26 - Hujan

260 12 1
                                    

Semua murid berdiri di depan kelasnya masing-masing, mereka menatap hujan yang tak kunjung henti padahal bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar 30 menit yang lalu.

Lola menjulurkan tangannya ke arah air hujan yang turun dari genteng.

"Jangan main air hujan, nanti sakit" tegur Gevan.

Lola menoleh ke arah Gevan. Bukannya menurut, Lola malah semakin menjulurkan tangannya sehingga sikunya ikut basah terkena air hujan.

Gevan menarik tangan Lola. "Bisa nurut gak?"

"Enggak" jawab Lola enteng.

Rahang Gevan mengeras karena kesal. "Terserah"

"Dih, gitu aja marah'' ejek Lola.

"Gue marah karena gue gak mau lo kenapa-kenapa" ungkap Gevan.

"Siapanya gue? Pacar bukan" cetus Lola.

Gevan mencubit pipi Lola. "Oh, jadi sekarang manggilnya 'lo gue' ya?" sindir Gevan.

"Kan gue bukan siapa-siapanya lo, jadi bebas dong" ucap Lola asal.

Gevan menghela nafas. "Gue emang bukan siapa-siapa lo" Gevan berbisik pada Lola. "Tapi lo pacar gue" lanjutnya.

Mata Lola membulat sempurna. "Apa? Jadi Lola pacarnya Gevan?"

Gevan menutup mulut Lola. "Pelan-pelan"

Lola mengangguk dengan tangan Gevan yang masih menutupi mulut Lola. Lola menghempas tangan Gevan.

"Tangan Gevan bau" ucap Lola.

Gevan mencium tangannya. "Bau apaan?"

"Bau cinta" ucap Lola asal.

"Lo berharap gue baper?" Gevan menunduk sedikit, menyamaratakan tingginya dengan Lola yang hanya sebatas pundak. "Sayangnya enggak sama sekali" lanjutnya.

Lola mengerucutkan bibirnya. "Lola juga sama, gak pernah baper sama Gevan"

"Gue pegang omongan lo" ucap Gevan dingin.

Lola mengalihkan pandangannya, tanpa ia sadari hujan sudah reda.

Gevan menggenggam tangan Lola. ''Yuk pulang"

Lola berjalan mengikuti Gevan, ia tak membuka obrolan sama sekali karena kesal dengan Gevan.

"Naik" titah Gevan.

Lola naik ke motor Gevan, perasaannya masih kesal. Gevan menatap Lola dari pantulan kaca spion, tak biasanya Lola terdiam tanpa bicara.

"La"

"Hm"

"Tumben gak peluk?" tanya Gevan.

"Gak ah, males" sahut Lola.

Gevan menghela nafas, ia menjalankan motornya dengan kecepatan agak kencang daripada tadi.

Setelah melewati perempatan yang jaraknya tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dari sekolah, hujan kembali mengguyur mereka. Mau tak mau, Gevan memberhentikan motornya di depan ruko yang tutup.

"Kita neduh di sini dulu" ucap Gevan.

Lola mengangguk.

"Gak apa-apa kan?"

Lola mengangguk.

"Gak di marahin orang tua lo kan?"

Lola mengangguk.

"Mau cium kan?"

Lola mengangguk, tak lama kemudian mata Lola membulat sempurna. "Eh, enggak"

Gevan terkekeh, ia mendekat ke arah Lola. Bibirnya berhasil mendarap di pipi kiri Lola yang basah dan dingin terkena air hujan.

Lola mengusap pipi kirinya yang berhasil menempel dengan bibir Gevan. "Apaan sih Gevan, gak sopan cium-cium orang"

"Biarin" ucap Gevan asal.

"Pacar bukan, tapi kerjaannya cium-cium melulu" sindir Lola.

Gevan terkekeh. "Ngebet banget ya lo, pengen jadi pacar gue"

Lola menatap Gevan sinis. "Gak juga"

Gevan tertawa kecil, pandangannya lurus menatap air hujan. Begitu pun Lola, pandangannya terus menatap sepasang kekasih yang harmonis.

Gevan melirik ke arah Lola, ia mengkerutkan keningnya. Pandangannya mengikuti arah mata Lola.

"Oh, jadi pengen di kasih jaket gitu?" sindir Gevan.

Lola terbelalak. "Hah? Apaansih, enggak juga"

Gevan terkekeh. "Gue gak sudi kasih jaket kesayangan gue ke lo"

Lola membuang pandangannya, ia tak menanggapi perkataan Gevan yang amat menusuk relung sukmanya.

Gevan terkekeh melihat ekspresi melas Lola. Tangannya merangkul pundak Lola, lalu menariknya sedikit agar menempel dengan badannya.

"Tapi kalau peluk, gue bersedia" ucap Gevan.

Lola menunduk, ia menyembunyikan wajahnya yang merah. Sekuat tenaga Lola menahan senyumannya, namun nihil Gevan mengetahuinya.

Gevan mengangkat dagu Lola. "Senyumnya di depan gue, jangan di sembunyiin"

"Apaansih" salting Lola.

*****


Gevan,  Naufal, Adam dan Ibnu saat ini sedang menyantap mie rebus di warkop pasar.

"Hujan gini, makan mie rebus pake dua telor ditambah kopi sama goreng pisang. Beuh, kenikmatan tiada tara" ucap Ibnu.

Adam menelan mie dari mulutnya. "Mana nikmat mana yang engkau dustakan"

Semuanya tertawa puas.

"Van, gimana hubungan lo sama Lola?" tanya Naufal.

Gevan menyeruput teh anget nya. "Gak gimana-gimana"

Naufal berdecak. "Gak ada kemajuan?"

Gevan menggeleng.

"Saran gue, kalau lo suka lo ungkapin. Kalau enggak lepasin aja, Lola bukan mainan" ucap Adam.

"Lola bukan mainan, mainan" timpal Ibnu dengan nada lagu kekeyi.

"Gue gak mau pacaran, gue mau fokus sekolah. Sebentar lagi kan UN" papar Gevan.

"Iya gue faham, seenggaknya lo ungkapin perasaan lo yang sebenarnya walaupun tanpa status yang jelas" usul Naufal.

"Opal kalau masalah cewek mah paling jago" celetuk Ibnu.

Naufal menepuk pundak Gevan. "Jangan kayak temen bego lo, bilangnya gak pacaran tapi cabang dimana-mana"

"Siapa tuhh?" sindir Adam sambil melirik ke arah Ibnu.

"Siapa lagi kalau bukan Nunu" jawab Gevan enteng.



'To be continue'

BAGASKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang