Delapan Belas

Mulai dari awal
                                    

***

Kerumunan di depan mading sekolah sedikit membuat Jevan penasaran. Pasalnya, mading sekolah akan ramai di saat-saat tertentu, misalnya juara umum SMA Cendrawasih, informasi mengenai lomba atau olimpiade, promosi dari sebuah universitas, dan sebagainya. Namun, kali ini tampak berbeda. Ia dapat menangkap ekspresi terkejut dari semua orang yang telah melihat isi mading tersebut.

Bugh!

Jevan meringis pelan tatkala sebuah pukulan keras mendarat di bahunya. Ia menoleh dan mendapati Louren tengah tersenyum lebar layaknya tidak melakukan apapun. Tidak tahu saja, pukulan gadis itu tidak main-main sakitnya. Sepertinya Louren sudah terlatih menjadi tukang pukul.

"Hai, cogannya Oren. Sakit, ya?" ledeknya. "Sorry, tadi gue nggak ngajak ke kantin bareng."

"Nggak masalah, Louren."

Mata gadis itu menyipit tatkala melihat luka di sudut bibir Jevan. "Lo habis ngapain? Kenapa sudut bibir lo luka? Sejak kapan ada luka? Apa gue baru sadar sekarang?"

"Hanya luka biasa, nggak sengaja terkena benda tumpul."

Louren tahu bahwa Jevan tidak pandai berbohong, mungkin temannya itu belum siap bercerita. Lebih baik ia mengangguk mengiyakan saja."ngomong-ngomong, itu ada apa? Antre minyak goreng harga subsidi?"

Menghela napas pelan. "Saya juga baru datang, Louren."

"Lo nggak akan mau desak-desakan. Diam di sini dan jangan beranjak."

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Louren segera berlari membelah kerumunan dengan tenaga yang ia punya. Bahkan, Jevan dibuat takjub dengan tekad dan kekuatan gadis itu ketika menginginkan sesuatu. Menurutnya, informasi di mading tidak akan hilang dalam kurun waktu dua puluh empat jam. Bahkan, saat pulang sekolah nanti informasi tersebut dapat dilihat daripada harus berkerumun seperti sekarang.

Tak berselang lama, Louren dengan tergopoh menghampiri Jevan. "Lo tahu? Huh, napas gue belum teratur."

Lelaki itu menggeleng pelan. "Nggak."

"Gue belum selesai ngomong, pintar." Louren berdecih pelan. "Si kudanil melakukan pelecehan seksual. Dia melakukan pemerkosaan terhadap siswi SMA Merdeka."

Tatapan bingung tergambar jelas di wajah Jevan. Sungguh, ia tidak mengerti dengan perkataan Louren. "Kuda nil lepas dari kebun binatang? Bukankah perkawinan hewan sudah biasa? Apa yang dipermasalahkan? Atau karena telah terjadi perkawinan silang?"

"Mabok lo ye, Jev. Makin ngelantur ngomongnya," ujar Louren kesal. "Informasi di mading itu tentang Daniel, teman sekelas kita, salah satu pengikut sekte sesatnya Ozi. Dia memperkosa siswi dari SMA Merdeka, paham?"

Kedua alis Jevan menukik seakan mengatakan bahwa ia kurang mempercayai berita tersebut. Meskipun benar adanya, tidak mungkin pihak sekolah memberitakan di mading. Terlebih Daniel adalah salah satu putra dari donatur terbesar di SMA Cendrawasih, terlihat mustahil jika seseorang berani membuat masalah kepadanya.

"Louren, lebih baik kita kembali ke kelas. Berita itu mungkin hanyalah kerjaan orang yang ingin menjatuhkan reputasi Daniel dan keluarganya." Jevan menarik lembut tangan Louren. Bukan karena lancang, ia hanya berjaga jika Louren akan berubah menjadi reog dan berbuat kerusuhan.

"Tapi..."

"Kita nggak bisa berspekulasi dan menghakimi sendiri atas apa yang orang lain perbuat, Louren. Diam lebih baik daripada harus membahas sesuatu yang tidak perlu," potong Jevan terus berjalan seraya melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Louren.

JevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang