46 - Fakta Kedua

319 14 0
                                    

Malam ini, Gevan dan Lola duduk di teras rumah Gevan. Sedari tadi mereka bercanda ria bersama anak-anaknya.

"Papah, mamah, lihat deh, bulannya terang banget" ucap Theo sambil menunjuk bulan yang ada di atas langit.

Pandangan Gevan mengikuti arah tunjuk Theo. "Iya yah, terang banget" Gevan melirik ke arah Lola yang sedang menatap bulan. "Cantik lagi,"

Lola menoleh ke arah Gevan yang sudah membuang muka. "Lola tidurin Thea dulu ya" ucap Lola lalu pergi sambil menggendong Thea yang sudah tertidur.

Gevan mengangkat tubuh Theo ke gendongannya. "Waktunya tidur"

Gevan berjalan memasuki rumah, ia menaiki anak tangga untuk menuju kamar Theo. Gevan menidurkan Theo di atas kasurnya. "Tidur yang nyenyak ya" ucapnya lalu mengecup kening Theo.

Gevan mematikan lampu kamar Theo, ia berjalan keluar kamar. Gevan menuruni anak tangga menuju teras rumahnya.

"Gevan" panggil Firman.

Gevan menoleh. "Iya ayah?"

"Anak-anak sudah tidur?" tanya Firman.

"Sudah ayah," sahut Gevan.

Firman memiringkan kepalanya sedikit untuk melirik ke arah Lola yang berada di teras rumahnya. "Lola mau pulang atau mau nginep?"

Gevan menggeleng kecil. "Gak tau, nanti Gevan tanya sama Lola"

Firman mengangguk. "Ya sudah, ayah mau lanjut tidur lagi" ucap Firman lalu pergi berjalan meninggalkan Gevan.

"Tidur di dapur, yah?" tanya Gevan sambil melihat Firman yang berjalan ke arah dapur.

"Haus" sahut Firman tanpa menoleh ke arah Gevan.

Gevan membalikan badannya, ia berjalan menghampiri Lola yang sedang duduk di teras depan rumahnya.

Gevan duduk di samping Lola, pandangannya menatap ke arah lain.

Lola melirik sekilas ke arah Gevan, ia mengusap kedua pundaknya dengan tangannya sendiri. "Dingin ya"

"Gak usah ngode, ambil sendiri selimut di dalam" ucap Gevan.

Lola berdecak kesal. "Dasar, gak peka" gumam Lola pelan.

Gevan berdehem, pandangannya terus menyapu setiap sudut perkarangan rumah. "Thea udah tidur?"

"Belom, masih berenang" sahut Lola asal.

"Oh" jawab Gevan singkat.

"Udah gitu doang?" tanya Loka kaget.

Gevan mengangguk.

Lola menhela nafas, tak lama sebuah pertanyaan muncul di fikirannya. Lola menoleh ke arah Gevan. "Gevan ... ceritain tentang Theo dan Thea dong"

Gevan menatap Lola. "Theo dan Thea adalah saudara, mereka manusia yang di ciptakan oleh allah"

Lola yang sedari tadi sudah menyimak dengan baik malah kesal saat mendengar penuturan Gevan. "Bukan gitu maksudnya"

Gevan menghela nafas. "Gimana?"

"Kata Gevan, Theo bukan anak kandung Gevan" ucap Lola hati-hati.

Lola tak enak hati saat melihat Gevan yang terdiam mematung tanpa mau menjawab pertanyaannya. "Kalau gak mau di ceritain juga gak apa-apa"

Gevan menatap lurus kedepan. "Theo emang bukan anak kandung gue ... begitupun Thea"

Gevan mrlirik ke arah Lola yang sedang memperhatikan setiap perkataan yang Gevan lontarkan. "Gue ngadopsi Theo pada saat Theo umur 7 bulan"

"Sekarang Theo udah umur 7 tahun, berarti-...." ucapan Lola sengaja ia gantung.

"Waktu gue adopsi Theo, umur gue masih 10 tahun." ucap Gevan.

Lola mengangguk. "Terus, Thea?"

"Satu tahun yang lalu, di tempat pembuangan sampah" ujar Gevan.

"Hah? Tempat pembuangan sampah?" kaget Lola.

Gevan mengangguk. "Gue gak tau siapa orang tua kandung mereka yang sebenarnya"

"Tega banget, kalau aja mereka tau Theo dan Thea tumbuh jadi anak yang baik dan cerdas, pasti mereka nyesel" kesal Lola.

"Gak akan gue biarin Theo dan Thea di ambil orang" Gevan menatap Lola. "Mau orang tua kandungnya sekalipun, gak akan gue biarin" ucap Gevan dengan penuh penegasan.




'To be continue'

BAGASKARA [END]Where stories live. Discover now