59. SUATU KEJADIAN

2.6K 419 52
                                    

Woiii kangen apa enggak sama Alana?

Ada yang minta happy ending, ada yang minta sad ending. Gimana ya? Nanti author pilih paling banyak deh suara yang dukung endingnya.

Sebelum baca, vote dulu lebih baik. 😅
Tandai typo oke 👌

Langsung aja happy reading... 🙌

.A. L. A. N. A.

Jari-jemari lentiknya terus mencengkeram ujung jembatan kuat-kuat. Cairan bening di matanya sudah tidak lagi keluar. Namun, suara cegukan akibat tangisannya terus berbunyi keras. Pening di kepalanya saling menghantam bersamaan dengan organ paru-parunya yang mulai menyempit. Alana berdiri menatap air deras yang mengalir di sungai bawah jembatan besar ini.

"Sudah cukup kamu hanguskan keluarga saya! Aluna meninggal karena ulahmu, sekarang suami saya juga pergi karena kecerobohanmu. Apa kamu juga akan membuat saya mati hah?!"

Alana memejamkan matanya, kalimat-kalimat ganas yang terlontar dari mulut Mamanya terus saja berkeliaran di kepala.

"Kalo malam itu kamu gak bunuh ibu aku, pasti kamu gak akan kayak gini."

"Dia yang udah bunuh nyokap gue!"

"Gue liat sendiri pake mata kepala gue!"

Mata Alana terbuka lebar kala suara Raffa dan Genta hadir secara tiba-tiba di memorinya saat ia berada di Jatiwarna. Raffa menuduh Alana sebagai pembunuh Ibunya, dan Genta yang menyaksikannya sendiri. Dissa juga menyalahkan Alana sebagai penyebab kematian Aluna, karena kecerobohannya menjaga Aluna yang membuat Thakur marah dan pergi, Dissa juga menyalahkan Alana atas kematian Thakur.

"Gue pembunuh ya?" Tanya Alana miris pada diri sendiri.

Sebenarnya siapa yang memprovokatori konspirasi ini. Kenapa dirinya yang menjadi korban tuduhan konyol seperti ini. Alana sedang berdiri sendiri, tidak ada siapapun yang bisa ia percaya sebagai sandaran. Semua manusia terlalu kejam baginya, tidak ada yang bisa dipercaya lagi selain diri sendiri.

"Kenapa gue gak dibunuh aja sih? Lebih baik mati dari pada disangka pembunuh."

Hatinya dihantui rasa bersalah pada Aluna dan Thakur. Permohonan maaf pada kedua orang itu yang belum sempat terbalas. Hingga meninggalnya pun Alana tidak bisa menatap mata mereka.

Teman-temannya telah mengucilkannya. Mengatakan dengan sembarang kalau dirinya adalah jalang. Siapa yang tidak sakit dengan perlakuan seperti itu, Alana juga manusia yang memiliki hati sebagai penyimpan empedu yang penuh rasa. Perasaannya akan merangsang suatu keadaan sekitar. Mamanya sudah lagi tidak menerima kehadiran seorang Alana. Jadi, untuk apa hidupnya berlanjut. Untuk apa Alana terus membuka mata jika tidak ada tujuan?

"Kalo gue mati, gue bakalan bisa minta maaf sama Aluna sama Papa di sana. Iya kan?"

Dengan perasaan kalut, perlahan kaki Alana beranjak naik ke tepian jembatan. Angin malam yang berhembusan menyapu wajah pucatnya seakan-akan ikut mendukungnya mendorong tubuh Alana agar jatuh bersamaan aliran air deras sungai ini.

"Saya itu Sayang Alana."

"Temen-temen jadi pada benci sama saya, Yan."

"Itu yang gue mau."

"Alana, gue gak pernah suka sama lo."

"Karena gue kasihan sama lo!"

Ayyan, yang sangat ia percayai akan menjadi sosok pelindung baginya dari Raffa, justru malah cowok itu yang menjadi sebab rapuhnya seorang Alana. "Susah banget dapet maaf dari orang lain...." Batin Alana.

Al La Na [END] ✔Where stories live. Discover now