19

19.4K 2.9K 395
                                    




Satrio sudah lama tidak ambil pusing dengan siapa Demas bergaul.

Bukan berarti dia tidak tahu soal kegiatan anaknya itu bersama Hellraisers. Dia tahu dengan Demas dan Hellraisers sering berkendara keliling kota di Minggu pagi. Tahu mereka sering nongkrong di Stasiun tiap Sabtu malam.

Dan tahu kalau kadang-kadang, mereka berbuat onar.

Tapi selama ini, Satrio menganggap kenakalan Demas dan Hellraisers wajar-wajar saja. Belum lagi, sebenarnya Hellraiser kelihatan seperti tempat yang cocok untuk mencari koneksi. Beberapa anggota Hellraisers yang lebih tua sudah membuka bengkel custom mobil, ada juga yang menjalankan bisnis EO sendiri.

Dan tentu saja, ada Fadlan, calon adik ipar Panca Rahman.

Ada yang bilang Panca Rahman merupakan semacam pembina bayangan bagi Hellraisers.

Ada yang bilang kalau antara Hellraisers dan Rezeki Pandansari terjadi hubungan simbiosis mutualisme, Hellraisers melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan bonafid seperti Rezeki Pandansari, seperti melakukan teror dan pengeroyokan.

Karena itulah, segala keonaran yang ditimbulkan Hellraisers, selalu bisa diredam oleh Panca Rahman dan Rezeki Pandansari.

Benar atau tidaknya, Satrio tidak tahu...

Yang jelas, sejak Demas ikut bergabung dengan Hellraisers, sejak Demas masih kelas 9 dan belum punya SIM, hinga sekarang Demas sedang menunggu pengumuman masuk ujian universitas, tidak ada masalah yang berati.

Sekolahnya lancar-lancar saja, pergaulannya normal. Meski kadang sulit diajak bicara, emosional dan menolak diskusi, Demas tidak pernah memberontak ekstrim.

***

Hari itu, hari Satrio berjalan dengan buruk.

Pagi-pagi, indikator tangki di mobilnya konslet sehingga mobilnya mogok kehabisan bensin di perjalanan menuju kantor. Akibatnya, dia terlambat masuk kantor.

Siangnya, dia titip beli pecel ayam ke OB, tapi rupanya penjual makanan lupa memasukkan bungkus berisi ayamnya, sehingga saat Satrio mau makan, hanya ada nasi putih, sambal dan lalapan saja.

Karenanya, saat sore hari, dua jam sebelum waktu pulang kantor, istrinya menelepon, Satrio sudah tidak kaget lagi mendengar nada panik di suara istrinya ketika dia mengucapkan salam.

Entah bagaimana, Satrio tahu bahwa kesialannya hari ini belum berakhir.

Mungkin ada pipa dapur bocor, mungkin kucing mereka nyangkut lagi di atap, atau mungkin Internet di rumah sedang gangguan.

Hanya saja, ternyata yang kemudian dikatakan istrinya tenyata jadi hal paling buruk yang dialami Satrio hari itu. Mengalahkan kerepotan menelepon bengkel saat mobilnya mogok di tengah jalan,  mengalahkan makan siang hanya dengan sambal...

Pak, pulang kantor langsung ke Polsek ya, tadi Demas dijemput polisi....

Satrio langsung izin pulang cepat saat itu juga, tidak mungkin dia menunggu dua jam lebih lama.

Diantar salah seorang temannya, Satrio sampai ke Polsek dalam lima belas menit.

Di lapangan depan posek, puluhan anak muda seumuran Demas sedang berjongkok rapi. Di samping lapangan, berjajar motor-motor mereka yang sudah digantungi kertas tag sitaan warna merah jambu.

Di meja panjang dekat situ, terlihat aneka barang bukti terhampar; aneka pecahan botol minuman energi, batu-batu, rantai panjang dengan gir di ujungnya, belati, baju-baju berbau bensin.

Bulan Terbelah DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang