BAGIAN 64

2.5K 298 42
                                    

Amanda terbangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi wajahnya. "Sayaang.. ada apa? Apa kau bermimpi buruk?" Tanya Arya yang terkejut melihat istrinya.

"Ka..kamu udah pulang?" Tanyanya langsung memeluk suaminya. Arya terlihat bingung dengan sikap Amanda. "Iya aku baru saja pulang. Kau kenapa?"

"Aku takut. Aku bermimpi buruk." Ujarnya manja.

Pria itu tersenyum. "Tidak apa-apa. Mimpi itu bunga tidur. Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan air untukmu." Lalu melepaskan pelukan istrinya. Tangan Amanda tak sengaja menyentuh jas suaminya dan membekas darah disana. Wanita itu terkejut.

"Sa..sayang darah siapa ini?"

Arya menoleh dan melihat noda merah ditangan istrinya itu. Pria itu sedikit gugup kemudian tenang. "Darah Fatah." Jawabnya terus terang. "Apa??"

Amanda memandang suaminya serius. "Aku sudah berjanji tak akan pernah lagi menyembunyikan apapun darimu. Iya, itu darah Fatah. Dia sudah mati." Arya memberikan segelas air pada Amanda namun wanita itu menepisnya.

"Untuk menepati janjimu kamu sudah melanggar janjimu yang lain."

"Tidak. Aku tidak pernah melanggar janjiku padamu. Bukan aku yang membunuhnya. Tapi Friska, adiknya sendiri." Ujar Arya sambil mengelus lembut puncak kepala istirnya. "Friska? Bagaimana adiknya bisa membunuhnya?" Tanya Amanda penasaran.

Flashback On.

"Baiklah aku akan mengajarimu." Ujar Arya lalu memberikan senjata apinya dan siap untuk menembak Fatah yang ada dihadapannya. Friska menitikkan air mata. "Heeyyy jangan menangis. Kau kan hanya belajar menembak. Bukan sesuatu yang menakutkan." Kata Arya lagi.

Willy tertawa. "Biar aku saja." Ujarnya. Willy mengambil posisi Arya berdiri di belakang Friska dan siap untuk menembak Fatah.

"Hera jangan lakukaaaaann.. kakak mohon padamu. Heraaaaa...." ucap Fatah.

Lalu..

Ddaaaaaaaaaarrrrr

Aaarrrrggghhhh

"TIDAAAAAAAAKKKKKKKKKK..."

Ddaaaaaaaaaaarrrr

Tembakan demi tembakan dibidikkan pada Fatah secara beruntun oleh Friska. Gadis itu menitikkan air matanya sambil melihat darah yang mencurat dari tubuh kakaknya. "Sakit hatiku karena perlakuan ibumu dan ayah sudah mendarah daging dalam hatiku. Ini adalah saat yang tepat untuk aku membalaskan sakit hati ibuku atas semuanya. Selamat tinggal kakak." Ujar Friska di dalam isak tangisnya.

Arya dan Willy saling berpandangan. Keduanya tak menyangka jika Friska akan berbuat sejauh itu. Friska mendekat pada Arya.

"Tuan, terimakasih sudah memberiku kesempatan ini. Sekarang terserah dirimu kau akan membunuhku ataupun tidak itu tak akan ada bedanya bagiku."

Arya terdiam sesaat. "Membunuh wanita bukanlah prinsipku. Kau aku bebaskan." Mendengar itu gurat senyum di wajah Friska tak bisa disembunyikan. "Benarkah? Terimakasih Tuan." Ujarnya tersenyum.

"Tapi dengan satu syarat." Willy menambahkan. "Bekerjalah pada kami. Jika kau tak menerimanya, maka minumlah air ini dan susul saudaramu ke alam baka." Arya hanya terdiam sambil menatap Willy sesaat lalu tersenyum. "Baiklah, aku pergi. Dia menjadi tanggung jawabmu sekarang." Ujar pria itu lalu berlalu diikuti oleh seluruh anak buahnya.

Flashback Off.

Amanda mendengarkan dengan baik. "Sepertinya Willy ingin menggoda Friska. Apa dia ada perasaan yang seperti itu pada gadis itu sayaang?" Tanya Amanda penasaran. Arya hanya mengangkat bahunya, mungkin saja yang dikatakan Amanda benar. Batinnya.

INTERNAL LOVEWhere stories live. Discover now