Chapter 7. Kejutan Untuk Nara

58 14 1
                                    

Sore itu angin berhembus lirih. Menerbangkan dedaunan yang mulai kering. Semburat jingga nampak mulai terlukis di ujung barat sana. Cowok manis bergigi kelinci itu masih asyik duduk menangkring di atas pohon jambu yang ada di tengah sawah yang tak jauh dari panti asuhan tempatnya tinggal. Menikmati permen lollipop yang entah sudah beberapa biji dia makan.

Cowok itu adalah Rayan. Dia melarikan diri dari panti. Dia menghabiskan hari minggunya dengan menikmati permen lollipop di atas pohon. Iya, Rayan sudah sedari pagi disana. Jika ditanya apa Rayan tak haus dan tak lapar, jawabannya tidak, karena sudah satu  pack permen lolipop yang dia makan.

Dia jengkel saat mengetahui ada Indra yang datang lagi ke panti dan terus mencarinya. Sejatinya dia percaya bahwa Indra memanglah ayahnya, namun Rayan terlalu enggan untuk pergi dari panti. Rayan memanglah hanya seorang anak yang beranjak remaja, namun tidakkah mereka tahu bahwa Rayan juga punya perasaan kecewa. Kecewa, karena mereka meninggalkannya sewaktu bayi dan mencarinya ketika dia sudah beranjak remaja dan mulai nyaman dengan kehidupannya selama ini.

Untuk itulah, Rayan ingin menenangkan diri di tempat favoritnya, yaitu di atas pohon jambu yang berada di tengah sawah.

"Kok gue mulai bosen, ya!" gumamnya sembari membuang permen yang terakhir dia makan, karena rasanya sekarang mulutnya terasa pegal. "Om-om tukang sodomi udah pulang belum ya?"

"Itu mulut ngatain Papinya mulu, gak takut kena adzab apa?"

Rayan yang tersentak karena suara seseorang dari belakangnya sontak terjatuh dari atas pohon jambu dengan posisi terduduk, membuat pantat kesayangannya mencium tanah dengan sangat tidak etis nya.

Duagh...

"Aduh bokong gue, siapa sih ngagetin aj...a." Rayan yang hendak protes kini menghentikan ucapannya manakala melihat Indra tengah duduk manis di bok yang ada di atas kali sembari bersedekap.

"Nah, itu termasuk kualat sama Papi," ucap Indra sembari tersenyum memperhatikan Rayan yang meringis sembari memegangi bokongnya. Untung saja pohon jambu itu tak terlalu tinggi, namun tetap saja itu sangat menyakitkan bagi bokong Rayan.

"Om sejak kapan disitu? Aish, gara-gara Om, Rayan jadi jatuh!" seru Rayan dengan tetap memegangi bokongnya.

Indra tersenyum, sebenarnya dia sedari tadi ada di belakang Rayan. Memperhatikan Rayan yang berdiam sembari memakan permennya dan menikmati matahari senja. Sejatinya dia mencari Rayan sedari pagi, namun Indra bertemu dengan teman Rayan yang berasal dari kampung ini dan memberitahunya bahwa Rayan selalu nangkring di pohon jambu jika hatinya sedih.

"Sejak kamu makan lima permen terakhir," jawab Indra sembari berjalan mendekat ke arah Rayan yang masih asyik selonjoran di bawah pohon jambu.

Rayan melongo mendengar itu.  Berarti sudah sedari satu jam pria itu ada di belakangnya. Ternyata segencar itu, Indra membujuk dirinya. "Om gak ada pekerjaan lain gitu selain ngintilin Rayan?"

"Gak ada, ini hari minggu. Pokoknya bisa gak bisa, Papi mau bawa kamu pulang hari ini juga!" tegas Indra.

"Dih maksa! Orang Rayannya gak mau," jawab Rayan sembari meringis, karena demi apapun pantatnya sangat sakit.

Indra menghela nafas dan ikut duduk bersila di samping Rayan. Merangkul Rayan dan mendekap anak itu. "Apa kalau di peluk begini hati kamu gak menghangat?"

Rayan menggelengkan kepalanya sembari mencebik. Indra mengusap rambut hitam milik Rayan dan menatap mata bambi anak itu. "Kalau diusap begini, apa hati kamu tetap gak ngerasa kalau Papi ini Papi kamu?"

Rayan merotasikan matanya jengah, mendorong pelan Indra untuk melepaskan diri dari dekapan pria itu. "Om pikir ini sinetron apa? Rayan gak punya ilmu telepati, sory!"

Smeraldo [End]Onde histórias criam vida. Descubra agora