Bab 62

161 5 0
                                    

Selamat membaca ...

_________

Tiga hari telah berlalu bagi Bagas. Akhirnya ia bisa menyelesaikan tugas kantor dalam waktu yang ditentukan. Bahkan proyek itu sangatlah bagus dalam pencapaiannya. Banyak dari perusahaan lain yang ingin mengajak kerja sama, dan tentu saja Bagas menerima dengan senang hati. Tapi itu semua dalam tahapan seleksi terlebih dahulu. Bagas sangat teliti kalau soal hal itu. Ia tidak ingin ada tangan-tangan yang curang.

Hari ini, hari dimana Rasya dapat masuk sekolah kembali. Bagas memperingati Rasya, jika ingin masuk sekolah harus dengan keadaan yang benar-benar pulih, atau setidaknya menunggu sampai Bagas selesai dalam menjalankan tugasnya. Akhirnya Rasya pasrah dengan aturan Bagas. Dan target Bagas dalam menjalankan tugas sangat cepat dan tepat, sehingga membuat Rasya senang bukan main. Ia jadi bisa berangkat bersama Bagas kembali, juga berkumpul dengan teman-temannya di sekolah.

Seperti saat ini, mereka melakukan kegiatan makannya di kantin. Ramai dan penuh sesak. Ya, pertanyaannya, sejak kapan kantin sepi bak tak ada penghuni, juga bagaikan kuburan? Ya sudah pasti jawabannya tidak pernah sepi, pun jika kantin itu memang benar-benar sunyi, hanya disaat libur sekolah saja. Jangankan siswa/siswi, penjual kantin pun tidak ada di sana.

"Seminggu lagi kalian ujian, gimana nih persiapannya?" tanya Bagas pada Rio dan Disha.

"Udah ada persiapan ilmu yang banyak kita pelajari selama PM berlangsung. Di tambah, gue sama Rio selalu kerja sama untuk belajar bareng pas di rumah atau main ke luar. Seenggaknya, kita gak main-main dalam hal ini. Karena ingin mendapatkan hasil yang baik." Disha menjawab pertanyaan Bagas.

"Lagi pula, jangan terlalu tegang-tegang banget ngadepin ujian gini. Nanti yang ada bisa stres," ujar Rio.

Bagas mengangguk dan terkekeh pelan. Lalu Bagas mulai berbicara kembali, "Iya deh iya. Semoga hasilnya nanti memuaskan ya."

"Aamiin," jawab Rio dan Disha bersamaan.

***

Hidup terasa damai, tanpa adanya biang onar, seperti Zeva dan Jihan. Orang yang suka membully dan bertengkar pada orang lain. Karena memang mereka berdua merasa lebih cantik, keren, dan yang pasti dari kalangan keluarga kaya. Itu menurut sebagian murid SMA Taruna Bangsa. Makanya Zevanya dan Jihan, selalu berkuasa di sekolah.

Tapi nyatanya, salah satu dari mereka ada yang merasa tersiksa hidupnya. Semua murid dan teman kelasnya bahkan tidak tahu apa yang dirasakan dan dialaminya selama ini.

"Sya, menurut gue sekolah tanpa ada Zeva dan Jihan ngerasa aman gak sih, ya, kan?" tanya Rere saat mereka sudah berada di dalam kelas.

Rasya mengangguk dan mengiyakan ucapan Rere. Tapi ada hal yang membuatnya mengganjal setiap melihat seorang Zevanya.

"Tapi gue masih ngerasa aneh sama Zeva, Re. Seperti ada sesuatu yang sebenarnya ia tutupi selama ini. Gue lihat dari sorot matanya yang menajam namun teduh didalamnya. Teduh dalam artian, jika dia ingin lolos dari suatu kukungan seseorang. Gue juga lihat tingkahnya saat Prita nolongin gue dan berbicara lembut juga penuh kecewa dari Prita. Karena menurut gue, Prita lebih tahu Zeva. Meskipun ada hal yang gak Prita tahu dari diri Zeva."

Rere takjub pada Rasya. Mengapa dia sedetail itu memerhatikan seorang Zevanya Raquela?

"Salut gue sama lo, Sya. Teliti banget buat lihat gerak-garik seseorang."

"Karena hati gue ngerasa ganjal, Re. Setiap kali lihat sorotnya yang tajam dan bengis itu, dia hanya terlihat seperti terpaksa melakukannya. Terpaksa dalam artian, melampiaskan."

Gasya (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang