05 - Hukuman

494 23 0
                                    

Mahendra, guru matematika di SMA Pelita. Termasuk juga guru paling muda karena usianya baru menginjak 24 tahun.

"Mana PR mu?" tanya Mahen pada Gevan dengan ketus.

Gevan menatap Mahen datar, tangannya merogoh kolong meja untuk mengambil buku. Matanya membulat, kepalanya ia turunkan untuk melihat kolong mejanya.

"Mana?" tanya Mahen dengan nada marah.

"Barusan ada di sini, sumpah" papar Gevan.

"Cih, alasan" cetus Mahen lalu pergi menuju bangku yang lainnya.

Gevan menggebrak pelan mejanya, tangannya mengusap wajahnya dengan frustasi. "Masa iya buku bisa jalan sendiri" gumam Gevan.

"Gevan Bagaskara, karena di sini hanya kamu yang tidak mengumpulkan PR kamu ikut saya!" seru Mahen dari depan kelas.

Gevan mengumpat, ia bangkit dari duduknya mengikuti Mahendra dari belakangnya.

Setelah keluar dari kelas, Gevan memberi penjelasan pada Mahen soal buku PR nya yang tiba-tiba hilang.

"Sumpah Hen, gue udah kerjain. Tadi gue taruh bukunya di kolong meja pas gue ambil kok gak ada?" cerocos Gevan.

Mahendra menatap Gevan dengan datar, tangan kananya mengangkat buku PR milik Gevan.

"Loh, kok ada di lo sih?" pekik Gevan.

Mahen tak bergeming, ia terus melanjutkan perjalanannya menuju perpustakaan. Mau tak mau Gevan harus mengikutinya karena buku PR nya ada pada Mahendra.

"Bersihin perpus" suruh Mahen.

"Gak, lagi pun gue ngerjain PR kok" elak Gevan.

"Di dalam ada Lola, katanya lo mau ngedeketin Lola" bisik Mahen tepat di telinga kiri Gevan.

"Ya tapi kan gak usah pake jelekin nama gue juga" kesal Gevan.

"Ini waktu yang tepat buat lo ngedeketin Lola." ujar Mahen.

Gevan berdecak. "Iya deh iya"

Gevan memasuki perpus, ia melihat Lola yang sedang merapikan buku di rak buku.

"Beresin yang rapi ya" ucap Mahen lalu menutup pintu perpus.

Gevan menghela nafas, ia mendekati Lola yang sedang membereskan buku. Gevan membantunya membereskan buku-buku itu.

"Di hukum juga?" tanya Lola

"Iya" sahut Gevan.

"Gara-gara gak ngerjain PR?" tanya Lola lagi

"Iya" jawab Gevan.

Lola mendekat ke arah Gevan. "PR matematika?"

Gevan menoleh. "Iya"

Lola mendengus kesal. "Bisa gak sih ngomong selain 'Iya'?"

"Bisa" sahut Gevan lalu melanjutkan membereskan buku.

Lola menghentakan kakinya dengan kesal, ia membalikan badannya menuju rak yang lain. Pandangan Lola tertuju pada sebuah novel tentang fiksi remaja.

Lola mengambil novel itu. "AAAAAAAA" jerit Lola saat melihat seekor tikus dari dalam rak buku.
Lola berjalan mundur menabrak Gevan.

"Gevan, itu ada tikus" teriak Lola.

Gevan mencari-cari keberadaan tikus yang di maksud Lola. "Mana?"

"Itu tadi ad-... AAAAA" Lola menghambur ke pelukan Gevan sambil berteriak.

Karen reflek, Gevan malah menggendong Lola ala koala. "Mana?"

"Itu tuh" tangan Lola menunjuk pada anak tikus di pojokan tembok.

Gevan mengambil sapu lalu mengusir tikus itu hingga pergi. "Udah gak ada"

Lola menghela nafas, ia mengusap dadanya lega. Lola menatap Gevan, begitu pun Gevan yang menyadari Lola dalam gendongannya.

Gevan menurunkan Lola. "Sorry, berat"

Lola mengerucutkan bibirnya. "Tadi aja Gevan gak keberatan"

"Berat La"

"Enggak"

"Berat"

"Tau ah, Lola nangis nih" kesal Lola.

"Dasar manja" guman Gevan pelan.

"Lola denger ya" sindir Lola.

"Biarin biar sadar diri" ucapnya lalu kembali membereskan buku di dalam rak.

Gevan membereskan buku pada rak dengan telaten hingga ia lupa akan tujuannya untuk mendekati Lola.

"La"

"Iya?"

"Temenan yuk"

Kirain mau ngajak pacaran - batin Lola

"Gimana La?" tanya Gevan memastikan.

"Bukannya dari dulu emang kita udah temenan" sahut Lola.

"Maksud gue temen deket" ralat Gevan.

"Sedeket apa?" tanya Lola.

Gevan menggaruk tengkuknya. "Mm... Sedeket sahabatan"

Kirain sedeket orang yang pacaran - batin Lola

"Gimana mau gak?" tanya Gevan lagi.

"Mau kok" sahut Lola antusias.

*****

Gevan dan Lola berjalan berdampingan menyusuri koridor sekolah.

"Abis ini mau kemana?" tanya Lola.

"Gue?" Gevan menunjuk dirinya sendiri dan di angguki oleh Lola. "Belakang sekolah"

Lola mengkerutkan keningnya. "Mau ngapain?"

"Nenangin diri" sahut Gevan asal.

"Lola boleh ikut gak?" tanyan Lola dengan antusias.

"Gak" ucap Gevan lalu pergi meninggalkan Lola.

Lola menghentakan kakinya dengan kesal. "Pelit banget sih" gerutunya.

Lola menatap kepergian Gevan. "Apa Gevan mau ketemu sama pacarnya?"

Lola memutar bolanya menandakan ia sedang berfikir. "Lola harus ikuti"

Lola berjala mengendap-endap mengikuti Gevan dari belakang. Lola melihat Gevan yang sedang duduk di sebuah kursi usang.

Mata lola membulat kala melihat Gevan menghirup nikotin dengan nikmat. "Perokok aktif" gumam Lola.

Lola membalikan badannya, ia berjalan menjauh beberapa langkah tetapi terhenti saat Lola menginjak sebuah botol plastik.

Lola menepuk jidatnya, "Duh siapa yang naruh botol di sini sih" gumam nya dengan kesal.

"Gue"

Lola menegang saat mendengar suara bariton yang tak asint di telinganya. Ia membalikan badannya lalu memasang cengir kuda.

"Eh, ada Gevan" ucap Lola.

"Ngapain?" tanya Gevan dingin.

"Itu ... tadi Lola anu ... eumm ... apa sih ...." ucap Lola gugup.

Gevan memutar bola matanya malas, ia menghirup kembali nikotin dari tangan kirinya.

Lola melongo. "Gevan, itu gak baik" ucap Lola sambil menunjuk nikotin dari tangan Gevan.

"Suka-suka gue" elak Gevan.

"Tapi kan-...." ucapan Lola terpotong oleh Gevan.

"Kalau lo banyak bacot, gue cium" tegas Gevan.

'To be continue'

BAGASKARA [END]Where stories live. Discover now