22

20.7K 2.8K 339
                                    

A/N:
Halo semua,
Maaf banget author notes-nya di permulaan cerita, semoga ga mengganggu ya...
Karena banyak yang tanya sekalian aku jawab di sini, ok. Sebenarnya update BTD ga punya jadwal update tetap, cuma emang yang dulunya seminggu bisa 2-3 kali, kini rada melambat, alasannya karena aku kudu meriksa bolak-balik apakah ada plot yang kelewatan, apakah ada subplot yang belum 'terikat' sama konsistensi hint, belum lagi karena banyak flashback, aku juga kudu bolak-balik cek bab sebelumnya. Semoga menjawab yaa soal waktu update... tapi percayalah begitu satu bab selesai kutulis langsung kutayangkan di wp 🏋🏻‍♂️

Aku paham banget emang terlalu 'menggemaskan' (alias nyebelin🤣) kalau update lama, aku paham banget hampir semua tulisanku lebih cocok dibaca sekali duduk (karena sebagai pembaca aku anaknya gampang bosen jadi maunya ada yang 'mencengkeramku' untuk membuka halaman selanjutnya😂👍)

Tapi aku yakin kalian kuat.

Please baca pas ongoing karena, full disclosure, aku sedang mengirimkan naskah ini ke editor. Aku akan menamatkan naskah ini di wp tapi biasanya kalau dalam proses penerbitan, penerbit akan meminta beberapa bab untuk dihapus.

Semangat, okk!!! Jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan... Sampai jumpa di update selanjutnya!!!

***

Sebelum mereka berdua memasuki dapur rumah Verro, Hanan berdiri sebentar di ambang pintu dapur.

Dari situ, dia bisa melihat ke arah ruang tamu rumah Verro. Terdapat setidaknya lima orang bertubuh tegap, bercelana coklat dan mengenakan jaket penerbang sedang mengobrol membentuk lingkaran. Wajah mereka terlihat cerah dan santai, pembicaraan mereka diselingi tawa, tapi sorot mata mereka terlihat tajam dan waspada.

Baik Hanan dan Verro slaing berpandangan.

"Sedang banyak tamu ya, Pak?" tanya Hanan basa-basi.

Verro mengedik. Polisi," katanya sembari memasuki dapur duluan. "Diminta bersiap di sini."

"Ditugaskan Pak Heri?" tanya Hanan, menyusul masuk dapur.

"Ya, katanya sih siapa tahu Fadlan atau Hellraisers, atau malah keduanya datang ke rumahku malam ini." kata Verro. Dia mempersilakan Hanan duduk sembetara dia berjalan menuju rak gelas dan mengambil dua cangkir keramik. "Padahal kalau menurutku, buang-buang waktu."

"Kenapa, Pak? Kan malah bagus untuk menjaga Pak Verro dan kantor Pak Verro. Rumah Pak Verro memang dikelilingi pagar tinggi, tapi ingat mereka menggunakan bom molotov untuk menyerang restoran."

Verro menyalakan dan menghangatkan mesin espresso, kemudian menggiling biji kopi yang akan dia gunakan. "Kalau mereka mau melakukan penyerangan pada kantorku atau padaku, aku yakin mereka bisa melakukannya dengan mudah..." kata Verro setengah berteriak, di sela berisik mesin penggiling.

"Tapi?" tanya Hanan, ikutan berteriak.

Mesin penggiling berhenti dan Verro menimbang sejumlah bubuk kopi untuk dimasukkan ke portafilter.

Mesin espresso sudah hangat dan Verro meletakkan portafilter ke kepala mesin yang menyemburkan air panas bertekanan tinggi. Saat air panas bertekanan tinggi itu melewati bubuk kopi yang padat di dalam portafilter, terbentuklah espresso yang kental, panas, berbusa dan dengan konsentrasi kafein yang lebih tinggi dari kopi yang dibuat menggunakan cara lain.

Hanan hanya memperhatikan tindak-tanduk Verro dengan tatapan jenaka. Segala keribetan ini hanya untuk segelas kopi? Terima kasih tapi tidak, dia lebih memilih menjerang air, menyeduh Kapal Api, Coffeemix atau Luwak White Coffe dengan air panas, lalu melipat-lipat bungkus kopi sasetnya menggunakannya untuk mengaduk kopi dalam gelas.

Bulan Terbelah DendamWhere stories live. Discover now