19 - Dekapan

333 19 0
                                    

"Lola!"

"Lola, lo di mana?"

"La!"

Gevan berjalan menyusuri setiap sudut sekolahan. Sejak kejadian terkunci minggu lalu apalagi Gevan sudah mengetahui tentang Lola yang phobia kegelapan, ia berniat untuk menjaga Lola dan mengantarnya pulang sebelum hari menjadi malam.

Gevan mengacak rambutnya frustasi. "Duh Lola kemana sih" Gevan melihat jam di tangan kirinya. "Udah sore lagi"

Gevan menghentikan Mia yang berjalan melewatinya. "Mia, lo lihat Lola gak?"

"Lola bilang, abis pulang selolah dia mau ke taman pertigaan ujung jalan" ucap Mia.

Gevan mengguk. "Thanks" ucapnya lalu pergi meninggalkan Mia.

Gevan berlari menuju taman yang letaknya tak terlalu jauh dari sekolahan. Gevan mengatur nafasnya, pandangannya menyapu setiap sudut taman.

"Mana? Katanya ada di sini" tanya Gevan entah untuk siapa.

Gevan terus menyusuri setiap taman, namun nihil ia tak kunjung menemukan keberadaan Lola.

"Belakang taman? Tapi ngapain Lola di sana, kan tempat itu sepi" gumam Gevan.

Gevan pasrah, ia tetap berjalan mencari Lola ke belakanh taman. Pandangan Gevan tertuju pada seorang gadis yang duduk di kursi taman.

Gevan mendekat, ia hendak memanggil namun niatnya ia urungkan di kala mendengar isakan dari Lola.

Gevan duduk di samping Lola. "Butuh pundak?"

Lola menoleh, ia menyeka air matanya. "Gevan ngapain di sini"

Gevan merangkul pundak Lola. "Ceritain apa yang perlu lo ceritain"

Lola tersenyum, sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak turun. Tapi percuma air mata itu tetap saja turun membasahi pipi mulus Lola.

"Lola boleh bersandar di pundak Gevan?" ucap Lola bersamaan dengan air matanya yang turun.

Gevan menghiraukan ucapan Lola, ia malah menarik Lola ke dalam pelukannya. "Stop La! Gue benci air mata."

Bukannya berhenti, tangisan Lola malah semakin menjadi-jadi. Isakan demi isakan ia keluarkan di pelukan Gevan.

"Lola sedih, orang tua Lola gak peduli sama Lola" lirih Lola dalam pelukan.

Gevan tak menjawab penuturan Lola, ia tau saat ini Lola hanya butuh pendengar bukan penasihat. Gevan mengusap punggung Lola dengan lembut.

Lola mendongak menatap Gevan. "Lola pengen tinggal sama Gevan"

"Kenapa?" tanyan Gevan.

"Cuma Gevan yang peduli sama Lola" sahut Lola.

"Tapi La, kalau lo tinggal sama gue lo bakal susah" ujar Gevan.

"Lola mohon" rengek Lola.

"La, gue miskin. Gue gak sanggup nanggung hidup lo" tutur Gevan.

Lola menunduk menatap sepatu sekolah yang terbalut di kakinya. "Lola memang gak pernah kekurangan materi, tapi Lola kekurangan kasih sayang" cicit Lola.

"Kalau pun semisal lo tinggal sama gue, lo bakal tetap kekurangan kasih sayang" celetuk Gevan.

Lola menoleh ke arah Gevan. "Lola tau, karena Gevan gak sayang sama Lola. Gevan gak cinta sama Lola."

"Sorry, La" rintih Gevan.

Lola tertawa getir, ia menyeka air matanya. "Gevan tau, apa yang Lola inginkan?"

Gevan menggeleng.

"Lola pengen jadi t-rex" celetuk Lola.

"Biar kuat?" tanya Gevan.

"Biar cepat punah." ucap Lola lalu pergi meninggalkan Gevan.

Gevan mencekal tangan Lola. "Kalau pun semisal lo jadi t-rex, lo gak bakal punah. Lo bakal di jaga di sebuah museum." Gevan berdiri di samping Lola. "Sama halnya kalau lo jadi manusia, lo bakal di jaga ... di museum hati gue" lanjutnya.

"Perkataan Gevan manis, tapi pernyataan Gevan pahit" sahut Lola.

"Maksudnya?" tanya Gevan.

"Pernyataan tentang Gevan yang gak pernah mencintai Lola" jelas Lola.

"Mungkin suatu saat nanti gue akan cinta sama lo" ucap Gevan.

Lola tersenyum getir. "Kemungkinan yang amat sangat mustahil."

*****

Gevan duduk berdampingan dengan Mahendra. Keduanya menatap bulan di atas langit.

"Lo sebenernya udah cinta sama Lola, van" ucap Mahen.

"Gue gak cinta Hen, gue cuma kasihan" elak Gevan.

"Kalau semisal lo cuma kasihan, terus kenapa lo peduli banget sama Lola?" tanya Mahendra.

"Ya karena gue kasihan" jawab Gevan asal.

Mahendra terkekeh. "Kasihan sama sayang itu beda tipis"

"Gue benci sama Lola, karena dia beasiswa gue di cabut" papar Gevan.

"Beci sama cinta juga sama, sama-sama beda tipis" sahut Mahendra.

Gevan menoleh menatap Mahendra. "Gue beneran Hen, gue gak cinta sama Lola" ucap Gevan tegas.

"Buktiin" tantang Mahendra.

"Caranya?" tanya Gevan

"Lo lepasin Lola, lo jauhin dia. Dan lo biarin Lola deket sama laki-laki lain" usul Mahendra.

"Oke, siapa takut" ucap Gevan so berani.

Mahendra terkekeh, ia menepuk pundak Gevan. "Jangan sampai lo nyesel" ucap Mahendra lalu pergi masuk ke dalam rumahnya.

Mahendra masuk ke dalam rumahnya, pandangannya terjatuh pada Bunga yang sedang mengerjakan sesuatu.

"Lagi ngapain?" tanya Mahendra sambil duduk di kursi samping Bunga.

Bunga mendongak. "Ini, iseng aja ngerjain soal matematika"

Mahendra tersenyum, ia mengusap perut buncit Bunga. "Kalau aja kita gak nikah, mungkin kamu masih bisa sekolah"

Bunga mengusap tangan Mahendra. "Mas, aku bahagia kok hidup kayak gini. Lagi pun belajar gak harus sekolah"

Mahendra mengacak puncak rambut Bunga. "Maafin mas ya"



'To be continue'

BAGASKARA [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt