Cerita ini berada tepat dibawah perlindungan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia. (UU No. 28 Tahun 2014). Dilarang mengcopy-paste atau memplagiat cerita ini dalam bentuk apapun, baik digital maupun fisik.
⚠️ Cerita ini mengandung kata da...
"Aku tidak pernah menanyakan ini karena aku merasa hal itu bukanlah kapasitasku, tetapi aku tidak bisa lagi menahannya Luna." Elea lalu menatap Lunaby dengan penuh tanya. "Apa... apa ada Kemungkinan, bila pria yang dipanggil oleh kedua putramu dengan panggilan ayah itu... memang ayah biologis mereka?"
...
Lunaby menggantung pertanyaan Elea begitu saja. Setelah Elea menanyakan hal itu, Lunaby meminta wanita itu untuk kembali ke kamar hotelnya. Sebut Lunaby orang terjahat, tetapi pada kenyataannya, Lunaby melakukan itu semua karena Lunaby pun tidak tahu jawaban yang sebenarnya.
Lunaby tidak tahu, apa pria yang Elea temui itu memang ayah dari kedua putranya, atau hanya orang asing yang memang sangat mirip dengan ayah mereka. Ketika Lunaby sudah akan merebahkan kembali tubuhnya di samping tubuh ke dua putranya, ketukan pintu kamar hotelnya membuat Lunaby mengurungkan niat.
Tanpa peduli kimono satinnya yang harusnya ia kenakan, Lunaby berjalan menuju pintu untuk membukanya dengan keyakinan penuh bahwa Elea lah yang baru saja melakukannya.
"Apa ada yang ketinggal—" ucapan Lunaby terhenti, ketika mendapati orang yang berada di depannya saat ini bukanlah Elea, melainkan orang yang sejak awal menjadi orang terakhir yang ingin ia temui.
_____
"Tha,"
"Aku sedang tidak menerima tamu." tindakan Lunaby yang hendak menutup pintu kamarnya tertahan, ketika pria di hadapannya dengan cepat mencegahnya.
Lunaby yang hendak menjawab pria itu berubah menjadi sedikit panik, ketika telinganya mendengar rintihan dari salah satu putranya. Lunaby menatap mohon pria itu, "Please, aku benar-benar tidak bisa malam ini."
Pria itu menggelengkan kepalanya, tidak setuju dengan perkataan Lunaby. Pria itu sudah akan melayangkan kembali permintaannya, apabila telinganya tidak mendengar suara dari dalam kamar tempat Lunaby menginap.
"Tha?" ujar pria itu ke Lunaby.
Lunaby mendorong tubuh pria itu keluar dari kamar untuk menutup pintu, yang sialnya hanya sia-sia karena tenaga pria itu yang jauh lebih besar. "Gerald please, tidak sekarang."
Gerald Gallagher, pria yang sedari tadi berusaha untuk mengajak Lunaby berbicara menatap Lunaby dengan tegas. "Let me see them, Tha."
"They're not yours." balas Lunaby dengan tegas.
"They're mine." jawab Gerald tidak mau kalah. "Tha mereka milikku, bukan?"
Lunaby menggeleng kencang seiring dengan suara langkah kaki kecil yang mendekat. "Mereka milikku. Sekarang kamu pergi."
"Tha, mereka—"
"Mama?"
Kebodohan Lunaby pun terjadi ketika wanita itu menoleh untuk melihat ke arah putranya, yang langsung dimanfaatkan oleh Gerald untuk membuka lebar pintu kamar hotel tersebut, dan menahan daun pintunya agar tidak kembali tertutup.
Lunaby menoleh panik, dan ketika akan menghalangi tubuh putranya dari pria itu, putranya yang sudah melihat keberadaan Gerald lebih dulu berlari ke arah pria itu. "Papa!"
Berbeda dengan pertemuan mereka di toko mainan tadi, kini Gerald dengan senyum lebarnya menerima panggilan itu dan senantiasa membawa tubuh kecil anak itu ke dalam gendongannya. "Halo, kita bertemu lagi."
Dengan mata yang masih sembab dan suara yang masih terisak, anak kecil itu tersenyum. "Papa ingat aku?"
Gerald mengangguk bohong. Karena sejujurnya pria itu masih belum bisa membedakan kedua anak kecil tersebut. "Bar—"
"Benji,"
Benjamin menengok menatap ibunya, "Mama, ada Papa!"
Lunaby tersenyum tipis. "Kembali tidur ya? Badan kamu masih demam."
Benjamin menggeleng, dan kembali menatap Gerald. "Aku siapa, Papa?"
Gerald mengelus puncak kepala Benjamin, "Benji badan kamu demam."
"Benji rindu—"
"Papa!"
Teriakan dari Barend yang baru bangun membuat mereka menoleh ke arah anak kecil itu, berbeda dengan Benjamin yang mendengkus kesal, Gerald justru dengan mudahnya membawa tubuh Barend ikut ke dalam gendongannya.
"Kenapa bangun?"
Barend menatap ibunya tidak suka, "Mama kenapa tidak membangunkan Barend?"
"Kamu masih tidur."
"Barend juga ingin main dengan Papa." balas Barend yang kini ikut memeluk leher Gerald.
Gerald tersenyum dan hanya bisa mengikuti permainan kedua anak kecil itu. Begitupula dengan Lunaby, yang tidak bisa menghancurkan kebahagiaan yang terpancarkan dari wajah kedua putranya yang selama ini tidak pernah Lunaby ketahui ada.
Lunaby membalikkan tubuhnya dan menuju ke arah sofa, ketika merasa air matanya mulai turun. Wanita itu tidak bisa menangis, tidak ketika kedua putranya sedang berada di titik bahagia mereka.
"Papa..."
"Ya?"
Degupan di dalam diri Lunaby pun kian mengencang, ketika dia mendengar jawaban dari pria itu atas panggilan dari putranya.
"Ada apa, Benji?"
"Papa tidak akan pergi lagi kan?"
Dan untuk pertanyaan terakhir yang ditanyakan oleh Benjamin, Lunaby pun menunggu jawaban yang sama, sama seperti apa yang kedua putranya lakukan.
___________________ 500 votes langsung up
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.