Chapter 22. Kapasitas Otak Biyu

64 15 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~ Nara, maafin gue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~ Nara, maafin gue. Gue nggak ngerti maksud lo apa ? ~

~ Apa yang perlu di sesali dari cowok cupu kayak lo, Kak Leon? Lo bahkan tak se-berharga kucing bulu sapi yang menjijikkan di hidup gue ~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~ Apa yang perlu di sesali dari cowok cupu kayak lo, Kak Leon? Lo bahkan tak se-berharga kucing bulu sapi yang menjijikkan di hidup gue ~





Siapa yang tak kesal melihat adiknya di bully satu angkatan? Siapa yang tak sakit hati melihat saudaranya terlihat begitu mengenaskan karena diperlakukan seperti itu. Nara menyadari, mungkin ini yang dirasakan Rayan tempo hari saat dia di bully oleh Sheril. Dan Nara juga sedang merasakan sakit hati sekarang. Meski dia membenci Rayan, tapi hati rupanya tak bisa di bohongi. Apalagi rupanya ini menyangkut Leon. Tentu saja Nara benar-benar marah sekarang ini.

Sesaat setelah dia selesai membelikan baju seragam baru pada Rayan dan memintanya untuk membersihkan dirinya di kamar mandi, Nara memutuskan untuk meninggalkan Rayan yang sudah di temani Biyu dan Jemmy. Dan saat ini, Nara berjalan menyusuri lorong area kelas dua  belas. Beruntung, pagi ini guru sedang mengadakan rapat, untuk itu semua kelas sedang jam kosong sekarang.

Untuk itu, dengan membawa sebungkus tepung di tangan kanannya dan juga air mineral di tangan kirinya, dia berjalan melewati semua pasang mata kakak kelasnya yang menatapnya heran.

Tapi Nara tak peduli, dia terus berjalan dengan amarah yang menggebu dari dalam hatinya. Dia terus berjalan hingga netra nya melihat Leon yang tengah berdiri di depan kelasnya dan bercanda dengan Keyra. Nafasnya semakin memburu hebat melihat tawa dari cowok itu. Dengan rahang yang dia katupkan erat, dia semakin mempertegas langkahnya, mengabaikan para kakak kelasnya yang menatapnya tak suka.

Smeraldo [End]Where stories live. Discover now