22 - Menjauh

342 12 0
                                    

Gevan berjalan menyusuri koridor sekolah di ikuti dengan Lola yang terus berceloteh di belakangnya.

"Gevan kenapa sih ngehindarin Lola terus?" teriak Lola.

Gevan berdecak. "Berisik!"

Lola terdiam, ia berjongkok sambil menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya. Gevan berhenti saat tidak mendengarkan celotehan Lola lagi, ia membalikan badan lalu menghampiri Lola.

"La, lo nangis?" tanya Gevan.

"Dada Lola sesak" ucap Lola dengan isakan.

Gevan kalang kabut, ia menggendong Lola menuju UKS. Gevan mendudukan Lola di kasur kabin yang tersedia di UKS.

"Masih sesak La?" tanya Gevan khawatir.

Lola mengangguk.

"Tunggu di sini" ucap Gevab lalu pergi keluar.

Lola menatap kepergian Gevan. "Lebih sesak dada Lola saat Gevan nyoba buat menjauh" gumam Lola.

"Gue denger La" ucap Gevan di ambang pintu.

Lola menegang, ia menoleh ke belakang. Bibirnya kaku untuk berbicara.

Gevan memberikan air mineral pada Lola. "Minum dulu"

Lola meneguk air mineral itu. "Cepet banget ambil airnya"

"Tadi papasan sama petugas PMR yang lagi bawa air buat murid sebelah yang pusing." ujar Gevan.

Lola mengangguk.

Keduanya saling terdiam. Lola memandang Gevan dari samping dan Gevan yang memandang lurus ke depan.

"Kenapa Gevan suka bantuin Lola?" tanya Lola.

Gevan menoleh sekilas. "Emangnya salah?"

Lola menggeleng. "Gevan kan gak suka sama Lola"

"Gue suka. Tapi gue gak cinta" ralat Gevan.

"Gevan cuma kasihan sama Lola, bukan suka" cicit Lola.

"Kalau iya emang kenapa?" tanya Gevan dengan nada dingin.

Lola menggeleng kecil. "Kenapa Gevan selalu cuek sama Lola. Sedangkan sama orang lain, Gevan selalu senyum"

"Gak papa"

"Lola pengen lihat Gevan tersenyum buat Lola" ucap Lola pelan.

"Gue lagi gak mood buat senyum" ujar Gevan.

"Gevan emang gak pernah mood kalau lagi deket sama Lola" ucap Lola dengan sedih.

"Lebih tepatnya seperti itu" timpal Gevan.

Lola menghela nafas. "Gak papa Gevan gak cinta sama Lola, tapi Lola bakal tetep cinta sama Gevan"

"Sampai kapan?" tanya Gevan.

"Gak tahu. Sebelumnya Lola gak pernah mengerti apa itu cinta" papat Lola.

"So banget mau mencintai, padahal arti cinta aja gak tahu" cibir Gevan.

Hati Lola terasa sakit mendengar cibiran dari Gevan. "Segitu bencinya Gevan sama Lola"

Gevan menatap Lola datar. "Lo mau tau kenapa gue benci sama lo?"

Lola mengangguk.

"Karena lo udah merebut segalanya" ucap Gevan.

"Maksudnya apa?" tanya Lola.

"Kehadiran lo di sini membuat hidup gue makin susah" papar Gevan.

"Lola gak faham" cicit Lola.

Gevan menatap Lola. "Lo enak La, lo anak orang kaya. Lo bisa beli semuanya ... bahkan lo bisa menguasai dunia." Gevan bangkit dari duduknya. "Gue gak minta apa-apa dari lo. Gue cuma minta lo pergi dari hidup gue" lanjutnya.

Lola turun dari kasur kabinnya, ia mencekal tangan Gevan. "Kasih Lola alasan kenapa Lola harus pergi dari hidup Gevan?"

Gevan membalikan badannya. "Lo anak orang kaya La, tapi lo bisa-bisanya dapat beasiswa. Lo bodoh La, lo gak pantes dapat itu" ucap Gevan lalu pergi meninggalkan Lola.

Lola tetap memegang erat tangan kanan Gevan. Lola tersungkur saat Gevan menepisnya. Lola berdiri hendak mengejar Gevan namun ia tak mampu karena rasa sesak di dadanya muncul lagi.

Lola memukul-mukul dadanya, ia menatap Gevan yang semakin hilang dari pandangannya bersamaan dengan pandangan yang semakin menghitam

Di sisi lain, Gevan berjalan menghampiri ketiga temannya di belakang sekolah. Gevan hendak mengeluarkan nikotin dan alat pemantik namun ia urungkan ketika seseorang memanggil namanya.

"GEVAN!!"

Gevan menoleh ke arah kanan, ia melihat Mia yanh berlari dengan tergesa-gesa. "Ada apa?"

"Lola masuk rumah sakit!" teriak Mia.

Gevan menegang. "A-apa?"

"Dia pingsan di UKS. Nafasnya hilang, detak jantungnya melemah" ucap Mia khawatir.

"Fal, anter gue ke rumah sakit pakai mobil lo" ujar Gevan.

"Tap-...."

"Gue mohon"

"Gue ambil dulu mobilnya"


'To be continue'

BAGASKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang