Miss You Mom

1.3K 177 7
                                    

Malam harinya, di dermaga teratai, Wei Ying samar-samar melihat ibunya berdiri dan tersenyum manis kepadanya.

"Mama hweeeee." Wei Ying menangis mengejar bayangan Cangse, ibunya.

"A-Xian jangan berlari nanti jatuh." Cangse tersenyum dari kejauhan.

"Mama!" teriak Wei Ying yang terus berlari sekuat tenaganya.

Wei Ying terjatuh. Lututnya berdarah. Tapi Wei Ying berdiri dan berlari lagi.

"Mama ... Mama ...," teriaknya terus begitu sampai bayangan itu telah hilang.

Wei Ying menangis sekuat tenaganya. Dia sedih lututnya kini sudah berdarah dan ketika sampai ibunya malah menghilang.

"Mama. Mama." Wei Ying terisak pilu.

Dia membuka makanya dan akhirnya terbangun dari mimpi buruknya, menyadari tak ada ibunya.

Tidak ada senyuman manis itu dan tidak ada bayangannya.

"A-Xian kenapa?" tanya Jiang Cheng yang tidur dia sebelahnya juga terbangun dan menepuk-nepuk punggung Wei Ying.

"A-Cheng ... mama, hweeeee."

Wei Ying menangis dan berlari keluar. Dia berharap menemukan ibunya di sana.

"A-Xian jangan lali lali nanti tatuh." Acheng mengejar Axian berusaha mengusir kantuknya. Matanya masih berat, tetapi dia harus mencari ibunya. Dia yakin kalau ibunya masih ada.

"Mama ... mama," teriak Wei Ying menangis di depan kolam teratai di halaman kediaman Jiang Yunmeng.

Balita itu memegangi kedua lututnya dan menangis tersedu-sedu sambil terus memanggil mamanya, "A Niang, A Niang" begitu terus sampai napasnya memendek dan air matanya sudah membanjiri pipinya yang kecil putih kini sudah kemerahan.

"A-Xian jangan nangis, hm?" Jiang Cheng yang sudah duduk di sebelahnya berusaha untuk membujuknya.

"Mama ... A-Cheng mama."

Napasnya seolah hampir habis tapi pilunya belum selesai. Tangisnya semakin pecah dan berkejaran dengan nafas yang membuat dada sesak.

"A-Xian kalau nangis Cheng juga cedih." Acheng kehabisan akal.

Dia tak bisa menghibur orang, bukan keahliannya. Kalo menghina dan memarahi itu lain hal.

"Cheng ... Cheng ... mama. Mama tadi di cini. Hweeeee, A-Cheng. Mama datang tapi ilang."

Wei Ying menjelaskan dan masih terus menangis.

"Ada apa A-Cheng?"

Ternyata tangisan balita itu membangunkan Jiang Fengmian yang tidur di sofa. Kena hukum sama tarantula betina.

Dia keluar untuk memeriksa apa yang terjadi pada kedua anaknya.

"A-Xian nangis. Cedih. Mamanya ilang," Jiang Cheng menjelaskan dengan kekuatan IQ balita 3 tahun yang menahan kantuk. Itu baru pukul 2 pagi.

"A-Xian kenapa?" tanya Jiang Fengmian sembari mengambil Axian ke pelukannya.

Balita itu meringkuk dalam pelukan Jiang Fengmian dan merasakan kehangatan.

Selain tubuhnya hatinya juga menghangat tapi rasa pilunya belum hilang.

"A-Xian lindu mama." Wei Ying masih terisak. Biasalah anak kecil kadang semakin dibela atau diperhatikan makin ingin menumpahkan semua kesedihannya.

"A-Xian. Kau hanya bermimpi. Besok ayah dan ibu akan cari mamamu, oke?" Jiang Fengmian berusaha menenangkan balita itu dari mimpi buruknya.

Dia sendiri sedang khawatir tak mendapatkan jejak Cangse lagi. Hanya mayat suaminya yang ditemukan. Tapi Cangse sebenarnya belum. Hanya dugaan sementara dia sudah meninggal.

Kecelakaan itu memang aneh dan terkesan dimanipulasi.

"A-xian ma-mau ma-ma. " Wei Ying masih terisak.

Aduh pusing juga kalau begini pikir Jiang Fengmian. Jiang Fengmian kehabisan akan untuk menenangkan anak itu selain memeluk dan mengelus kepalanya dengan lembut.

Jiang Cheng juga ikut memeluk Wei Ying agar dia berhenti sedih.

"A-Xian," panggil Jiang Yanli yang juga ikut terbangun.

Ternyata tangisan kecil itu membuat penghuni rumah merasa khawatir.

"Ah ... ini peluk A-Xian," kata Jiang Fengmian berpikir mungkin pelukan perempuan bisa menenangkan balita itu. Dia bisa membayangkan kalau itu ibunya.

"Oh ... oke, sini A-Xian, " kata Yanli merentangkan tangannya dan bersiap mengambil Axian dari pelukan ayahnya.

Tanpa diduga, Madam Yu juga bangun dan sudah berada di sana.

"Aku saja!"

Tarantula betina ternyata bangun dan langsung merampas balita menyedihkan itu dari pelukan suaminya.

Wei Ying meringkuk dalam pelukan ibunya dan masih menangis.

"Bubu ... bu-bu." Axian menepuk bahu perempuan cantik yang dia panggil ibu itu.

"Mn .... kau mimpi buruk?" tanya Madam Yu dan terus memeluk erat balita itu dalam gendongannya dan membersihkan bekas airmatanya.

"Hm," jawab Wei Ying sambil mengangguk.

Matanya sudah bengkak dan wajahnya memerah. Hati Madam Yu sangat tersentuh oleh pemandangan itu.

"Tidak apa-apa, oke? Ibu ada di sini." madam Yu meneteskan air matanya. Dia juga sedih melihat anak sekecil itu sudah tak punya siapa-siapa. Hanya sebatang kara. Sulit dijelaskan, semakin dibayangkan semakin ingin menangis.

Memikirkannya saja sudah membuat dada sesak. Wei Ying memang sungguh malang, dia masih kecil dan harus kehilangan ayah dan ibunya, bahkan hingga saat ini mayat ibunya belum juga ditemukan.

"Bubu ...." Wei Ying masih menangis tapi napasnya mulai tenang.

Ternyata memang benar, pelukan seorang ibu sangat bisa menenangkan. Bukan berarti pelukan ayah tidak berguna, tetapi karena dia memimpikan ibunya, itu adalah hal yang berbeda ketika seorang ibu yang memeluknya.

Seolah mimpinya itu adalah kenyataan.

"Jangan menangis lagi, ya. Besok bubu dan ayah akan cari mama." Madam Yu berusaha tersenyum. Airmatanya tadi sudah sirna dia hapus cepat-cepat.

Dia sangat malu jika ada yang melihatnya menangis. Tidak boleh dibiarkan.

Jiang Fengmian yang melihat itu ikut terharu meski heran istrinya itu bisa begitu lembut.

Sebenarnya madam Yu memang baik cuma tsundere dan suka ngamuk-ngamuk tak jelas sebagai ganti kata manis untuk mengungkapkan rasa kasih sayangnya.

Yanli juga menghapus airmatanya dia bahagia ibunya menyayangi Wei Ying seperti itu.

"Tidur sama bubu, ya," kata Madam Yu menurunkan tubuhnya dan mengangkut anaknya yang satu lagi, Jiang Cheng.

Jiang Cheng sudah sangat mengantuk hanya bisa pasrah. Namun, ketika tubuhnya diangkut dia masih sempat tersenyum sedikit lalu meletakkan kepalanya di pundak madam Yu.

Akhirnya kedua balita itu tidur dalam pelukan madam Yu, ibunya.

"Kau! Tetap di luar!" perintah madam Yu saat Jiang Fengmian berusaha pura-pura gila hendak memasuki kamar mereka.

Dia berharap dengan kejadian barusan, emosi istrinya sudah membaik dan melupakan kesalahannya.

"Ba-baiklah," jawab Jiang Fengmian dengan wajah bodoh dan melongo. Dia merasa ingin sekali menertawakan dirinya dan kejadian yang baru saja dia lihat.

"Ini!" kata Madam Yu melemparkan selimut dan bantal untuk suaminya.

Setelah berucap perempuan itu menutup pintu kamar dan berlalu.

Jiang Fengmian tetap tidur di sofa. Ya, sudahlah pikirnya, pemandangan tadi sudahcukup indah untuk diingat seumur hidup. Jiang Fengmian senyum-senyum sendiri. Kalau ada hantu lewat pasti dikira kalau dia sedang gila.

Marah pada suami, tetapi anak tetap nomor satu. Harap bersabar paman Jiang.

Innocent Love || Wangxian [Tamat]Where stories live. Discover now