9

20.4K 2.8K 62
                                    

"Dara, pacar kamu tuh! Kehujanan!"

Panca menoleh ke arah suara dari teras sebelum mengayunkan paculnya sekali lagi ke lubang di hadapannya. Dia menegakkan badan dan mendongak ke langit. Baru gerimis, belum hujan. Tadi pagi, Bu Ika, istri Pak Bayu, meminta Panca untuk membuat lima lubang di taman samping yang luas. Mau ditanam pohon buah-buahan, katanya.

Panca mengangkat paculnya dan duduk di bawah pohon mangga, sembari meneguk air. Dia terlalu terburu-buru sehingga air dari mulut botol mengalir dari sisi mulutnya, membasahi dagu dan tenggorokan.

Tanpa berkedip, Panca menatap ke arah rumah utama sementara dia mengelap mulut menggunakan punggung tangan.

Panca sudah tinggal dan bekerja di sini selama dua minggu, dia sudah cukup tahu bahwa 'pacar' Dara adalah Surya, dan mereka tidak pacaran. Semata karena nama Dara adalah Sasadara yang berarti rembulan sementara nama Surya berarti matahari.

Ditambah, Dara merupakan anak orang paling kaya di Pandanlegi, sementara kekayaan keluarga Surya menyusul di belakangnya.

Panca tidak tahu bagaimana rasanya jadi anak orang kaya atau jadi orang kaya. Panca tidak tahu bagaimana rasanya punya nama yang sekaligus penuh arti dan doa.

Panca Rahman mungkin terdengar seperti nama yang normal. Tapi di kecamatan tempat dahulu dia tinggal, Telagawungu, ada 54 orang dengan nama belakang Rahman. Mereka semua merupakan anak yatim piatu yang diurus panti di bawah Yayasan Ar-Rahman.

Tidak ada metode penamaan yang pasti. Tidak ada harapan cerah seperti mentari atau terang seperti rembulan.

Semua nama diambil sekenanya. Ada yang dinamakan Taruna Rahman karena si bayi diantar ke yayasan karena ditinggal di dekat mobil Taruna yang terparkir di jalan. Ada yang dinamakan Mega Rahman karena saat ditemukan berselimut kain dengan corak mega mendung.

Panca sendiri ditinggalkan di depan pintu panti pada tanggal 5 Mei, sehingga namanya Panca Rahman.

Tak butuh waktu lama, suara langkah kaki bersandal terdengar menapaki teras. Sesosok tubuh membawa payung yang terkembang cepat-cepat menuruni tangga dan berlari ke arah pintu gerbang kawat setinggi pingang, ditingkahi teriakan dari dalam rumah.

"Daraaaa jangan lari, Deeeek...."

Panca menghela napas, dan bangkit dari istirahatnya, mengambil kembali paculnya. Gerimis sudah makin menderas dan panca berniat untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia hanya butuh menggali satu lubang lagi, setelah itu dia bisa kembali ke dapur untuk makan siang.

Sembari mengayunkan pacul ke sepetak tanah di hadapannya, pikiran Panca melayang.

Dua minggu sejak Panca mulai bekerja, Dara dan Lintang selalu ada di rumah dalam rangka liburan sekolah anak SMA. Kedua anak perempuan Ika dan Bayu sibuk menerima teman. Rumah mereka luas dan karena aneka usaha orangtuanya, mereka tak mudak keluar kota. Jadilah teman-temannya saja yang datang. Kadang mereka membawa bergelas-gelas es tebu dan kantong-kantong kertas berisi gorengan, lalu mereka cekikikan masuk ke dalam rumah.

Panca sudah mulai hapal, tiap kali Surya datang, dia akan membawa cemilan untuk Dara lalu main PS di ruang tengah, sementara Dara menghabiskan cemilan dari Surya, sembari tertawa melihat Surya main.

Panca hanya sesekali melihat mereka, sekilas dari jendela besar di tengah ruangan, saat dia sedang menyiangi rumput.

Betapa anehnya melihat kedua anak remaja itu.

Terutama tiap kali Panca melihat Dara karena Daralah yang lebih sering ada di rumah dan disambangi teman-temannya...

Sebagai orang yang tidak memiliki apa-apa, Panca tidak tahu bagaimana rasanya jadi Dara. Gadis itu yang memiliki segalanya. Memiliki kakak, memilik orangtua, memiliki teman... memiliki nama yang dipikirkan masak masak, mengandung pengharapan.

Bulan Terbelah DendamΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα