Chapter 4. Rayan Dewa Aksara

72 13 4
                                    

Pagi telah menyapa, sejuknya suasana pedesaan begitu terasa. Tetes-tetes embun terlihat mulai jatuh dari ujung dedaunan. Subuh telah berlalu, digantikan dengan hangat matahari yang mulai muncul dari balik pegunungan. Disana, nampak Indra tengah berdiri menikmati pagi. Ah, lebih tepatnya menikmati pemandangan anak-anak panti yang sedang bersiap-siap untuk sekolah.

Kadang senyum tersungging di bibirnya melihat bagaimana anak-anak yang rata-rata duduk di bangku SD dan TK itu saling berebut untuk meminta dipakaikan dasi ataupun sepatu pada sang pengasuh juga kepada salah satu anak yang paling dewasa disana. Dia adalah satu-satunya anak panti yang menggunakan seragam SMA.

"Kak Rayan, pakaikan dasi punya Icha!"

"Kak Rayan, pakaikan sepatu punya Tata dulu. Icha mah belakangan aja!"

"Kak Rayan, Vian dulu, Kak!"

"Kak Rayan!"

"Kak Rayan!"

Dan riuh itu semakin terdengar. Namun, anak berseragam SMA itu tak kewalahan sama sekali, malah terlihat senang meladeni mereka. Dan itu membuat Indra tersenyum melihatnya.

"Dari pada prengas-prenges disitu, mbok ya di bantuin! Jangan kentara banget kalau Om itu mau nyulik disini!" sarkas anak itu yang membuat Indra melongo.

"Yang mau nyulik itu siapa? Orang tujuan Papi itu mau bawa kamu pulang kok," jawab Indra tanpa beranjak dari posisinya. Hanya bersandar pada tiang yang ada di teras panti asuhan.

"Ya itu namanya nyulik! Orang Rayan sudah bilang gak mau di adopsi kok."

Indra menghela nafasnya dalam. "Yang mau adopsi kamu siapa? Papi cuma mau ajak kamu pulang, bukan adopsi! Ini Papi kamu sendiri, Rayan!"

"Dahlah, Om tuh cuma ngaku-ngaku, orang Rayan yatim piatu dari kecil. Ngaku aja kalau mau nyulik Rayan!"

Indra mengacak rambutnya frustasi. Anak bergigi kelinci di depannya ini sudah sedari lama dia bujuk. Namun, kehadirannya di panti asuhan selalu di anggap sebagai penculik oleh anak itu. Terlihat anak itu meliriknya dengan tajam sembari memakaikan dasi pada salah satu anak perempuan yang sepertinya masih duduk di bangku SD.

"Kamu tuh gak yatim piatu, Ray. Ya... cuma piatu aja sih, ini Papi. Papi kamu!"

"Kalau gak yatim piatu, kenapa Rayan ada di panti sejak bayi? Udahlah Om, Rayan ini memang imut, ya tapi bukan berarti Om bisa menculik Rayan dengan pura-pura sebagai Papinya Rayan. Om pasti kesepian ya dirumah, karena gak ada istri?" Anak itu menatap Indra dengan tatapan menyelidik dengan mata bambi nya itu. Membuat Indra mati-matian menahan gemas.

"Iya, Papi cuma tinggal sama Kakak kamu, makanya kesepian!"

"Nah!" seru Rayan yang membuat semua orang berjingkat kaget, "kan bener apa kata Rayan? Om ini kesepian terus nyari anak yang bisa Om sodomi pasti! Ih sory Om, Rayan masih suka menusuk dari pada ditusuk!"

Plak...

Rayan sontak membungkam mulutnya saat pengasuh memukul mulutnya menggunakan tangannya. Walau pelan, tapi tetap saja rasanya sakit. "Rayan! Mulutnya kebiasaan! Ada adek-adek kamu disini!"

Terlihat Rayan membentuk jarinya menjadi huruf V dan tersenyum kikuk menatap pengasuh berhijab itu. "Maaf, Bunda! Habis Si Om ini ngeselin banget! Dari kemarin gak pulang-pulang! Mana setiap Minggu dia mulu lagi yang datang! Mana ngaku-ngaku jadi Papinya Rayan lagi, Rayan kan gak punya Papi, Bun!"

Nama lengkapnya Rayan Dewa Aksara. Penghuni panti asuhan terlama dan tertua. Rayan adalah satu-satunya penghuni panti yang berstatus anak SMA. Padahal anak lainnya adalah murid TK dan murid SD. Iya, tahun ini Rayan baru saja memasuki sekolah menengah atas.

Smeraldo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang