Pulang

564 82 1
                                    

Udah tiga hari Cangse membawa dua balita nakal Wei Ying dan Jiang Cheng ke kediaman Lan. Kehadiran tiga orang yang sangat berbeda kepribadian dengan sifat alami keluarga Lan membuat rumah itu seperti mendapatkan cahaya warna-warni beberapa hari ini.

Beberapa pelayan, bahkan bisa melihat senyuman Lan Qiren dan langsung mengaguminya. Mereka makin yakin kalau tuannya itu benar-benar tampan, indah, maskulin. Ah ... entah bagaimana mengatakannya.

"Qiren siang ini kami akan pulang. Aku merasa tak enak lama-lama di sini."

Cangse melihat wajah Lan Qiren berubah setelah mendengar ucapannya itu.

"Maksudku, bukan berarti aku tak senang dan anak-anak juga suka. Hanya saja aku tak enak pada kakakku dan rasanya ini sepertinya ...."

Cangse tak melanjutkan kata-katanya, kalimatnya tersangkut di leher.

"Baiklah tak apa-apa. Terima kasih sudah mau membantu dan memberikan kebahagiaan di rumah ini."

Lan Qiren menyadari ketidaknyamanan itu dan dia juga tak ingin Cangse merasa tak enak atau membuat perempuan itu merasa bersalah.

"Baguslah kau mengerti."

Cangse tersenyum manis untuk membuat Lan Qiren setidaknya merasa nyaman.

"Tapi aku akan ikut ke Yunmeng!"

Lan Qiren tertawa dengan nyaring dan menyuruh beberapa pelayan mempersiapkan pakaian dan perjalanan mereka untuk setidaknya seminggu.

"Hah?"

Cangse hanya bisa melongo bagai orang bodoh. Dia merasa otaknya sudah tak berguna ataukah memang Lan Qiren yang sudah menjadi gila?

"Apa salahnya? Kalian mengunjungi kami dan sebagai tanda terima kasih kepada Jiang Fengmian maka kami mengunjungi keluarga Jiang kembali. Itu aturan dasar dalam tata krama."

Lan Qiren bicara dengan santainya dia tak tahu kalau perempuan di hadapan itu merasa jiwanya terancam oleh ide itu. Bagaimana kalau bersama terus? Apakah itu bukan ide buruk? Bisa-bisa jantungnya meloncat keluar nanti. Ah jangan dibayangkan.

"Wangji ... Xichen!" Lan Qiren memanggil dua ponakan tampannya itu.

"Ya paman."

Keduanya mendekat dengan sopan. Saat berjalan kaki mereka tidak menghentak atau menimbulkan suara meskipun masih anak-anak sudah sesopan dan seanggun itu.

"Kita akan berangkat ke Yunmeng setelah makan siang. Bagaimana? Kalian setuju?" tanya Lan Qiren mencoba mencari dukungan.

Padahal, kalau pun anak-anak itu menolak dia akan menggunakan otoritasnya untuk memaksa mengangkut dua ponakannya itu ikut serta.

"Mau paman!" jawab Wangji cepat. Meski nadanya masih sopan, wajah bocah itu tampak bersemangat bahkan bola matanya membulat.

"Tentu saja itu akan menyenangkan," kata Lan Xichen sengaja agak kata-katanya di dengar paman dan ibunya Wei Ying.

Pamannya semakin senang mendapatkan dukungan dan kedua keponakannya yang baik itu.

"Baiklah kalau begitu, kalian siap-siap. Kita akan pergi mungkin saja seminggu sampai liburan usai. Persiapkan saja seminimal mungkin."

Lan Qiren terlihat bagai ibu-ibu yang sedang menceramahi anaknya agar tak membawa barang-barang yang tidak perlu.

Wajar saja, Lan Qiren memang ayah merangkap ibu bagi dua anak itu. Mau tak mau dia kadang-kadang menjadi seperti perempuan yang mengkhawatirkan bayinya.

"Baik paman."

Kedua anak itu segera menghilang dan berlari riang membayangkan bermain di Yunmeng.

"Kau mau pulang atau tinggal di sini?" Goda Lan Qiren pada Cangse yang masih mematung sejak beberapa menit lalu.

Cangse tersentak kaget dan menyadari kebodohannya.

"Tentu saja pulang. Huh, kau sengaja membuntuti aku, ya? Apa kau punya pikiran licik di sana?"

Cangse menaikkan dagunya sedikit seakan menunjuk kepala Lan Qiren. Dia tak berani menunjuknya dengan jari, tentu saja itu tak sopan karena Lan Qiren lebih tua.

Meskipun Cangse memang santai dan suka kebebasan bukan berarti dia meremehkan orang yang tua atau bertindak tidak tahu sopan santu. Bukan nakal yang seperti itu tentunya. Dia menyebutnya nakal-nakal beradab.

"Apa kau takut? Pada kakakmu? Atau kau malah mengkhawatirkan hal yang lain?"

Lan Qiren mengangkat satu alisnya seolah mencoba mengisyaratkan sesuatu.

"Jangan bicara omong kosong. Aku tahu maksudmu. Dan aku tak takut sama sekali!" Cangse mendengus lalu pergi menyiapkan anak dan ponakannya.

Betapa terkejutnya Cangse ketika mencari anak dan keponakan nakalnya dia menemukan mereka sedang berbuat dosa.

Kedua bocah itu sudah basah kuyup karena bermain-main dengan air kolam. Bahkan, keduanya masuk ke dalam kolam ikan hias sedalam 20 cm itu.

"Astaga!" Cangse menepuk jidatnya.

Baru beberapa menit dia tak melihat dan Wei Ying sudah berulah. Tak perlu ditanya itu pas ulah Wei Ying.

"Mama, lihat!" Wei Ying dengan bangga menunjukkan ikan kecil berwarna keemasan di tangannya.

Bocah itu memegang ikan itu erat-erat entah sudah berapa lama. Ikan itu sudah sangat lemas barangkali sudah mati.

Cangse memijit pelipisnya berusaha menyeimbangkan kewarasannya. Baru saja Lan Qiren mengintimidasi dia sekarang tindakan Wei Ying malah membuatnya semakin pusing.

"A-Xian letakkan. Ikan itu bisa mati." Cangse menjelaskan.

"Mati?" Wei Ying malah semakin memegang dengan erat seakan memeluk ikan itu dan menempelkannya ke pipinya.

Seolah dia mencoba memberikan kasih sayang pada ikan yang malang itu.

"Ikan, yangan mati, ya."

Wei Ying seakan berbisik pada ikan kecil yang malang itu.

Jiang Cheng yang juga belum menyadari kesalahannya masih mencoba menangkap ikan. Dia bahkan memukul-mukul air hingga muncrat berceceran ke sana ke mari.

"Mati aku. Lan Qiren pasti marah besar!" Cangse berguma pelan sambil memejamkan matanya.

"Tidak kok."

Lelaki yang baru saja disebut namanya itu rupanya sudah berdiri di belakangnya.

Cangse gagap bingung hendak mengatakan apa. Sejak kapan Lan Qiren di sana? Cangse merasa malu tapi dia menyeimbangkan dirinya dan mengambil dua bocah nakal itu dari dalam kolam sekaligus dalam pelukannya.

Cangse membawa dua balita yang tak jelas membicarakan apa, memandikan keduanya dan bersiap makan siang lalu pulang ke Yunmeng.

Dia tak mau lagi mengatakan apa pun. Rasanya keusilannya selama ini malah berbalik menyerang dirinya.

Selama makan dan perjalan semua bocah itu tampak girang tertawa-tawa. Setidaknya hal itu sangat menghibur dan membuyarkan rasa malu Cangse sejak tadi pagi.

"Makan yang banyak, kita akan melakukan perjalanan panjang," ucap Qiren pada semua anak-anak.

Seperti biasanya, mereka makan dengan senang dan saling menyuapi memberikan perhatian. Hanya Cangse yang tampak bingung dan pusing banyak pikiran.

Jiang Fengmian yang mendapat kabar akan mendapat kunjungan balasan dari keluarga Lan merasa harus menyambut tamu dengan hormat. Dia bahkan menyuruh maid menyiapkan makanan, kamar dan segalanya. Anehnya tuan mereka itu sampai mengurusi hal demikian, biasanya dia tak secerewet itu.

Madam Yu hanya bisa pasrah. Dia merasa mungkin hanya dirinya yang tersisa normal di sana. Orang normal mengalah pikirnya, lagipula sebanyak apapun Jiang Fengmian menghabiskan duit untuk sambutan itu takkan mengurangi 0.001 persen pun dari harta mereka.

Jadi biarkan saja!

Anggap saja ini liburan keluarga.

Innocent Love || Wangxian [Tamat]Where stories live. Discover now