"Dengan mudahnya lo ngomong kayak gitu? Otak lo dimana, hah? Mana mungkin Elyn mau sama cowok bego kayak lo!."

"Lo udah sia-siain cewek setia kayak Elyn. Dan saat dia udah pergi, baru lo sadar kalau kehadiran dia sangat berarti buat lo. Lo emang bodoh, Langit!."

"Ck, ngomong sama lo nggak ada gunanya!." Ucap Langit yang sedari tadi diam. Selanjutnya, cowok jangkung itu berjalan keluar dengan langkah lebarnya.

Langit berjalan menyusuri koridor. Dan saat berjalan disamping perpustakaan, Langit memelankan langkahnya ketika melihat siluet seorang gadis yang menelungkupkan kepalanya di lipatan tangan.

Seketika dirinya tersenyum tipis dan berjalan memasuki ruang perpustakaan tempat dimana gadis itu tidur. Meskipun Langit tidak melihat wajahnya, tapi dirinya yakin jika gadis itu adalah Evelyn.

Langit mendudukkan dirinya di depan gadis itu, memandang wajah tenang Evelyn ketika tidur. Kalau boleh jujur, Langit lebih suka Evelyn dalam keadaan tidur. Karena apa?. Karena jika gadis itu tertidur, maka ekspresi tajamnya tidak lagi terlihat. Dan hanya tergantikan dengan wajah polosnya ketika tidur.

Langit mengatupkan bibirnya, tiba-tiba rasa bersalah datang padanya. Dirinya sekarang sadar bahwa Evelyn hanyalah gadis biasa. Gadis yang bisa menangis dan juga bisa merasakan sakit hati. Apakah selama ini dirinya terlalu menyakiti gadis itu?. Apakah dirinya terlalu kejam kepada seorang gadis biasa seperti Evelyn?.

***

Evelyn membuka matanya saat mendengar suara bel istirahat yang berbunyi. Dirinya menegakkan kepala dan memandang sekitarnya. Sepi, hanya ada Evelyn di tempat ini.

Tatapan Evelyn jatuh pada sebuah susu kotak beserta sebungkus roti rasa coklat. Evelyn tidak mengambilnya, melainkan hanya memandangnya tanpa minat.

Evelyn berdiri dan meraih susu dan roti tersebut, lalu berjalan menuju tempat dimana berada pak Asep -si penjaga ruang perpustakaan- yang tengah membaca sebuah koran di tempatnya.

Evelyn kemudian menyerahkannya kehadapan pak Asep tanpa berucap apapun.

Pak Asep yang melihatnya pun langsung sumringah. "Wah, ini teh buat saya?."

Evelyn mengangguk.

"Wah, makasih neng Evelyn." Ucap pak Asep dengan bahagia.

Evelyn mengangguk sekali lagi lalu berjalan ke kantin untuk mengisi perutnya.

***

Evelyn mendudukkan dirinya di bangku paling pojok. Dihadapannya kini sudah terdapat semangkuk bakso, satu porsi cireng rujak, dan segelas es teh manis.

Saat hendak mulai makan, Evelyn menghentikan kegiatannya saat seseorang datang dan langsung duduk di hadapannya. Ralat- bukan hanya satu orang, melainkan tiga orang.

Salah satu dari mereka mengambil satu cirengnya tanpa meminta izin pada Evelyn. Evelyn yang melihatnya pun murka.

"Lo nggak sopan banget! Itu punya gue, bego!." Ucap Evelyn dengan tidak santai.

"Yaelah, cuma sebiji doang. Pelit banget lo."

"Gue emang pelit, sekaligus jahat!." Ucap Evelyn dengan melirik kearah Langit.

Langit merasa bersalah saat Evelyn mengucapkan kata itu. Apakah ucapannya terlalu menyakitkan sampai diingat oleh Evelyn?.

"Kalian mending pergi aja deh." Evelyn mengusir ketiga cowok itu.

"Nggak mauuuu." Jawab Zico dengan tampang konyolnya.

"Ck, serah lo!." Ucap Evelyn lalu mulai memakan makanannya dan mencoba mengabaikan ketiga manusia yang terus menatap kearahnya.

EVELYN  ANTAGONIST GIRL (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang