Sweet 25 | Bagian 40

Mulai dari awal
                                    

Tak kuat hati berada sedekat ini dengan mantan akhirnya Tata memutuskan untuk memejamkan matanya. Hanya inilah yang bisa ia lakukan. Mundur bukan pilihan yang tepat karena Lave menahan tubuhnya dengan kuat. Kabur? Mana bisa! Gerak saja susah. Menahan napas juga hanya akan membuat dadanya sesak. Jadi, hanya memejamkan matalah yang dapat ia pilih.

“Impossible!” Bisik Lave tepat di depan bibir Tata. Setelah berbisik dia langsung menjauhkan tubuhnya dari Tata dan kembali duduk di sofa tempatnya duduk tadi.

Tata sendiri masih memejamkan matanya. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Apa Lave menciumnya? Jika iya, kenapa hanya hembusan napasnya saja yang terasa? Kenapa tidak ada lumatan? Apa Lave hanya menciumnya sekilas? Atau menciumnya dengan sangat lembut sampai-sampai tidak terasa apapun?

Tata mulai tersadar ketika mendengar suara tawa. Dia mulai membuka matanya dan mengerjap-ngerjapkannya. Ketika penglihatannya sudah kembali, hal pertama yang dia lihat adalah Lave yang sedang terkikik geli.

“Mikir apa hayo?...” Godanya.

Tata tersenyum kikuk. Ia tidak berani menjawab.

'Sial, gue malu banget. Lagian otak ngapain juga mikir kaya gitu, hah? Jantung juga kenapa detaknya keras banget? Terus mantan juga! Kenapa sialan banget?!' Runtuk Tata dalam hati.

“Ekhem,” Tata berdehem untuk menetralkan detak jantung dan raut wajahnya.

“Gue pulang dulu.” Tanpa menunggu persetujuan dan Lave Tata langsung bergegas keluar dari ruangan Lave. Dia sudah kepalang malu dengan Sang mantan.

Wait ... Princess!

Tak memedulikan panggilan Lave, Tata terus berjalan dengan cepat. “Aduh ... Malu banget gue ya ampun. Pengin tenggelam ke kolam susu aja rasanya,” ujar lirih.

“Dia nggak ngejar kan?” Monolog Tata. Sesekali dia menengok ke belakang. Memastikan Lave mengejarnya atau tidak.

Fyiuuhh ... Syukurlah.” Tata merasa sangat berayukur dan lega disaat yang bersamaan setelah sampai di area parkir luar Arkiell Corporation. Dia benar-benar merasa seperti mendapatkan udara bebas karena Lave tidak mengejarnya.

“Oh shit mobil gue!” Tata mengacak rambutnya kasar. Ia baru ingat jika tadi mobilnya. “Dasar bodoh! Bodoh! Bodoh! Bisa-bisanya gue lupa.” Tata memukuli kepalanya dengan brutal.

“TATA YOU'RE SO STUPID!” Teriak Tata pada dirinya sendiri.

Tata semakin merasa frustasi ketika mengetahui fakta jika ponselnya mati total. Jika seperti ini, mau pulang naik apa dia? Tidak bisa meminta tolong orang rumahnya untuk menjemput. Tidak bisa juga memesan kendaraan online. Harus bagaimana dia sekarang? Masa minta tolong mantan? Kan nggak mungkin.

“Naik.”

Tata mendongak ketika sebuah mobil berhenti tepat di depannya yang sedang berjongkok. Terpampanglah sebuah mobil Range Rover berwarna putih.

Meskipun sudah mengetahui jika ada mobil yang berhenti tepat di depannya, Tata tetap enggan untuk bergeser, berdiri ataupun berpindah.

“Naik, Princess!” Terdengar lagi suara yang menyuruhnya untuk naik. Namun, Tata masih tetap enggan. Terlebih lagi pemilik suara tersebut adalah mantannya.

“Udah mau maghrib loh,” bujuk Lave yang tetap diacuhkan Tata.

Merasa diacuhkan, Lave akhirnya membuka pintu dan keluar menghampiri Tata. Sedari tadi dia memang berbicara melalui jendela mobil yang terbuka.

Tak kehabisan ide Lave mulai mencoba menakut-nakuti Tata. “Katanya kalau maghrib suka ada wewe gombel loh,” ujarnya.

“Jangan aneh-aneh deh!” Protes Tata. Dia memang setakut itu dengan hantu.

“Serius. Ada pocong juga yang suka nunggu di gerbang,” balas Lave dengan nada dramatis. Biar kesan horornya semakin terasa katanya.

Dengan cepat Tata berdiri dan masuk ke dalam mobil Lave. “Ayo pulang!”

Lave terkekeh melihat tingkah Tata. Segitu takutnya Tata dengan hantu. Tapi, bagaimanapun juga dia harus berterimakasih pada wewe gombel dan pocong. Karena berkat mereka, Tata jadi mau pulang dengannya.

“IH CEPETAN! LELET DEH!” Teriak Tata. Kepalanya menyumbul dari jendela mobil.

Dengan cepat Lave berjalan ke sisi lain mobilnya.

“Iih ... Cepetan!” Perintah Tata.

“Sabar dong, Princess,” balas Lave dengan tangan yang sibuk mengaitkan pengait seatbealt.

“Mau langsung pulang?” Tanya Lave ketika mobil sudah mulai berjalan.

“Iyalah. Emang mau kemana lagi!” Jawab Tata jutek. Sudah kembali ke mode macan dia.

Selanjutnya hanya diisi keheningan. Baik dari Tata maupun Lave tidak ada yang berniat membuka pembicaraan satupun. Hingga akhirnya di tengah perjalanan mulai terdengar rintik hujan menghujami atap mobil. Kian lama suaranya kian mengeras.

“Eeh, hujan?” Monolog Tata.

“Mau neduh dulu?” Tanya Lave.

“Ngapain neduh? Kan pakai mobil,” jawab Tata bingung.

“Ah, iya.” Lave tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sial! Dirinya benar-benar malu. Berada disatu mobil yang sama dan duduk bersebelahan dengan Tata memang sangat tidak baik untuk jantung dan konsentrasinya. Padahal tadi dia sempat mencium Tata, tapi anehnya groginya tidak sebesar sekarang. Rasa groginya sekarang seperti naik berjuta-juta kali lipat.

“Gimana sih!”

Selanjutnya hanya suara rintik air yang terdengar. Lagi-lagi mereka berdua kembali diam dan menciptakan keheningan.

“Ya ampun tambah deras,” gumam Tata saat mendengar suara rintik hujan yang semakin keras dan juga saat melihat banyaknya titik air di kaca depan mobil Lave.

Tata menghela napas lega. 'Untung aja pulang bareng mantan,' gumamnya dalam hati.

'Eeh, maksudnya kalau pulang sendiri naik ojek kan pasti kehujanan,' ralatnya dalam hati pula.

Padahal kenyataannya, seorang Arsyinta Xabira Ananta tidak mungkin naik ojek meskipun di saat-saat terdesak sekalipun.

***

Tbc–

Emang kalo deket-deket mantan atau gebetan suka mendadak stupid. Kadang-kadang juga jadi lola kaya sinyal 3G.

Sweet 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang