Pelajaran Olahraga

454 65 2
                                    

Hari ini cuaca lumayan cerah. Anak-anak asuhan Nie Mingjue melakukan kegiatan olahraga bersama. Sebenarnya itu bagian dari mata pelajaran, tapi Nie Mingjue mengemasnya seakan itu adalah acara bermain.

Anak-anak bersiap dengan pakaian olahraga mereka. Bocah-bocah itu terlihat imut dengan pipi gembung yang mulai memerah karena ciuman sinar mentari pagi.

"Anak-anak kalian sudah siap?"

Nie Mingjue mengarahkan mereka melakukan gerakan pemanasan dan anak-anak itu mengikuti meski ada yang sikut-sikutan dan ada pula yang cubit-cubitan.

"Hweeeee."

Terdengar suara tangisan. Itu adalah suara menyebalkan milik Wen Chao

"A Chao kenapa?"

Nie Mingjue menatap bocah itu dengan tatapan agak kesal. Baru juga mulai kenapa sudah membuat masalah? Dan kenapa yang membuat kerusuhan selalu Wen Chao?

"Aku dicubit A-Sang."

Wen Chao masih menangis dan menunjuk Nie Huaisang yang menatapnya dengan tatapan lugu.

"Cengeng!"

Jiang Cheng kesal menatap Wen Chao yang sudah tua itu tapi sangat cengeng dan suka membuat masalah.

Setelah menatap singkat Jiang Cheng, Nie Mingjue menatap Nie Huaisang berharap ada penjelasan dari bocah imut itu.

"Tidak sengaja."

Nie Huaisang berangsur mundur dan sembunyi di belakang tubuh Wei Ying.

Dari sekian banyak orang, Huaisang memilih bocah nakal itu. Pertama karena mereka dekat dan kedua karena Wei Ying memang senang melindungi Huaisang. Dan ketiga, mereka adalah teman berbuat masalah. Huaisang yang manis bisa menjadi nakal tak terkira kalau bersama bocah itu.

"A-Sang jelaskan apa yang kau lakukan. Laosi takkan marah kalau kau jujur."

Nie Mingjue berada dalam dilema. Dia tak mungkin membela Nie Huaisang karena pasti akan dikatakan kolusi dan membela adik sendiri.

"Aku tidak sengaja Da - Laosi. A-Sang tidak sengaja."

Huaisang menatap Nie Mingjue dengan tatapan menyedihkan minta diculik. Kenapa minta diculik? Karena wajahnya malah imut dan menggemaskan.

Nie Mingjue menatap Wei Ying berharap bocah nakal itu membantu adiknya. Dia sungguh berharap ada yang membela Nie Huaisang dan itu bukan dirinya. Dia tak bisa.

"A-Sang tidak sengaja. A-Ying lihat," bela Wei Ying akhirnya membuat Padang gurun di hati Nie Mingjue berubah menjadi hamparan kebun bunga.

"Wei Gege tolong A-Sang tidak salah." Nie Huaisang menatap lemah Wei Ying.

"Mn. Tidak salah."

Lan Wangji ikut membela bocah manis itu.

Mendengar pembelaan dari Lan Wangji semua orang merasa cukup. Tak perlu ada penjelasan lebih lanjut. Meski anak itu baru berusia 4 tahun dia tak pernah berbohong dan ucapannya sangat langka.

Begitulah semua orang menghormati ucapan Lan Wangji, bahkan kalaupun itu pamannya sendiri. Lebih tepatnya horor, karena dia jarang bicara, hanya yang penting-penting saja.

"Baiklah kita lanjutkan olahraga ya. A-Chao jangan menangis lagi."

Nie Mingjue membantu membersihkan sisa air matanya dan membersihkan pakaian A-Chao yang sedikit berantakan.

Anak-anak bermain sepak bola. Sementara anak-anak perempuan bermain bola lempar. Lapangan itu hanya dibagi dua jadi Nie Mingjue bisa mengawasi semuanya.

Saat bermain sepakbola. Wen Chao lagi-lagi membuat masalah, dia bahkan dengan sengaja menendang kaki seorang anak. Anak itu menangis tapi dengan gilanya Wen Chao malah memukul bocah itu memaksanya diam.

"A-Chao tidak boyeh memukul!" teriak Wei Ying.

"Bukan urusanmu!" balas Wen Chao.

"Urusanku!" jawab Jiang Cheng segera. Dia sangat kesal menatap wajah Wen Chao yang sungguh menyebalkan itu.

"Bukan! Dia manja." Wen Chao memasang wajah menyebalkan. Lebih menyebalkan dari biasanya.

Wen Chao entah bagaimana terobsesi memukuli anak yang lemah. Tapi begitu bertemu dengan yang setara atau bahkan lebih kuat darinya, anak itu jadi pengecut dan hanya bisa menangis agar tak disalahkan sekalipun itu kesalahannya.

"Kau berani?"

Jiang Cheng menggulung lengan bajunya siap berkelahi dengan bocah sialan itu.

"Siapa takut?" tantang Wen Chao.

Tak disangka perkelahian itu bukan satu melawan satu tapi lima orang lainnya ikut mengeroyok Wen Chao membuat tubuhnya limbung dan kini segerombolan bocah itu sudah timpa menimpa badannya. Tentu saja Wen Chao berada dalam posisi terbawah.

"Apa-apaan? Astaga Tuhan-ku!"

Nie Mingjue yang baru saja dari toilet langsung berlari memisahkan bocah yang mirip segerombolan anak anjing yang saling gigit-menggigit bermain. Bedanya anak-anak itu memang berkelahi bukan bermain.

"Berdiri semua!" teriak Nie Mingjue memasang wajah galak dan membuat tujuh bocah itu berdiri dalam posisi sikap sempurna.

"Apa yang kalian lakukan?"

Nie Mingjue bosan dengan pertanyaan itu tapi harus dilakukan.

"Berkelahi," jawab Acheng santai.

"Dia mula duluan."

A-Sang menunjuk wajah Wen Chao.

"Kau lagi?" tanya Nie Mingjue kesal.

"Dia lemah."

Wen Chao menunjuk bocah yang tadi dia pukuli setelah kakinya ditendang saat bermain bola.

"Huh!"

Nie Mingjue menarik napas dalam lalu mengeluarkannya dengan keras.

"Ada yang terluka?" tanya Nie Mingjue seraya menatap bocah-bocah dengan wajah bagai malaikat tak berdosa itu tapi kelakuannya? Huh! Melebihi iblis kecil.

"Baguslah kalau begitu. Sekarang kalian berpelukan dan saling meminta maaf."

Nie Mingjue lelah menginterogasi baginya anak-anak disuruh baikan saja biar cepat.

"Aku tak mau peluk A-Chao." Jiang Cheng menolak dan bersedekap tangan.

"Aku juga tak mau."

Wen Chao tersenyum bengis, wajahnya sangat menyebalkan.

"Kenapa lagi ini?" tanya Nie Mingjue lembut.

"A-Chao bau!" tuduh Jiang Cheng.

"Aku tidak!" Wen Chao emosi dan hampir saja tangannya akan memukul kepala Jiang Cheng tapi ditahan oleh Nie Mingjue.

"Tak boleh ada berkelahi lagi. Ya ... sudah kalian salaman saja."

Nie Mingjue hampir putus asa.

Akhirnya, kedua bocah itu salaman dengan terpaksa.

Nie Mingjue merasa kalau ada yang kurang. Ke mana Lan Wangji dan Wei Wuxian? Dia menatap sekeliling dan menemukan dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon memainkan alat musik dengan pelan-pelan.

Keduanya terlihat sangat menikmati suasana dengan posisi Wei Ying bersandar pada bahu Lan Wangji.

Nie Mingjue hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia merasa dirinya sungguh luar biasa bisa menghadapi bocah yang membuat suasana di mana pun mereka berada bagai neraka sialan.

Mingjue menolak berduka dia malah senang dan timbul ide, kalau nanti perpisahan dia akan menampilkan bakat terbaik anak-anak dikelasnya.

Begitulah cara Nie Mingjue mencari kesenangan di tengah perihnya mengasuh anak nakal. Pintar tetapi nakal dan tidak mau diam. Bisa dibayangkan berapa kalori yang dibutuhkan untuk menghadapi anak-anak itu.

Mereka masih sangat muda sekali dan memang saatnya mengukir cerita yang kelak akan menjadi kenangan indah dan manis di masa tua nanti.

Bagaimana dengan masa kecilmu? Menyenangkan?

Innocent Love || Wangxian [Tamat]Where stories live. Discover now