Serius Belajar

248 39 0
                                    

Xue Yang menjadi anak nakal persis seperti Wei Ying ketika kecil (sekarang juga masih) dan cerdas seperti Lan Wangji.

Di usianya sekarang, dia sudah bisa membobol pintu dengan jepitan rambut ibunya dan juga mensabotase listrik hingga membuat seisi rumah ketakutan.

Bagaimana bisa rumah kaya raya itu mati listrik? Mereka tidak semiskin itu sampai tidak bisa membayar tagihan, kan?

"Xue Yang!" teriak Lan Qiren memanggil tersangka ke depan mereka.

Xue Yang datang dengan wajah polosnya, seolah dia tidak bersalah sama sekali.

Usianya sekarang sudah tiga tahun lebih.

Kalau hanya melihat wajah manisnya, orang akan mengira dia anak baik dan manis. Akan tetapi, coba saja bermain atau menjadi pengasuhnya beberapa jam, kalian akan tahu bagaimana anak kecil itu mirip monster yang tidak pernah kehabisan daya.

"Iya," jawabnya pelan, tetapi wajahnya masih menolak disalahkan dan kelihatan kalau dia tidak menyesal sama sekali.

Xue Yang menatap Wei Ying dan Lan Wangji dengan wajah memohon diselamatkan.

"Apa? Kau mau minta tolong gegemu? Tidak mau mengakui kesalahanmu?"

Lan Qiren menatapnya dengan wajah tegas dan berharap anak itu tahu kesalahannya.

"Tidak," jawab Xue Yang dengan suara pelan.

Terlalu pelan sehingga kalian akan mengira kalau dia tidak mengucapkan apa pun.

"Xue Yang, kau tahu apa kesalahan yang kau lakukan? Bagaimana kalau kita kebakaran atau terjadi hal lain? Itu sangat berbahaya."

Lan Qiren menjelaskan bahaya yang mungkin terjadi kalau dia melakukannya salah.

"Tapi kan tidak terjadi," jawabnya sambil menggaruk kepalanya.

Dia merasa bersalah pada awalnya, tetapi karena ayahnya menyatakan hal yang berlebihan, dia menjadi ingin membela dirinya.

"Kau!"

Qiren kehabisan kata-kata, sepertinya anak itu memang tidak bisa dilawan. Dia terlalu ... pandai.

Kepandaian yang berubah menjadi kenakalan memang mengerikan. Tidak bisa dilawan.

"Paman, sudahlah. setidaknya, tidak ada masalah. Dia masih kecil," jelas Lan Xichen dengan wajah mencoba menenangkan pamannya yang bisa meledak atau pingsan seketika.

Qiren terdiam.

"Jangan bela terus adikmu. Kami tahu kalian menyayangi dia. Tapi kalau tidak dijelaskan itu salah, dia akan terus seperti ini dan kapan dia akan paham?"

Cangse ikut menjelaskan sedikit. Memang perempuan itu selalu membebaskan anak-anak berbuat apa saja, tetapi kalau berbahaya tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Sebagai ibu, dia ikut resah jika anak-anaknya nakal ke arah yang membahayakan.

"Baiklah, maafkan aku Bibi," ucap Xichen menyadari dirinya salah juga.

Dia hanya kasihan pada Xue Yang.

"Iya, aku mengerti kalian sayang padanya. Tidak perlu merasa bersalah," kaya Cangse menyadari kalau dia membuat Xichen ikut merasa bersalah juga.

"Xue Yang, jangan diulangi, oke?"

Cangse menatap anaknya yang mulai berurai air mata karena sudah merasa terpojok.

"Xue Yang, jawab mama. Kau menangis karena merasa bersalah atau sedih?"

Cangse harus memastikan apa penyebabnya anak itu menangis. Jangan sampai dia hanya menangis karena tidak ada yang membela.

"Xue Yang, salah," kata Xue Yang mengakui dosanya.

"Astaga, jangan menangis," ucap Lan Qiren pelan.

Anaknya yang menangis, tetapi mengapa dia yang merasa sakit?

Jujur saja, dia lebih suka melihat anak itu nakal berlarian atau mencuri mangga daripada menangis dengan wajah menyedihkan seperti itu.

"Biarkan, kau jangan membelanya," ancam Cangse melihat wajah suaminya yang mulai tampak melemah.

Qiren ada jenis bapak-bapak lemah semenjak punya anak sendiri dia tahu kalau menghukum itu memang lebih menyakiti dirinya dibandingkan anaknya.

Dulu juga begitu, tetapi karena Xichen dan Wangji tidak pernah berbuat salah, dia tidak pernah menghukum mereka. Keduanya sangat patuh dan disiplin.

"Balada orang tua mengasuh anak," gumam Xichen pelan.

"Xue Yang," panggil Cangse lagi.

Anak itu terisak semakin kencang dan dia mulai kehabisan napas, sehingga napasnya pendek-pendek.

Tak tahan melihat adiknya seperti itu, Wei Ying langsung memeluknya.

"Jangan menangis, Gege di sini," ucapnya sambil memeluk dan mengelus kepala Xue Yang.

"Gege," teriak Xue Yang berkali-kali dan keduanya berpelukan sangat erat.

"Jangan menangis," pinta Wei Ying.

Cangse dan Qiren mendadak haru melihat keduanya. Anak-anak itu jelas saling menyayangi dan itu hal baik.

"Gege," panggil Xue Yang setelah tangisnya agak reda.

"Jangan nakal yang berbahaya lagi. Lain kali aku akan mengajarkan hal yang menyenangkan. Jangan begitu lagi, kau mengerti?"

Wei Ying mencoba menjelaskan kalau dia memang salah.

"Iya," kata Xue Yang.

Setelah beberapa saat mereka melepaskan pelukannya.

"Gege maaf," ucap Xue Yang pada Wei Ying dan Lan Wangji.

Wangji masih diam sementara Wei Ying mengangguk.

"Meminta maaf pada orang tua," kata Wei Ying.

Xue Yang mengangguk dan dia meminta maaf pada ayah dan ibunya, pada Xichen dan termasuk juga para pelayan yang sempat terkejut karena listrik mendadak paham.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Xue Yang kembali mengadu pada kakaknya.

"Gege," panggilnya lagi.

"Jangan ulangi," kata Wei Ying.

Xue Yang mengangguk dan wajahnya masih pilu.

"Papa," panggilnya dengan suara parau.

Tak tahan mendengar itu, Lan Qiren langsung memeluk dan mengangkatnya dengan erat.

Xue Yang malah semakin menangis dan mengeratkan pelukannya.

Memang anak kecil semakin dibela malah menangis, padahal kalau tidak ada yang membela dia bisa saja kuat dan nakal.

"Dasar lemah, baru saja dipanggil papa langsung loyo," kritik Cangse dengan tertawa keras.

Dia tahu kelemahan Lan Qiren dan anaknya begitu pandai memanfaatkan dengan baik.

"Dasar benar-benar anakku," gumam Cangse dalam hatinya.

Dia benar-benar senang kedua anaknya mirip dirinya. Kadang dia heran mengapa dari dua suaminya, tak ada satupun yang bisa mendominasi gennya.

Apakah gennya benar-benar sekuat dan secanggih itu?

Dia juga bertanya-tanya.

Innocent Love || Wangxian [Tamat]Where stories live. Discover now