Bab 57

156 4 0
                                    

Selamat membaca ...

_______

Saat ini Bagas berada di ruang rawat inap, Rumah Sakit. Ketika Rio dan Disha datang menemui Rasya dan Bagas, mereka sigap untuk membawa Bagas ke dalam mobil Rio dan setelah itu menuju Rumah Sakit.

Rasya sedari tadi tidak meninggalkan barang sedikitpun dari jangkauan Bagas. Bahkan ia sudah melewati waktu makannya.

Disha masuk sendirian, dengan satu kantong keresek bening sedang.

"Sya, ini makan dulu. Gue juga sekalian beli teh hangat buat lo. Ini udah jam 7, nanti yang ada lo sakit perut, Sya, kalo gak diisi sama sekali." Disha menyimpan keresek itu di nakas dekat brankar.

Rasya mengangguk dan segera mengambil keresek tersebut. Rasya berjalan menuju sofa, karena ia ingin makan. Ia juga tadi mengambil cup berisi teh hangat. Menyesap sedikit, lalu mulai memakan makanan yang Disha beli tadi.

Sementara Disha yang memang sudah duduk di sofa dekat dengan Rasya, kini tersenyum. Ia melihat Bagas dan Rasya secara bergantian. Entah mengapa, hatinya tiba-tiba menghangat. Ia tidak lupa fakta bahwa mereka dulu musuhan, juga Rio menceritakan kisah mereka berdua ketika sedang mengobrol bersama. Ia tidak menyangka jika Bagas dan Rasya bisa sampai ke tahap ini, yaitu pernikahan. Awalnya ia terkejut dengan hal itu, tapi setelah Rio menjelaskan semuanya jadi tahu, bahwa mereka adalah korban perjodohan, yang kini sudah sama-sama saling mencintai.

"Makasih ya, Disha. Udah mau beliin gue makan, nanti gue ganti deh uangnya." Rasya berujar ketika selesai makan.

"Sama-sama, Sya. Gak usah kali, biarin aja. Itung-itung ganti rugi saat kita tadi gak makan bareng di rumah Rio." Rasya tersenyum atas jawaban Disha. Rio tak salah memilih cewek, karena Disha baik dan tulus.

________

Waktu menunjukkan pukul 21:45. Di Rumah Sakit, saat ini terdapat Wanda juga Frans yang menemani Bagas dan Rasya. Tadi Frans juga sempat membayar administrasi ketika menginjakkan Rumah Sakit ini.

"Rasya, sayang. Kamu pulang aja, ya, diantar Papa Frans. Kamu lelah banget kayanya, istirahat di rumah aja. Sekolah kalian nanti biar Mama yang urus."

Rasya mendongak menatap mama Wanda sebentar, lalu matanya ia alihkan pada Bagas kembali. Padahal ia tidak ingin meninggalkan Bagas sekarang, apalagi Bagas belum juga sadarkan diri. Ia khawatir dengan suaminya itu. Mengapa pingsannya terlalu lama? Ia ingin melihat senyum indahnya itu. Ia rindu.

"Sya, Bagas akan sadar, kok. Kamu tenang aja, gak usah khawatir. Disini ada Mama yang jagain. Kamu pulang, ya, istirahat. Besok kalau udah bangun, Mama mau minta bawain baju salin untuk Bagas." Wanda tersenyum seraya mengusap bahu Rasya. Dan akhirnya Rasya mau menuruti keinginan mama mertuanya itu. Ia segera melangkah keluar, mengikuti langkah Frans yang ada di depannya.

Selama diperjalanan, Rasya hanya menatap gedung-gedung pencakar langit melalui jendela pintu mobil. Ia sedari tadi hanya diam dan merenung.

Frans yang ada di sampingnya hanya menghela nafas berat. Ia tahu Rasya pasti sangat khawatir dengan putranya itu. Ini adalah pengalaman dirinya saat masih muda dulu bersama Wanda. Ia juga tidak sadarkan diri, dan Wanda adalah orang yang paling khawatir diantara keluarga yang lain. Melihat Rasya seperti ini membuatnya bersyukur. Karena Rasya adalah orang yang tepat dijadikan istri oleh Bagas, dan dia adalah menantu yang baik baginya juga Wanda.

"Sya, udah sampai."

"Hah?" Rasya mengerjap kaget ketika Frans menepuk bahunya.

"Udah sampai, Sya. Istirahat, gih! Mata kamu merah tuh, lelah banget." Rasya tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia pamit pada Frans setelah mencium punggung tangannya itu. Tak lupa juga ia mengucap salam sebelum akhirnya keluar dengan langkah kaki pelan menuju rumah.

***

Eunghh

Rasya terbangun saat dirinya menatap cahaya terang dari arah jendela kamar. Sepertinya ia lupa jika gorden itu tidak tertutup sejak semalam.

Pulang-pulang dari Rumah Sakit, Rasya lanjut membersihkan diri, tak lama kemudian ia langsung menaiki ranjang dan tertidur pulas, hingga terbangun di pagi ini.

Melihat jam dinding yang ada dihadapannya. Waktu menunjukkan pukul 08:15. Berarti, sudah lama sekali ia tertidur.

Ponselnya yang sejak semalam dicharge, kini ia hidupkan. Ternyata banyak sekali notif dari grup kelas, sahabatnya dan Bagas, juga mama Wanda.

Dari semua itu yang ia baca hanya dari mama Wanda saja. Dia bilang, jika Bagas sudah sadar, semalaman Bagas mengigau dan menyebut nama Rasya terus-menerus. Sampai akhirnya di jam satu dini hari, dia benar-benar pulih.

Dan mama Wanda juga memberitahu, jika Rasya nanti ke Rumah Sakit tidak lupa untuk membawa salinan Bagas. Supir pribadi keluarga Frans sedang menuju ke rumahnya sekarang. Rasya membalas jika ia sedang siap-siap. Tak lama kemudian Rasya beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.

Menghabiskan waktu 25 menit Rasya mandi. Setelah itu ia berinisiatif untuk membereskan ranjangnya yang lumayan berantakan. Dan kini ia memasukkan baju-baju Bagas ke dalam tas sedang. Menatap dirinya di cermin sebentar, lalu melangkah menuruni tangga. Kebetulan sang supir juga sudah menunggu di luar gerbang.

Rasya benar-benar senang saat ini. Bagas yang sudah sadar, juga namanya yang disebut dalam tidur malamnya itu. Rasya terkekeh geli kala mengingat pesan dari mama Wanda tadi. Seberuntung itu dirinya diingat oleh Bagas, suaminya sendiri.

"Makasih, Pak." Rasya mengucapkan terima kasih kala ia turun dari mobil, di area parkir Rumah Sakit. Kini kakinya melangkah menuju lorong Rumah Sakit dan kamar rawat inap yang di tempati oleh Bagas.

Rasya membuka pintu kamar dengan hati-hati, ketika masuk ia di sambut hangat oleh Wanda juga Bagas yang kini sedang makan buah.

"Maaf ya, Mah, aku kelamaan. Soalnya tadi kesiangan bangunnya." Rasya berujar seraya mencium punggung tangan Wanda, tak lupa juga ia mencium punggung tangan Bagas yang sedang duduk di atas brankar.

"Iya, sayang. Gak apa-apa, kok. Lagi pula, kan, udah ada Mamah yang jagain di sini." Rasya mengangguk dan tersenyum.

"Ya udah, Mamah tinggal, ya. Kamu pasti belum sarapan, kan?" Rasya hanya terkekeh.

"Mamah beliin, ya. Kamu temenin aja Bagas di sini." Setelah itu Wanda keluar meninggalkan Bagas dan Rasya berdua di ruangan.

Bagas menatap Rasya, begitu pun dengan Rasya. Mereka saling berbicara lewat mata. Tapi hal itu juga tak berlangsung lama, karena Rasya tiba-tiba menghambur ke pelukan Bagas.

Bagas yang terkejut dengan sigap ia membalas pelukan Rasya, bahkan ia pun membalas pelukannya dengan cukup erat.

"Aku kangen, aku khawatir sama kamu. Tapi sekarang aku seneng, karena kamu udah sadar." Rasya mengucapkan kalimat itu di dalam pelukan Bagas.

Bagas mencium puncuk kepala Rasya berkali-kali. Tak lupa tangannya mengusap-usap punggung Rasya. Ia juga tersenyum kala mana Rasya mengatakan itu dengan kalimat yang begitu tulus.

"Aku juga sama, kangen."

________


Hey yooo :)

Gak ada adegan yang berkesan, ya?
Maaf, ini udah mentok bgt.

Kebetulan juga emang lagi kurang fit badannya, jadi ya segitu aja :(

Thank you ❤

Gasya (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang