Ia melangkah ke arah bangkunya lantas duduk menghadap ke belakang. Kegiatan Jevan membuat manik matanya tertarik untuk melihat apa yang dikerjakan lelaki itu.

"Pasti lo belum ngerjain juga," cibir Ozi kembali sibuk dengan game online di ponselnya.

"Karena itu gue rela datang pagi buat copy-paste jawaban sekaligus menambah imun dengan cara memandang wajah tampan bin kiyowo bang Jevan," balas Louren enggan mengalihkan pandangannya dari Jevan.

Daniel tersedak salivanya. Ia mengorek telinganya dengan jari tangan, takut jika salah mendengar. Secara tidak langsung, gadis itu menjatuhkan harga dirinya sebagai cowok tampan dan playboy kelas VVIP. Jevan saja dibilang tampan, apa kabar dirinya yang benar-benar menyandang gelar tersebut?

"Lebih cakep gue," sungut Daniel tak terima, dengan kasar ia meletakkan ponselnya di meja.

"Ganteng doang tapi sifat cem setan," ujar Louren keras.

Ozi dan Arghi terbahak. Bagi mereka, gadis itu sepertinya terlalu banyak menonton berbagai video di aplikasi bernama tiktok. Melerai pertengkaran antara Ayden dan Jevan saja harus menggunakan nyanyian yang sempat viral itu serta menyindir Daniel pun harus mengikuti kata-kata viral itu juga. Gadis yang baru satu hari menginjakkan kakinya di SMA Cendrawasih itu berhasil menggemparkan seantero sekolah.

Tawa keduanya mereka semakin menggema saat menatap wajah Daniel yang terkesan menahan sesuatu. "Nahan boker lo?" tanya Ozi.

Lelaki itu menatap tajam temannya. "Diam lo!"

"Wajah tampan lo nggak akan berarti apa-apa di mata anak baru itu, Niel," timpal Gaven yang sibuk membaca buku.

"Sialan lo semua. Gue sedih gini bukannya di tenangin, tapi malah diledek," sungutnya.

"Sabar, Niel. Lo harus ingat, di atas lo masih ada Gaven dan Ayden yang lebih tampan. Udah tampan, pintar, anak kesayangan guru, rajin, gak som-"

"Bicara sekali lagi, pulang sekolah jangan nebeng gue!" Daniel memotong kalimat Arghi yang semakin membuat hatinya panas.

Lain halnya dengan keempat orang itu, Ayden tampak diam membaca bukunya. Tidak ada minat sedikitpun untuk menimbrung. Lelaki itu terkenal dengan sifat dingin membuat siapapun merasa segan berada di dekatnya. Kepribadiannya yang terkenal ansos semakin membuatnya tidak memiliki satu pun teman akrab.

Beralih pada Louren, gadis itu tak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Jevan seraya memasukkan kripik ke dalam mulut. Mengabsen setiap pahatan wajah lelaki di hadapannya yang menurutnya sangat tampan sekaligus menggemaskan. Bahkan tak jarang gadis itu tersenyum manis saat bayangannya memulai aksi berhalusinasi.

"Lo diam sambil ngerjain tugas aja akidah gue getar, apalagi balik senyumin gue," gumamnya.

Jevan? Lelaki itu tak akan mendengar perkataan gadis itu. Ia sibuk dengan tugas ketiga temannya itu. Jika sibuk dengan sesuatu, mustahil bagi Jevan untuk mengalihkan fokusnya pada hal yang tak penting, salah satunya kalimat hiperbola gadis unik itu . Mulai saat ini harus terbiasa dengan perkataan nyeleneh dari Louren.

"Sudah mengerjakan tugas?" tanyanya seraya melirik sekilas lawan bicaranya.

"Belum, hehe. Mau salin dong," pintanya diiringi senyum lebar hingga kedua mata gadis itu menyipit.

Lelaki itu mengangguk seraya menyerahkan bukunya kepada Louren. Ia sudah mengingat dengan jelas setiap jawaban dari kelima soal itu. Lagipun ia kurang satu lagi menyelesaikan tugas dari temannya itu. "Cepat kerjakan sebelum bel masuk. Waktu kamu hanya sekitar dua puluh empat menit."

"Siap, calon imam- eh." Louren membekap mulutnya sendiri lantas membukanya perlanan. "Ampun, bang jago."

Gadis itu meraih kasar buku milik Jevan lantas memperbaiki letak duduknya dan mulai sibuk mengerjakan tugas. Ia mengutuk dirinya sendiri yang tak pernah bisa mengontrol ucapannya. Bibirnya seakan tak memiliki rem hingga kalimat apapun terlontar tanpa sempat dipikirkan.

JevandraWhere stories live. Discover now