Kenakalan

262 42 1
                                    

Sore itu suasana kediaman Lan agak sedikit tegang. Lan Qiren sedang emosi karena puteranya, Xue Yang tak pernah berhenti membuat keonaran dan kenakalan di manapun dia berada.

Bocah berusia tujuh tahun itu tidak peduli dengan siapa dan di mana dia berbuat kenakalan. Kakak kelas atau bahkan guru pun sering jadi korbannya.

Hari ini dia ketahuan memukuli salah seorang kakak kelasnya karena anak itu bicara sembarangan.

"Xue Yang, bisa jelaskan mengapa kau memukuli Wen Chao sampai giginya copot satu?" tanya Lan Qiren dengan geram.

"Papa, dia itu berlebihan. Giginya tidak copot, hanya agak goyang sedikit. Lagipula giginya jelek begitu, tanpa kurusak juga sudah rusak alami," balas Xue Yang sambil makan permen dengan santai.

"Xue Yang! Papa bertanya, apa alasanmu memukuli anak itu?" geram Lan Qiren kali ini suaranya agak meninggi.

"Gege, papa marah. Bantu adikmu yang malang ini," adu Xue Yang pada Wei Ying yang duduk di sebelahnya.

"Paman, jangan selalu memarahinya. Bisa saja dia memang tidak bersalah. Lagipula, bukankah Wen Chao memang selalu membuat masalah sejak TK?" bela Wei Ying pada adiknya yang nakal itu.

"Kau! Jangan selalu membela adikmu seperti itu!" protes Lan Qiren.

"Ah, begitu rupanya. Jadi, pak tua Lan ini lebih suka kalau aku memukuli atau membully adikku? Pilih mana?" balas Wei Ying sambil tersenyum menatap Xue Yang yang memasang wajah menyedihkan.

"Kau!" ucapan Lan Qiren terhenti dan dia sepertinya akan sakit jantung atau kehabisan kata-kata.

"Paman, jangan marah-marah, nanti cepat tua. Kan tidak lucu kalau Xue Yang jadi anak yatim secepat itu," goda Wei Ying lagi.

"Tuh, kan, Papa! Yangyang tidak salah. Anak Wen Ruohan itu memang pantas dipukuli. Dia tadi menggoda teman sekelasku, karena anak itu tidak mau berpacaran dengan dia tentu saja jiwa pahlawanku keluar. Papa, kan, selalu mengajari untuk membantu orang lemah. Apa Papa, lupa?" balas Xue Yang.

"Bisakah kau tidak perlu memukulnya?" tanya Qiren lagi setelah berpikir beberapa saat.

"Wah, itu sulit sekali! Lagipula, dia yang mengajakku berkelahi. Mana bisa aku diam saja? Atau Papa lebih suka kalau aku yang kehilangan gigi?" goda Xue Yang mempermainkan psikologis bapaknya yang sudah sepenuhnya pusing.

"Xue Yang!" teriak Qiren.

"Ya, Papa. Itu namaku, Xue Yang. Ada apa?" jawab anak itu santai.

"Jadi, kau tidak mengakui kesalahan?" tanya Qiren kesal.

"Aku tidak salah. Bagaimana aku bisa mengakui sesuatu yang tidak kulakukan?" bantaj Xue Yang.

"Hm," dengus Qiren dengan kasar.

"Wangji Gege, coba katakan padaku. Apakah aku salah? Aku hanya membela perempuan lemah itu. Seandainya, ada orang mengganggu Ying gege, apakah Gege apa diam saja?" tanya Xue Yang mencari pembelaan lain.

"Tidak akan kubiarkan," jawab Wangji tenang.

"Tuh, Papa! Yang memang tidak bersalah dalam hal ini. Satu-satunya yang salah adalah Wen Chao. Pertama, dia menggoda perempuan yang kusukai. Kedua, siapa suruh dia terlalu lemah? Ketiga, mengapa sudah tahu lemah masih saja mencari masalah?" jelas Xue Yang dengan semangat berapi-api seakan dia sedang membela dirinya di mahkamah internasional.

"Sudahlah, aku pusing. Besok kau ikut aku ke rumah sakit dan meminta maaf pada Wen Chao," kata Qiren sambil memegangi kepalanya.

"Tidak mau," balas Xue Yang.

Innocent Love || Wangxian [Tamat]Where stories live. Discover now