15

21.3K 2.9K 439
                                    

Verro membiarkan kamar kerjanya tetap gelap meski matahari sudah terbenam beberapa waktu lalu.

Matanya tetap nyalang memandang kegelapan. Dia tidak sedih.

Sedih adalah perasaan. Sesuatu yang amat Verro terima karena kesedihan jauh lebih baik dari apa yang kini dia rasakan; kekosongan, kehampaan.

Dia bangkit dari sofa dan menyeret langkah ke meja kerja, menyalakan lampu baca, sebelum berjalan ke jendela dan menarik tirai.

Setelahnya, Verro keluar dari ruang kerja.

Baru melangkah sekali dari ambang pintu, Verro mematung.

Ada aroma samar terhidu olehnya, aroma yang mengingatkan Verro akan masa-masa ketika segalanya lebih mudah dan indah.

***

Pernah ada pabrik gula berusia seabad di Pandanlegi, sebelum dinyatakan bangkrut delapan tahun lalu.

Selama pabrik itu masih beroperasi, masa-masa setelah panen tebu, asap putih akan membumbung tinggi dari cerobong.

Aroma wangi cairan tebu yang sedang dimasak menguar ke seluruh Pandanlegi, aroma manis seperti gula yang meleleh.

Setelah pabrik gula tutup, tidak ada lagi aroma manis semacam itu.

Kini, setiap habis panen raya, setengah hasil panenan tebu dikirim keluar daerah yang masih memiliki pabrik gula.

Setengahnya lagi dibeli oleh Rezeki Pandansari untuk membuat gula batu premium.

Meski Rezeki Pandansari banyak berurusan dengan vanili dan gula batu, namun tidak seperti pabrik gula, tidak pernah ada wewangian keluar dari area perusahaan.

Rezeki Pandansari mengolah vanili dan sari tebu mereka dengan amat hati-hati. Segalanya steril, segalanya modern, di dalam plant produksi yang sudah memenuhi aneka sertifikasi ISO sebagai syarat ekspor.

Aroma yang malam ini tercium Verro, terasa seperti membawanya Verro kembali ke masa-masa ketika pabrik gula masih berjaya, ketika Lintang masih ada di sisinya.

Aroma manis gula yang meleleh...

Di sela istirahat sekolah, bahkan di kantin mereka bisa mencium aroma manis itu.

Mereka tidak bisa bebas bertemu sepulang sekolah jadi tiap istirahat, Verro dan Lintang nyaris tak terpisahkan. Verro dengan malu-malu tapi bersemangat menceritakan cita-citanya; dia ingin punya kantor desain. Lintang mendengarkan Verro bercerita dengan semangat yang sama.

Verro tak pernah menganggap serius cita-citanya, tapi Lintang selalu percaya Verro bisa...

Kan enak tahu, kalau punya kantor desain, nanti aku melamar jadi pegawai kamu. Nanti kita nggak usah ke mana-mana, kita bisa tetap di Pandanlegi... Dara juga bilang dia mau tinggal di Pandanlegi aja, nanti aku suruh dia ngelamar ke kanto kamu juga.

Verro ingat dia tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Lintang.

Anehnya, meski diterpa perpisahan dengan Lintang, meski digilas perasaan tak menentu bertahun-tahun, cita-cita Verro kesampaian. Kantor desainnya benar-benar ada, dia benar-benar mempekerjakan orang-orang Pandanlegi.

Bulan Terbelah DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang