14

20.2K 2.8K 109
                                    


Sebentar lagi mereka akan memasuki batas daerah Pandanlegi. Sekitar setengah jam sebelum sampai rumah.

Ladang-ladang tebu sudah beres dipanen, sepanjang mata memandang hanya ada petakan tananh, tertutup hamparan daun tebu kering keemasan, bertemu dengan langit sore yang biru kemerahan.

Dara menoleh ke bangku penumpang belakang, memastikan Lintang memang benar-benar tertidur karena sudah setengah jam ini tidak terdengar suara kakaknya.

Benar saja, Lintang sudah terkulai. Di sampingnya, bertumpuk kotak-kotak kado warna senada--hitam dan perak, hadiah untuk ulang tahun Verro minggu depan.

Dara menghela napas. Mengingat Lintang sudah tidur, saatnya dia mengatakan hal yang sedari tadi sudah dia ingin katakan.

"Maaf," ujarnya pada lelaki muda yang ada di sampingnya, mengemudikan mobil.

Sesudah berkata begitu, Dara mengambil ponselnya dari saku seragam sekolah, dan mulai menggulirkan tombol menu.

Di titik ini, Dara sudah terbiasa dengan Panca yang berbicara seperlunya saja. Maka dia agak kaget saat setelah sekian lama terdiam, Panca bertanya balik, "Maaf untuk apa?"

***

Sebelum ada Panca di rumah, pernah Pak Idang yang antar jemput Dara dan Lintang.

Pak Idang hobi sekali pakai baju safari, selalu punya tebak-tebakan garing untuk dilemparkan dan selalu ada bahan pembicaraan. Kadang kalau Lintang tidak ikutan pulang, Dara mengajak teman-temannya diantar pulang Pak Idang dan sepanjang jalan, mereka mengobrol seru dengan Pak Idang.

Tapi kemudian Pak Idang pindah ke Surabaya untuk berkumpul bersama anaknya yang tertua dan cucu-cucunya, dan selama beberapa tahun, Ika dan Bayu yang antar jemput Lintang dan Dara.

Lalu Panca datang.

Panca tidak seperti Pak Idang yang ramai mengobrol dan selalu tertawa hingga matanya menyipit. Karena Dara selalu kebagian duduk di bangku depan, dia yang kedapatan tugas untuk mengobrol dan beramah tamah dengan Panca, tapi seringnya, Panca yang lebih sering membuang wajah atau menunduk tiap kali Dara mengajak bicara.

Panca tak seperti Pak Idang yang suka pakai baju safari. Beberapa waktu yang lalu, Ika menjahitkan Panca celana hitam pas badan, yang kalau dikenakan membuat kakinya makin jenjang. Panca juga selalu mengenakan kemeja hitam tiap menjemput--tiga kancing teratasnya tidak disematkan.

Panca selalu menunggu di bawah lengkung pagar sekolah, dan banyak teman-teman Dara bertanya-tanya soal Panca.

Mereka bilang, Panca mirip pemain sinetron laga. Sorot mata pria itu tajam, bibirnya penuh, rahangnya tegas. Kulitnya mengilap kecolakatan, badannya tegap jangkung, langsing dan kuat.

Pernah sekali Lintang tidak pulang bersama, dan teman-teman Dara sampai harus bikin undian siapa yang bisa nebeng pulang di mobil Dara. kalau ada Lintang, mereka biasanya sungkan dan tidak berani.

Paham bahwa teman-temannya berniat mengobrol dengan Panca--meski Dara juga sudah bolak-balik mengingatkan kalau Panca tidak suka bicara--maka diaturlah Dara duduk di bangku paling belakng, pojok paling kiri. Sementara itu, bangku-bangku lainnya diisi teman-teman Dara yang selama ini cuma berani ngecengin Panca dari kejauhan. bangku penumpang depan diisi Jelita, yang namanya mencerminkan wajahnya, yang paling heboh naksir Panca.

Bulan Terbelah DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang