Asing

3.8K 184 8
                                    

Selamat membaca:)

Setelah kejadian malam itu. Jesika, cewek itu hanya mengurung dirinya selama tiga hari. Yang dilakukan cewek itu hanya menangis dan menangis.

Malam harinya, cewek itu menatap dirinya dari pantulan kaca dikamarnya. Mata yang sembab, bibir pucat dan wajahnya juga tak kalah pucatnya. "Miris," gumannya.

Mamanya bahkan tidak peduli terhadapanya. Apakah Jesika punya masalah? Udah makan? Oh itu sama sekali tidak pernah ditanyakan mamanya.

Langkah kakinya membawanya keluar dari kamarnya, berjalan menuju dapur untuk mengambil es batu guna mengkompres matanya yang bengkak.

Namun ditangga yang akan menghubungkannya ke dapur, dirinya berpapasan dengan Audy, gadis cantik yang selalu menampilkan senyumannya kepada siapapun bahkan orang yang menyakitinya.

Mata kecil gadis itu menatap Jesika dengan terkejut dan takut. "Mata kamu kenapa Jes? Kamu lagi ada masalah? Cerita sama aku," ucap Audy dengan nada khawatirnya, Audy menundukan kepalanya.

Jesika sedang membutuhkan teman curhat dirinya ingin mengatakan semuanya pada Audy, namun sebuah tatapan tajam yang berasal dari ujung tangga menatapnya dengan tatapan menusuk.

Farah, ya wanita itu sedang menatap Jesika tajam. Jika saja Jesika baik kepada Audy, maka nyawa seseorang akan melayang.

Jesika dengan tangan bergetarnya menyingkirkan Audy dari hadapannya. Menatap gadis itu dengan sinis. "Gak usah sok peduli lo! Lo urusin aja hidup lo yang gak guna itu!" ucap Jesika sarkatis.

Farah disana tersenyum lebar berbeda dengan Jesika, jauh dilubuk hatinya. Dirinya sungguh tidak tega berbuat itu pada Audy. Jesika selalu menginginkan punya saudara perempuan yang akan selalu menemaninya namun kini dia memiliki saudara perempuan tapi dia terpaksa untuk membencinya.

Jesika melanjutkan langkahnya. Menatap sang Mama sekilas kemudian mengambil es batu yang diletakkan dalam mangkok dan membawanya ke kamarnya.

"Kenapa kamu?" ucap sang mama menahan lengan Jesika. Jesika memutar matanya jengah.

"Bukan urusan mama!"

"Berani kamu ya!" sertak Farah. Tangan Farah menggenggam tangan Jesika dengan kuat. Malam ini sang ayah sedang berada diluar kota. Audy, gadis itu telah masuk kekamarnya yang akhirnya menyisahkan Jesika dan sang mama.

"Jesi capek ma! Please ngertiin Jesi," ucap Jesika memohon. Farah mendengus kesal melepaskan cekalannya yang meninggalkan warna merah bercapkan tangan disana.

Jesika melanjutkan langkahnya kemudian mengunci kamarnya. Dirinya menghembuskan nafasnya lelah.

Tangannya mencari sebuah handuk kecil dilemarinya kemudian memasukkan es batu didalam gulungan handuk kecil.

Setelah matanya tidak terlalu bengkak lagi, dirinya memutuskan untuk menatap langit malam yang begitu indah.

Namun saat dirinya ingin melangkahkan kakinya menuju balkon kamarnya, pintunya diketuk dari luar.

Dengan langkah malas dirinya berjalan, membuka pintu yang menampilkan Deon dengan wajah lelahnya dan seragam yang masih melekat di tubuh cowok itu.

Deon menyerahkan sekantong yang berisikan banyak roti selai stroberi  dan cemilan lainnya kepada Jesika.

"Makan, gue tau lo gak pernah makan selama tiga hari ini," ucap Deon dengan wajah datarnya. Setelah membarikan itu, Deon langsung kekamarnya yang bersebelahan dengan Jesika.

Jesika membawa masuk kantong tersebut dan menatapnya dengan tatapan berbinarnya. Abangnya sungguh memperhatikannya? Pikirnya.

Dirinya bahagia memiliki abang seperti Deon yang memiliki sifat cuek dan dinginnya namun dibalik itu ada sikap peduli yang sangat besar.

STILL LOVE YOUWhere stories live. Discover now