Celana Imut

345 42 1
                                    

Keesokan harinya, Lan Qiren membawa pergi keluarganya ke Arizona. Pantai yang diinginkan oleh Cangse---hanya sekedar untuk melihat Lan Qiren berenang di sana dengan menggunakan celana pendek warna pink.

"Untung sekali papamu ini orang kaya, Baby. Kalau tidak, bisa lahir ngences kamu!" ucap Lan Qiren di perjalanan.

"Apa katamu?" tanya Cangse dengan wajah cemberut.

"Bukan apa-apa, hanya menyapa, Baby," jawab Lan Qiren dengan wajah yang dipaksakan senyum manis sambil mengelus perut Cangse yang sudah tidak bisa disembunyikan.

"Tapi, kau semakin cantik. Kurasa kehamilan membuatmu semakin indah begini," ucap Lan Qiren lagi, kini dia mengelus pipi perempuan itu dengan lembut.

"Apa maksudmu? Jangan bilang kalau kau berniat membuatku hamil lagi dan lagi," ucap Cangse sambil terus memasang wajah cemberut.

"Cemberut saja cantik," goda Lan Qiren lagi.

"Wei Ying paling cantik," kata Wangji yang duduk tak jauh dari mereka.

"Aiyooo, aku lupa. Kukira tak ada orang di sini," kata Qiren yang malu dan segera menyadari kalau sedari tadi dia sudah melakukan aksi tak tahu malu---menggoda ibu hamil. Walaupun Cangse adalah isterinya, dia tetap malu melakukan hal itu di depan anak-anak.

"Kami sudah melihat dan mendengarnya, Paman," kata Xichen dengan senyuman.

"Xichen, kau!" Lan Qiren semakin malu dan wajahnya kini sudah bagai tomat.

"Kau kenapa? Harusnya biasa saja, dong!" Cangse heran mengapa malah dia yang malu.

"Ya, lupakan saja! Anggap kalau tadi bukan apa-apa," kata Qiren dengan suara parau menahan malu. Entah mengapa dia yang malu.

"Hahahaha lucu!" teriak Wei Ying menunjuk wajah merah Lan Qiren.

"Apanya yang lucu, A-Ying?" tanya Lan Qiren. Sebenarnya, dia cuma pura-pura bertanya.

"Wajah Paman, seperti Cherry!" jawab Wei Ying.

"Anak nakal, sampai kapan kau memanggilku Paman?" Qiren sebenarnya tak ingin memaksa hanya menggoda. Dia akan sangat senang dipanggil bapak, daddy, atau papa, daripada hanya sekedar paman bagai paman penjual bakso atau mie goreng.

"Sampai menikah," kata Wangji.

"Menikah? Maksudnya bagaimana? Kalian setelah menikah baru bisa menghormati orang tua? Tata krama baru macam apa ini?" Qiren tertawa terbahak-bahak.

"Wangji akan menikahi, Wei Ying," kata Wangji dengan serius dan memasang wajah datarnya.

Mendengar ucapan anak itu tawa Lan Qiren seketika sirna. Dia bahkan, sudah tak mampu mengatakan apa pun jua.

"Kau mendadak sakit?" goda Cangse. Perempuan itu biasa saja menanggapi hal itu. Pertama, bisa saja ucapan anak kecil itu tak sungguh-sungguh. Kedua, kalau pun betul, lalu kenapa? Santai aja dong. Santai adalah motto hidup Cangse.

"Tidak aku biasa saja," kata Qiren dengan senyuman pahit.

"Dilarang berdusta di depan, baby!" Cangse menatap suaminya dengan wajah lucu. Dia merasa Qiren malah semakin tampan dan menggemaskan kalau panik seperti itu.

"Ya, baiklah. Aku hanya khawatir dengan masa depan mereka." Qiren berkata jujur akan hal itu.

"Apa yang perlu dikhawatirkan? Masa depan mereka akan cerah, percayalah!" kata Cangse mengerti akan kekhawatiran Lan Qiren yang masih berpikir lurus dan kolot itu.

Walaupun, dia sudah berani dan belajar menggoda dan merayu, jauh di dalam sana Qiren masih berpikiran kolot dan kuno. Tetapi, bukan salahnya jika dia berpikir seperti itu.

Innocent Love || Wangxian [Tamat]Where stories live. Discover now