"Maaf aku lancang, tapi setelah menikah nanti mungkin kita akan satu rumah dan aku ingin terbiasa dengan itu" akhirnya Seokjin buka suara setelah 10 menit dalam keheningan. Jukyeong mengerjap dan menatap Seokjin sesaat dan kembali menatap kolam

"Tidak apa-apa, menurutku ide anda bagus" ucap Jukyeong. Seokjin hanya mengangguk-angguk mengerti.

Seokjin tak menyangka karena dia pikir Jukyeong akan menjawabnya ketus namun tidak sama sekali Jukyeong menganggapi Seokjin dengan sangat baik dan kelewat sopan. Terlihat dari kata-kata dan dialeknya yang formal

"Tidak usah seformal itu"

"Ibu dan ayah mengajarkanku agar berbuat sopan pada seseorang yang baru saja ku kenal" sungguh Seokjin merasa sangat nyaman dengan Jukyeong.

"Kau akan jadi istriku jadi aku sarankan kau tidak usah seformal itu karena aku sendiri merasa tak nyaman"

"Mmm baiklah"

Keduanya kembali terdiam masih terlalu canggung untuk mengobrol santai berdua seperti ini. Karena pasalnya mereka benar-benar baru pertama kali bertemu sekarang.

Jukyeong tak bisa diam, jari-jarinya terus bermain di atas pahanya dan Seokjin yang melihat itu mencoba mencairkan suasana dengan bertanya

"Menurut mu bagaimana perjodohan ini?"

Jukyeong mendongkak "entahlah, aku tidak tahu" ucapnya kelewat enteng "kau sendiri kenapa setuju dengan ini?" Tanya Jukyeong balik

Seokjin tak langsung menjawab melainkan memalingkan muka ke segala arah mencari sesuatu yang menarik untuk bisa dia berikan pada Jukyeong. Seokjin beranjak dari ayunan setelah melihat sebuah bunga berwarna putih lalu memetiknya dan kembali pada Jukyeong yang sedang memperhatikannya

Jukyeong tak mengerti apa yang dilakukan oleh Seokjin tapi setelah Seokjin duduk kini tangannya menyelipkan bunga yang dipetiknya di telinganya. Darahnya berdesir kala kulit tangan Seokjin menyentuh daun telinga Jukyeong. Dengan jarak sedekat ini Jukyeong bisa melihat ketampanan paripurna Seokjin. Bibir Semerah Cherry, rahang yang tegas serta rambut hitam legamnya membuat jantung Jukyeong berdegup kencang. Ingin copot rasanya

Ada apa denganku?__

Aneh sekali kenapa Seokjin tiba-tiba seperti itu? Baru saja dia bersikap manis tapi sekarang tatapannya begitu dingin dan sedikit menakutkan setelah itu pergi meninggalkan nya sendiri tanpa sepatah jatapun. Setelah kepergian Seokjin, Jukyeong menghembuskan nafas kasar entah apa yang terjadi barusan seperti mimpi

"Tidak mungkin aku menyukainya secepat ini kan? Huh?! Buat jantungku mau copot saja rasanya" monolognya dan kini memilih untuk diam di sana sebelum panggilan sang ibu menginterupsi pendengarannya.

Your Eyes Stell....

"Kau akan menikah? Jangan becanda Bae Jukyeong itu tidak lucu" ya itulah kata pertama yang dikeluarkan Jungkook sahabat ku saat aku memberikan pernyataan jika aku akan benar-benar menikah. Tapi dia malah menganggap ku sedang becanda

"Aku tidak becanda, ini undangan pernikahan ku" ucapku kesal dengan mengeluarkan sebuah kertas tebal berwarna hitam berbentuk amplop ke hadapannya

Tangannya membuka undangan itu dan menatapku seolah menatap hantu "kau akan benar-benar menikah?" Tanyanya lagi dengan nada rendah. Aku hanya mengangguk "tapi kenapa bisa? Setauku kau tidak pernah punya pacar sebelumnya"

Aku menghela nafas kasar "oppa tahu keadaan ayahku kan? Aku tidak mau menolaknya dan membuatnya sedih" memang itu satu-satunya alasanku menerima perjodohannya

"Jadi kau dijodohkan ayahmu?" Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaan nya "Lalu apa kau menyukai calon suamimu?" Dan hanya gelengan yang aku berikan akhir-akhir ini aku memang tidak banyak bicara sebabnya kenapa? Aku juga tidak tahu "kau bisa membicarakan ini baik-baik Juya kenapa tidak memberi tahuku sebelumnya?" Ucapnya lagi. Aku menghembuskan nafas kasar dan meneguk latte dingin yang ada di hadapanku guna membasahi kerongkongan ku yang terasa kering.

"Sudah terlambat oppa, pernikahan ku tinggal dua hari lagi apa oppa tidak lihat tanggalnya?"

"Apa? Dua hari lagi?" Lihat matanya seperti akan keluar saat mengetahui jadwal pernikahan ku dan mengecek kembali undangannya "ya ampun kenapa kau baru memberi tahuku sih?"

"Maafkan aku, aku terlalu sibuk karena harus mempersiapkan semuanya dalam dua Minggu jadi aku baru sempat menemui mu sekarang" ucapku dengan nadaku yang dibuat seolah menyesal. Iya memang menyesal karena mungkin jika aku menghampirinya lebih awal mungkin dia akan membantuku. Tapi ya sudahlah itu sudah terjadi.

"Tapi Ju apa kau sudah siap untuk menikah? Aku rasa kau terlalu muda jika harus menikah sekarang" ucapnya

"Mm ayahku mengatakan hal yang tidak-tidak karena penyakitnya dan dia ingin segera melihatku menikah"

"Tapi Ju__"

Belum sempat Jungkook meneruskan perkataannya teleponku berdering membuat aktivitasku dan Jungkook terhenti dan beralih menatap ponsel yang menampilkan nama 'uri eomma' di layar lalu menekan tombol hijau

"Halo ibu"

"Juya kau ada di mana nak?"

"Aku sedang bersama Jungkook oppa. Ada apa?"

"Ibu rasa ada yang ingin dia berikan padamu"

Aku mengernyit saat ibu menyebutkan kata 'dia'. Sementara itu Jungkook juga nampak sedang memperhatikan ku kini menaikkan alis seolah bertanya 'ada apa?' dan aku hanya menjawab dengan gelengan

"Maksud ibu dia siapa?" Tanyaku. Tidak mungkin kan jika dia yang ibu maksud adalah_

"Tentu saja calon suamimu"

Benarkan? Dia yang ibu maksud adalah Seokjin tapi kenapa harus datang ke rumah

"Juya cepatlah pulang calon suamimu sudah menunggumu sejak tadi"

"B-baik Bu"

Telepon berakhir dan juga dengan helaan nafas kasarku. Jungkook terus memperhatikan ternyata dari tadi lihat saja tatapannya seperti mengintimidasi. Aku takut jika dia seperti itu

"Maaf oppa tapi aku harus pulang" ujarku

"Apa karena calon suamimu?" Sepertinya dia menguping obrolan ku dengan ibu tadi. Ya sudahlah dia juga sudah tahu toh kenapa harus ribet.

Aku mengangguk sebagai jawaban dan bisa didengar helaan pelannya juga tubuhnya dia sandarkan pada kursi restoran. Aku tahu dia kecewa tapi mau bagaimana lagi aku tidak bisa jika calon suamiku harus menunggu lama. Tunggu apa aku mulai peduli dengannya?

"Maaf oppa" rajukku tak mau dia marah

"Hmm pergilah tidak baik jika calon suamimu menunggu terlalu lama" ucapnya

"Lalu kau?"

"Aku akan pergi ke perpustakaan untuk mencari referensi proyekku"

Lega rasanya jika Jungkook tidak marah lagi sekarang. Jika kalian tanya kenapa aku bisa sedekat itu dengan Jungkook?

Sebenarnya Jungkook adalah sahabat ku sejak aku berumur 10 tahun dan saat itu aku masih kelas 4 sekolah dasar. Aku dan Jungkook hanya selisih 2 tahun. Aku bertemu dengannya saat aku tidak sengaja tersandung dan terjatuh lalu datang Jungkook yang membantuku berdiri dan membantuku berjalan sampai rumah, sejak saat itulah aku dan Jungkook bersahabat sampai sedekat sekarang. Aku yang rewel dan pasti akan ada Jungkook yang selalu sabar menghadapi ku. Terkadang saat di dekat Jungkook aku selalu bersikap seperti anak perempuan yang bermanja pada kakak laki-lakinya. Iya memang aku menganggap Jungkook bukan hanya sahabat tapi Jungkook sudah seperti kakak laki-laki untukku. Dia selalu menjagaku dan membantuku saat kesusahan.

"Lalu kau?" Entahlah melihat Jungkook yang sepertinya marah  Jukyeong enggan pergi dari sana. Akan tidak tenang rasanya

"Aku akan pergi ke perpustakaan mencari referensi proyekku" ucap Jungkook mengubah ekspresi. Pasti Jukyeong mengira jika dirinya marah

"Baiklah oppa, aku pergi dulu jaga dirimu dan jangan lupa datang saat hari pernikahan ku" Jukyeong pun pergi setelah ucapan perpisahannya meninggalkan Jungkook yang masih terdiam di sana. Enggan beranjak dan memilih untuk menyapa takdir baru yang mengharuskan rasa sakit di hatinya kian dalam saat presensi seorang gadis itu menjauh dari dekatnya.

Alhamdulillah chapter 1 selesai.

To be continued..

Your Eyes Tell [Kim Seokjin]Where stories live. Discover now