42 - Rumah Sakit

252 9 1
                                    

Gevan dan Lola membantu suster mendorong brankar menuju ruang ICU. Bahkan sedari tadi Lola tak henti-hentinya menangisi keadaan Theo.

Gevan merangkul pundak Lola saat Theo sudah di bawa masuk ke dalam ruangn ICU oleh suster.

"Gevan, Theoo...." tangisan Lola semakin pecah.

Gevan memeluk Lola, ia mengusap pundak Lola agar tenang. "Udah ya, Theo pasti baik-baik aja"

"Lebih baik kalian duduk dulu" ucap Firman.

Gevan mengangguk, ia merangkul Lola untuk membawanya duduk di kursi dekat ruang ICU.

Lola terus mengeluarkan isakan sambil bersandar di dada Gevan hingga ia tak sadar bahwa Gevan sedang telanjang dada.

Lola memukul dada Gevan. "Kenapa gak pakai baju?" bentaknya dengan isakan.

Kedua tangan Gevan menyilang menutupi dadanya. "Oh iya, lupa"

Firman membuka jasnya, ia memberikan jas itu pada Gevan. "Untuk sementara, pakai ini dulu"

Gevan mendongak menatap Firman, ia menerima jas itu. "Terimakasih banyak pak, karena sudah membantu saya"

"Tidak apa" Firman menatap Gevan dengan tatapan sendu. "Melihatmu, hati saya merasa tenang"

Gevan mengkerutkan keningnya. "Maksud bapak apa ya?"

Firman berucap hendak menjawab, namun terurung saat suster memanggil nama Gevan.

"Dengan orang tua pasien?" panggil suster.

"Saya, sus" Gevan menghampiri suster sambil memakaikan jas milik Firman ke tubuhnya. "Ada apa?"

"Pasien kekurangan banyak darah, saat ini golongan darah O sedang kosong. Jadi, bapak bisa mendonorkan darah untuk pasien?" tanya suster.

Gevan terdiam mematung, mulutnya kaku untuk mengeluarkan kata-kata mengenai fakta yang sebenarnya.

Lola menghampiri Gevan, ia menepuk pundak Gevan. "Kenapa? Cepetan. Theo butuh kamu, Van" lirih Lola.

"Maaf sus, saya gak bisa" ucap Gevan pelan.

Lola memegang kedua bahu Gevan, ia membalikan badan Gevan agar menghadap dengannya. "Kenapa? Kenapa gak bisa?" tanya Lola dengan nada agak tinggi.

Gevan diam tak menjawab. Lola menghela nafas, ia mengusap wajahnya gusar. "Theo di sana lagi butuh kamu Gevan!" bentak Lola sambil menunjuk ruangan ICU.

"Kamu fikir aku gak kasihan sama Theo?" teriak Gevan. "Aku kasihan ... tapi aku gak bisa" lirih Gevan.

Lola menatap Gevan sinis. "Kenapa? Kenapa gak bisa hah?" Lola menggoyangkan badan Gevan. "Jawab!" bentaknya.

Gevan tersungkur kebawah. "K-karena ... Karena Theo ... Theo bukan anak kandung aku" ucap Gevan dengan air mata yang mengalir.

Lola menghela nafas, ia mengusap wajahnya dengan gusar. Lola menatap Gevan yang terduduk sambil memegangi kedua lututnya, ia mendekat ke arah Gevan lalu memeluknya. "Semua pasti ada jalan keluarnya."

Gevan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Lola. "Gue gak becus jadi bapak!" makinya pada diri sendiri.

Lola menggeleng, ia menggenggam bahu Gevan agar terlepas dari pelukannya. "Kamu papah yang hebat Gevan."

Gevan menggeleng. "Enggak La, gue gak hebat. Gue brengsek La, gue udah biarin Theo terluka," Gevan menatap pintu ruangan ICU. "Harusnya gue yang di sana, bukan Theo." lirih Gevan.

Lola mengusap air mata Gevan. "Lola yakin, Theo pasti kuat"






'To be continue'

BAGASKARA [END]Where stories live. Discover now