Prolog

66.5K 4.6K 106
                                    

Panca sedang menerima telepon dari perusahaan forwarding yang biasa dia gunakan untuk mengekspor aneka rempah yang diproduksi perusahaannya. Tangan kirinya memeluk pinggang sementara tangan kanannya menekan ponsel ke telinga.

Baik Zaki, supir Panca, maupun Hanan, asisten pribadinya, tahu betul kebiasaan Panca saat sedang bekerja--Panca membutuhkan ketenangan absolut.

Maka, meski sudah pukul empat sore dan mereka sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah Panca, suasana dalam mobil dibuat persis seperti suasana ruang kerja Panca. Tidak ada suara percakapan, tidak ada suara musik. Ponsel Zaki dan Hanan dibisukan. Satu-satunya suara bersumber dari derum mesin mobil yang mereka kendarai.

Sepuluh menit sebelum mereka sampai ke tujuan, Panca mendadak berkata dengan nada datar, "Berhenti."

Zaki dan Hanan berpandangan. Hanan memutar tubuh, melongokkan kepalanya dari sela antara bangku penumpang depan, sementara Zaki mengecek spion samping dan spion tengah sebelum menginjak rem perlahan.

"Maksudnya mobilnya berhenti, Pak?" tanya Hanan memastikan, karena bisa saja Panca sedang bicara pada lawan bicaranya di telepon.

Panca yang sedang menoleh keluar jendela, menoleh kaku, menatap Hanan.

Menggunakan ibu jari dan telunjuknya, Panca mengacungkan ponselnya yang kini sedang tidak dipakai. "Iya, mobilnya yang berhenti," kata Panca, memastikan. "Lalu mundur sekitar seratus meter."

Jalan yang mereka lalui merupakan jalan utama desa. Di sisi kanan jalan hampir seluruhnya rimbun oleh ladang tebu. Batangnya gendut kekuningan, terlihat ranum berair, siap dipanen lalu dibawa ke pabrik gula dalam dua minggu.

Di sisi kiri, lebih banyak dibangun bangunan-bangunan untuk usaha; aneka toko kelontong, toko pupuk, pakan ternak, toko seragam sekolah.

Land Cruiser yang mereka kendarai melambat, lalu Zaki mengemudikannya mundur, sesuai perintah Panca.

"Stop," kata Panca pelan.

Zaki memarkirkan mobil di bahu jalan, melihat ke sekeliling. Meski jalan utama desa banyak di bangun tempat usaha, Zaki menyadari bahwa tempat Panca memintanya berhenti adalah rumah tinggal.

Atau lebih tepatnya, rumah tinggal dengan pagar megah dan halaman luas, dengan spanduk kuning bertuliskan DIJUAL terbentang menutupi pintu pagar.

Panca mengambil kacamata hitam dari kantung kemejanya, lalu memakainya sebelum turun dari mobil.

Zaki dan Hanan mengikuti Panca tanpa bicara, sembari memperhatikan rumah besar ini.

Terlihat seperti dibangun di jaman Belanda, dengan teras tembok batu, ruang tamu berbentuk segi lima, dengan ubin beton kelabu dan pilar-pilar tinggi putih di terasnya. 

Hampir seperti rumah dinas petinggi pabrik gula hanya saja lebih megah. Meski terlihat jelas sudah lama tidak dihuni, rumah ini terlihat rapi, dengan taman terawat dan lampu teras yang menyala.

Panca berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.

"Kemarin tulisan ini belum ada," gumam Panca, pelan tapi cukup jelas terdengar oleh Zaki dan Hanan.

Zaki dan Hanan, yang berdiri di belakang Panca, saling berpandangan, alis mereka sama sama meninggi. Apa artinya ucapan itu?

Untuk bisa mengatakan 'kemarin tulisan ini belum ada', apakah itu berarti kemarin Panca juga memperhatikan rumah ini? Apakah hari-hari sebelumnya juga?

Rumah siapa ini sebenarnya?

"Mau beli, Pak?" tanya Zaki, tidak berani lancang untuk mengorek informasi yang lebih pribadi. Panca tidak pernah membawa diri sebagai atasan yang asyik dan tanpa jarak, Panca selalu memastikan semua orang tahu bahwa dia lebih suka semua orang menjaga jarak dengannya. Malahan, Zaki curiga, dia dan Hanan dipekerjakan sebagai tangan kanan Panca untuk alasan itu.

Bulan Terbelah Dendamحيث تعيش القصص. اكتشف الآن