43 - Donor untuk Theo

290 11 0
                                    

Naufal, Adam dan Ibnu menghampiri Gevan yang sedang terduduk dengan pandangan kosong yang menatap lurus kedepan.

Naufal menepuk pundak Gevan. "Van,"

Gevan mendongak menatap Naufal. "Kenapa?" tanya Gevan dengan suara serak.

"Theo?" tanya Naufal hati-hati.

Gevan tak menjawab, air matanya menetes. Gevan menyeka air matanya.

Naufal faham dengan keadaan Gevan, ia menghampiri Lola yang berdiri di pintu ruangan ICU. "La, Theo?"

Lola menyeka air matanya. "Theo butuh donor darah" sahutnya.

Naufal mengangguk, ia melirik ke arah Gevan lalu kembali menatap Lola. "Golongan darah Theo apa?"

"O, kata dokter golongan darah O lagi kosong." ungkap Lola.

"Gue mau donor darah buat Theo" ucap Naufal tegas.

Gevan menoleh ke arah Naufal, ia bangkit lalu berjalan menghampiri Naufal. "Fal, golongan darah lo-...." ucapannya ia gantung.

Naufal mengangguk. "Golongan darah gue O, doain aja semoga darah gue cocok buat Theo"

Gevan mendekat ke aran Naufal dan langsung memeluknya. "Thanks, Fal"

Naufal mengangguk. "Gue ke ruang dokter dulu" ucapnya lalu pergi meninggalkan yang lain.

Gevan bernafas lega, ia duduk di meja sambil tak henti-hentinya berdoa agar darah Naufal cocok dengan darah Theo.

Lola duduk di samping Gevan, ia mengusap pundak Gevan. "Gevan makan dulu ya"

Gevan menggeleng. "Lo makan aja duluan"

"Seenggaknya ganti baju kek. Lihat noh, lo pake baju model apaan" cibir Adam saat melihat penampilan Gevan yang menggunakan jas dan celana jeans.

Ibnu menyodorkan sebuah paperbag berisikan baju pada Gevan. "Nih, pake''

Gevan menerimanya. "Thank's" Gevan membuka paperbag tersebut, ia mengambil kaos oblong milik Ibnu dan langsung memakainya.

"Ah elah Van, di kamar mandi kek gantinya jangan di sini" ucap Adam.

Gevan berdecak, ia menatap Adam. "Lo bisa gak sih, untuk hari ini gak usah nyinyir mulu"

Lola mengusap bahu Gevan. "Udah Van, gak usah marah-marah terus"

Gevan menghela nafas, ia menatap ke arah pintu ruang ICU yang masih tertutup.

"Gevan" teriak Naufal sambil berlari menghampiri Gevan.

Gevan berdiri berhadapan dengan Naufal. "Kenapa, Fal?"

Naufal memegang kedua bahu Gevan. "Darah gue cocok buat Theo" ucap Naufal sambil memberikan sebuah surat hasil tes kepada Gevan.

Gevab menganga. "Beneran?" Gevan menerima surat yang di berikan oleh Naufal dan langsung membacanya. "Thanks, Fal"

"Buruan donorin, tar Theo keburu sekarat" cibir Adam.

Naufal menatap Adam dengan tajam. "Iya, sabar. Susternya juga mau periksa keadaan Theo dulu"

Ibnu mencomot bibir Adam lalu membuangnya seolah-olah membuang suatu benda. "Biar gak banyak nyinyir"

Adam mengelus bibirnya dengan sedih. "Mulut nyinyir gue di buang"

*****

Gevan duduk di kursi samping brankar tempat Theo berbaring, tanggan terus menggenggam tangan mungil milik Theo.

"Jagoan papah kuat kan? Ayok dong bangun" ucap Gevan pada Theo.

Gevan menoleh ke arah Lola yang duduk di sofa rumah sakit sambil menimang-nimang Thea yang tertidur di pangkuan Lola. "Lo tidur aja La, biar nanti Thea sama gue"

Lola menggeleng. "Gak apa-apa kok. Mending Gevan makan dulu, dari pagi Gevan belum makan"

"Gimana bisa gue makan, sementara Theo aja belum makan" lirih Gevan.

"Papah harus makan" ucap Theo dengan suara serak.

Gevan terkejut, ia menoleh ke arah Theo lalu tersenyum. "Hai, jagoan papah udah bangun?"

Theo mengangguk lemah. "Papah makan ya"

Gevan mengusap kepala Theo. "Nanti aja, papah masih kangen sama kamu"

Theo terkekeh. "Emangnya Theo pergi kemana sampai-sampai papah kangen sama Theo"

"Kamu itu udah ninggalin papah, kamu tidur lama banget sampai 12 jam" kesal Gevan.

"Abisnya Theo capek, jadi tidurnya lama" alibi Theo.

Gevan mencubit pelan pipi Theo. "Kamu tuh ya, awas aja kalau ninggalin papah lagi"

Theo tertawa geli. "Iya-iya, Theo janji gak akan ninggalin papah"

'To be continue'

BAGASKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang