27 - Mama?

331 14 2
                                    

Gevan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, Lola memeluk pinggang Gevan.

"La, lo mau tau sesuatu gak?" tanya Gevan.

"Apa itu" tanya Lola balik.

"Gue cinta sama lo" ucap Gevan to the point.

"Hah? Apa?" kaget Lola.

Gevan berdecak. "Lo budeg ya?"

"Lola gak salah denger kan?" tanya Lola.

"Entah" ucap Gevan asal.

Pandangan Lola menatap lurus ke depan, pikirannya memikirkan perkataan Gevan barusa. Lola terbelalak saat menyadari jalan yang mereka tuju bukan jalan menuju rumah Lola.

"Gevan, kita mau kemana?" tanya Lola.

"Rumah gue" sahut Gevan.

Lola mengangguk, ia memandangi setiap sudut kampung tempat tinggal Gevan yang terlihat kurang layak. Rata-rata rumah di desa ini menggunakan kayu dan bilik, hanya beberapa rumah yang sedikit modern.

Lola turun dari motornya saat Gevan menyuruhnya untuk turun. Lola menatap dengan inci setiap sudut rumah kayu bernuansa biru dan putih milik Gevan.

"Papaaa!" teriak Theo.

Gevan merentangkan tangannya, ia menggendong Theo. "Anak papah tumben gak main"

"Enggak ah, si Udin ngajakin terus buat nyolong mangga pak RT" ungkap Theo.

Lola mendekat ke arah Gevan, ia memegang pundak Gevan. "Van"

Gevan menoleh. "La, kenalin ... ini anak gue"

Lola mencubit pipi Theo. "Hallo anak ganteng"

Gevan menganga, dugaannya ternyata salah. Ia mengira bahwa Lola akan terkejut bahkan akan meninggalkannya, namun semua itu berbanding terbalik.

"Tante kan yang waktu itu tabrakan sama Theo" ucap Theo sambil mengamati wajah Lola.

"Iya, maafin mamah ya" ucap Lola dengan senyuman.

"Mamah?" tanya Theo.

"Iya, ini mamah" Lola mengambil alih Theo dari gendongan Gevan.

Theo menoleh ke arah Gevan. "Bener pah?"

Gevan menatap Lola, lalu ia kembali menatap Theo. "Iya sayang"

"Masuk La" ucap Gevan sambil merangkul pundak Lola.

Lola memasuki rumah Gevan, ia duduk di kursi ruang tamu sambik memangku Theo. "Theo udah makan?"

Theo menggeleng, ia menatap dengan lekat wajah Lola. Air mata Theo menetes satu persatu.

Lola menyeka air mata Theo. "Anak mamah kenapa nangis?"

"Theo senang, setelah sekian lama akhirnya Theo bisa bertemu mamah" ungkap Theo dengan isakan.

Lola mencium kedua pipi Theo. "Gak usah nangis lagi, oke?"

Theo mengangguk, ia menyeka air matanya. Theo turun dari pangkuan Lola. "Mamah lihat Thea yuk"

Lola mengkerutkan keningnya, sebenarnya banyak hal yang ingin ia tanyakan. Tapi untuk saat ini bukan waktunya. "Ayok"

Gevan menggenggam tangan Lola, menariknya masuk ke dalam kamar Gevan. Lola melihat Gevan yang sedang mengganti popok.

Lola duduk di samping Gevan. "Jadi ... kita punya dua?"

Gevan mengangguk.

Lola menggendong bayi yang masih berumur satu tahun itu. Ia menciuminya bahkan menggelitikinya sehingga Thea tertawa.

"Theo belum makan, Lola masakin ya" ucap Lola.

"Tapi gue gak punya bahan makanan" sahut Gevan.

Lola terdiam, ia melirik Theo yang memegangi perutnya, Lola yakin saat ini Theo sedang kelaparan. Lola merogoh saku celananya.

"Beli" ucap Lola sambil memberikan satu lembar uang berwarna merah pad Gevan.

Gevan menggeleng. "Gue masih mampu"

Lola menyimpan paksa uang itu di tangan Gevan. "Demi Theo"

Gevan melirik Theo, tatapan Gevan berubah menjadi sendu. Gevan kembali menatap uang itu lalu menatap Lola. "Gue titip anak-anak"

Lola mengangguk, ia tersenyum karena Gevan mau menerima bantuannya. Lola menatap Theo yang berdiri di ambang pintu. "Sini sayang, kita bobok dulu sambil nungguin papah"

Theo tersenyum sumringah, ia menaiki kasur lalu tiduran di dekat tembok.

Lola menidurkan Thea di tengah-tengah, ia berbaring di samping Thea sambil mengelus pantat Thea agar Thea tertidur.

Lola mendongak menatap Theo, ia tersenyum senang ketik melihat Theo yang terlelap. Tangnnya terulur mengusap kepala Theo.

*****

Gevan memasuki rumahnya sambil menenteng dua kresek berisikan nasi bungkus dan susu untuk Thea.

"Theo?"

"Lola?"

Gevan mengerutkan keningnya ketika tak mendengar sahutan dari gadisnya dan juga anaknya. Gevan berjalan ke arah kamar, pandangannya terjatuh pada ketiga orang yang ia sayangi tertidur dengan pulas.

Gevan menghampiri Lola, ia mengusap rambut Lola, lalu mengecup keningnya. Gevan terbelalak saat Lola membuka matanya.

"Makan" ucap Gevan lalu pergi keluar kamar.

Lola tersenyum, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lola menetralkan ekspresinya. Lola melirik ke arah Theo, ia mencoba membangunkan Theo dari tidurnya.

"Ada apa mah?" tanya Theo sambil mengucek matanya.

"Kita makan dulu yuk, sayang" ajak Lola.

Theo mengangguk, ia turun dari ranjang kasurnya lalu berjalan menghampiri Gevan yang duduk di ruang tamu.

"Makan sayang" ucap Gevan sambil memberikan sepiring nasi bungkus yang ia beli.

Lola duduk di samping Gevan, ia memakan nasi bungkus yang nganggur di meja.

"Itu punya gue" ucap Gevan.

"Itu kan ada satu lagi" Lola menunjuk satu bungkus nasi dengan dagunya.

"Beda, ini ayam buat lo. Kalau itu telur buat gue" jelas Gevan.

"Udah ah, sama aja" ucap Lola lalu melanjutkan aktifitas makannya.

Gevan menghela nafas, ia membuka karet nasi bungkusnya. Gevan mengambil ayam yang ada di nasi bungkusnya lalu memberikannya pada Theo.

"Loh, ini kan punya papah" ucap Theo.

"Buat Theo aja, biar cepet gede. Papah udah tua, jadi gak papa gak makan ayam juga" alibi Gevan.

"Terus papahnya gimana?" tanya Theo.

"Ini, papah masih ada mie sama tempe kok" sahut Gevan sambil menunjuk lauk nasi di piringnya.

Theo mengangguk, ia mulai memakan makanannya dengan lahap.

Lola tersentuh dengan perlakuan Gevan terhadap anak-anaknya. Lola mengambil telur di piringnya, lalu menaruh di piring Gevan.

"Kenapa La?" tanya Gevan.

"Lola gak suka itu" sahut Lola, lalu mengedipkan sebelah matanya.

'To be continue'

BAGASKARA [END]Where stories live. Discover now