44 - Pulang

266 10 2
                                    

Gevan menggendong Theo turun dari mobil Firman menuju rumahnya. Gevan menidurkan Theo di kamarnya.

"Istirahat yang banyak ya sayang" ucap Gevan lalu mencium kening Theo.

Gevan berjalan menuju ruang tamu untuk menemui yang lainnya, Gevan menatap Firman. "Pak, terimakasih sudah membantu saya dan anak saya"

Firman mengangguk. "Sama-sama" sahutnya dengan senyuman.

Lola berdiri menghampiri Gevan. "Gevan, mamah sama papah malam ini mau pulang. Jadi Lola gak bisa nginep"

Gevan mengangguk. "Iya gak papa, gue anter ya"

Lola menggeleng. "Gak usah, Lola pulang sendiri aja."

"Gue aja yang anter" sela Naufal.

Gevan menatap Naufal dengan datar. "Gak usah gue aja" ucapnya sambil menarik Lola keluar rumah.

Naufal terkekeh. "Mangkannya kalau cinta ungkapin" teriak Naufal.

*****

Setelah mengantar Lola pulang, Gevan memarkirkan motornya tepat di depan rumahnya. Ia membuka helmnya lalu mengaitkannya di kaca spion.

Gevan berjalan masuk menuju rumahnya, pandangannya terjatuh pada Naufal dan Firman yang masih mengobrol di ruang tamu. Gevan duduk di kursi. "Bapak belum pulang?"

Firman menggeleng. "Ada hal yang mau saya bicarakan sama kamu"

Gevan mengkerutkan keningnya. "Apa itu?"

Firman tersenyum. "Nanti saja"

Naufal berdehem, ia faham jika Gevan dan Firman membutuhkan privasi. "Gue ke rumah pak Mahendra dulu ya"

"Loh, tumben?" heran Gevan.

"Mau nanyain tugas" sahut Naufal sambil berjalan keluar rumah Gevan.

Pak Firman duduk mendekat ke arah Gevan. "Jadi gini...." ucapan pak Firman tergantung.

"Gimana pak?" tanya Gevan.

Pak Firman merogoh sesuatu di saku jas nya lalu memberikannya pada Gevan.

Gevan mengkerutkan keningnya, ia menerima sebuah kertas sedikit tebal dari tangan Firman. "Foto apa ini?"

Firman tersenyum. "Lihat aja"

Gevan mengangguk, ia membalik foto itu. Mata Gevan membulat sempurna saat melihat orang tak asing yang berada di foto itu. "Ibu...."

Firman mengangguk. "Iya, itu ibu kamu"

Gevan mendongak menatap Firman. "Bagaiman bisa, bapak tau ibu saya?"

"Karena ... Ibu kamu, istri saya" ucap Firman.

Gevan menegang. "Jadi ... ayah?"

Firman mengangguk, air matanya menetes. "Iya, ini ayah"

"Gak mungkin" Gevan menjauh dari Firman. "Saya gak punya ayah" elaknya.

"Ayah gak bohong" ucap Firman dengan sendu.

"Kenapa bapak bisa yakin kalau saya anak bapak?" tanya Gevan.

"Pada saat kemarin, saya melihat tanda lahir di punggung kamu. Tanda itu persis seperti tanda anak saya" ungkap Firman.

"Yang punya tanda lahir di punggung, bukan cuma saya aja. Pasti banyak orang yang punya tanda lahir seperti ini" sela Gevan.

Firman menggeleng. "Saya sudah tau semuanya, saya sudah menyuruh orang untuk mencari tahu tentang kamu, Gevan"

Gevan terdiam, ia menatap gambar sang ibu pada foto yang ia pegang. "Kalau benar bapak adalah ayah saya, lalu kenapa bapak meninggalkan kami bertiga?"

"Maafin ayah. Ayah pergi untuk mencari uang" bela Firman.

"Lalu, kenapa bapak tak kunjung pulang? Atau hanya sekedar memberi kabar juga tidak pernah" rintih Gevan.

"Sepuluh bulan setelah pergi, ayah pulang ke Bandung. Tapi kalian sudah tidak ada di sana" ucap Firman.

Gevan terdiam, ia duduk di samping Firman. "Kita pindah ke sini ... Kita nyariin ayah"

Firman memeluk Gevan. "Maafin ayah, kalau saja ayah kasih kalian kabar pasti kalian gak akan nyusul ayah ke sini"

"Aku sebenarnya benci sama ayah" ucap Gevan.

Firman melepaskan pelukannya saat mendengar penuturan Gevan yang menusuk hatinya, ia menatap Gevan dengan tatapan sedih.

"Tapi aku sadar, aku udah menjadi seorang ayah" lanjutnya.

Firman tersenyum senang. "Jadi, kamu mau maafin ayah?"

Gevan menatap Firman, ia mengangguk lalu keduanya saling berpelukan.





'To be continue'

BAGASKARA [END]Where stories live. Discover now