan depan, tepat tiga bulan kita berpacaran. Saya akan melamarmu."

Ucapan itu sontak membuat Heera terdiam, hampir saja tersedak minumannya. Bagaimana lelaki itu berucap dengan tenang? Sungguh, ini tidak baik bagi kesehatan jantungnya. Jika di hadapannya tidak ada Varel, mungkin ia akan berteriak kegirangan. Sayangnya, Heera harus menjaga sikap di depan kekasihnya.

"Sepertinya kamu menolak sebelum saya melamar di depan orang tuamu," celetuk Varel sedih.

Kepala gadis itu menggeleng rakus. "Bukan begitu, Heera terlalu senang sampai bingung harus bagaimana."

"Kita lanjutkan nanti, sekarang makanlah," titah Varel saat pramusaji menghidangkan makanan.

Keduanya menyantap makanan seraya diselingi dengan pembicaraan ringan. Varel sengaja menyewa lantai atas untuk dirinya dan Heera sebab keramaian adalah hal yang paling dibencinya. Gadis cantik di di depannya masih terlihat malu-malu. Ia memaklumi itu, hubungannya dengan Heera masih terbilang belum lama. Varel yang dingin dan Heera pemalu, terlihat sangat canggung apabila keduanya sama-sama diam.

"Bagaimana sekolahmu?" tanyanya.

"Baik, nggak ada yang perlu dikhawatirkan."

Varel menganggukkan kepalanya pelan. "Lantas, bagaimana dengan insiden jatuhnya salah satu siswa dari atap gedung sekolah?"

Uhuk

Pertanyaan sederhana tersebut mampu membuat Heera tersedak. Dengan cekatan, Varel menyodorkan minuman kepada kekasihnya. "Pelan-pelan, sayang."

Tubuh Heera seakan membeku. Varel dengan kalimat sederhananya mampu memberikan reaksi berlebihan pada tubuhnya. Selain pertanyaan keramat itu, panggilan 'sayang' berhasil membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Sungguh, Varel berhasil menguasai dirinya. "Terima kasih. Eum... Insiden itu sudah terjadi sekitar satu bulan yang lalu. Kasus percobaan bunuh diri salah satu teman sekelas Heera. Bagaimana Kakak bisa tahu?"

JevandraWhere stories live. Discover now