~WAP~
Cardi B ft. Megan Thee Stallion
.
.
.
'Turunkan sedikit gaya hidupmu.'
_______________
Auristela dan Athena berjalan keluar dari sebuah kelinik kecantikan. Namun langkah kaki Athena terhenti karena deringan ponsel miliknya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat nama si penelepon. Albert. Tumben sekali. Biasanya Albert lebih suka berbicara tatap muka, bukan lewat jaringan seperti ini.
"Ada apa?" tanya Athena saat panggilan telepon sudah terhubung.
'Kau sibuk?'
"Tidak terlalu. Ada apa memangnya?"
'Aku ingin meminta bantuanmu. Tolong kau temani adikku di rumah yang pernah kau kunjungi. Aku tidak bisa berlama lama menelepon mu. Terima kasih Athena.'
Tut, tut, tut.
Tunggu! Adik? Albert punya adik?!
Auristela memandang Athena bingung. Kenapa Athena terlihat seperti kebingungan? Auristela memutuskan untuk bertanya langsung pada wanita itu, "Ada apa, Athena? Apa sesuatu yang buruk baru saja terjadi?"
"Entahlah," linglung Athena.
Athena ingin menolak perminta tolongan Albert. Pasalnya ia masih sedikit kesal dengan pria itu. Namun di sisi lain, Athena ingin tahu wajah adik Albert. Seperti apa adik Albert? Wanita atau pria? Menyebalkan seperti kakaknya atau tidak?
Persetanan dengan rasa kesalnya pada Albert! Rasa ingin tahunya lebih mendominasi!
"Ayo Auristela. Sebelum kita ke mall, aku ingin pergi ke rumah Albert dulu," ajak Athena.
"Tumben sekali. Biasanya kau tidak suka berdekatan dengan Albert."
"Tumben sekali. Biasanya kau tidak suka berdekatan dengan Albert."
Athena tidak menanggapi ucapan Auristela. Athena lebih memilih menjalankan mobil BMW putihnya dengan kecepatan kencang. "Athena pelan-pelan saja!" tegur Auristela. Auristela takut jika nantinya Athena menabrak orang. "Tidak bisa! Kita harus cepat." Tidak mendengarkan ucapan Auristela, Athena malah menambah kecepatan mobilnya, dan itu membuat Auristela merasa pasrah.
"Aku rasa, aku akan mati," pasrah Auristela.
Auristela membiarkan Athena mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Dari pada mengurusi Athena, Auristela lebih memilih memainkan ponselnya. Tersenyum. Auristela tersenyum kala memandangi foto Sean yang sedang memakan ice cream di layar ponselnya. Foto itu tersimpan di gallery ponsel milik Auristela. Tangan Auristela menggeser foto Sean, lalu fotonya muncul saat menggeser foto Sean tadi.
Di foto itu, Auristela sedang tersenyum manis. Foto tersebut hasil jepretan Sean. Auristela masih sangat ingat bagaimana Sean tersenyum saat memotret dirinya. Mengejarnya karena ia sengaja menempelkan Ice cream di pipi pria itu. Astaga, Auristela rindu Spanyol.
"Sampai! Ayo masuk."
"Bukankah sebaiknya memecet bell—nya terlebih dahulu?" saran Auristela agar sedikit lebih sopan.
"Ya, baiklah!" Athena memang tidak terbiasa memencet bell terlebih dahulu sebelum masuk ke rumah Albert. Biasanya Athena langsung masuk begitu saja tanpa memencet bell. Bukan karena tidak sopan. Itu karena Albert sendiri yang memintanya. Lagi pula, Albert dan Athena sudah saling kenal.
Sudah berkali kali Athena memencet bell, namun tidak ada satu pun orang yang membukakan pintu. Menyebalkan! "Kau yakin Albert ada di dalam?" tanya Auristela. "Tidak. Albert sedang tidak ada di sini. Pria itu menyuruhku untuk menemani adiknya. Tapi di mana adiknya?!"
"Sudah aku bilang, mending langsung masuk saja!" Athena langsung menerobos pintu masuk rumah Albert. Dan ternyata pintunya tidak terkunci. Mata hijaunya mencari cari keberadaan adik Albert, namun Athena tidak kunjung menemukannya. Apa Albert menipunya?
"Wah, aku memang pintar! Pasti nanti tamannya akan terlihat sangat indah! Albert itu! Bagaimana bisa taman seluas ini tidak diurus?!"
Auristela dan Athena saling bertatap tatapan. Senyum kemenangan muncul di bibir Athena. Tanpa berlama lama lagi, mereka berdua langsung berjalan menuju taman. Hal pertama yang Auristela dan Athena lihat adalah seorang wanita yang sedang menyiram tanaman. Terlihat jelas raut kebahagian di wajah wanita itu.
"Ekhem. Kau adiknya Albert?" tanya Athena.
"Kalian siapa? Kenapa masuk seenaknya saja? Jangan-jangan kalian orang jahat?!" tuduh Grace.
"Orang jahat? Mana mungkin! Aku kesini disuruh oleh kakakmu! Ayo! Kau mau ikut tidak?" Athena berjalan menghampiri Grace. Berniat untuk menarik tangan Grace. Namun belum sempat menarik tangan Grace, Athena sudah disiram air oleh Grace. "Rasakan!" Grace tertawa terbahak bahak melihat tubuh Athena yang basah.
Auristela menutup mulutnya tidak percaya. Kalau seperti ini bisa terjadi perang! Athena sangat tidak suka jika penampilannya rusak. Athena selalu menjunjung tinggi penampilannya. "Sialan!" Athena langsung merebut selang yang ada pada genggaman Grace. Athena menyiram balik Grace tanpa ampun. Alhasil Grace yang sedang tertawa, langsung terbatuk batuk karena air masuk ke dalam mulutnya begitu saja.
"Hei hentikan!" teriak Grace meminta Athena untuk menghentikan siraman air. Namun sepertinya Athena tidak mendengarkan teriakan Grace. Wanita itu masih setia menyiram Grace dengan air secara berutal. Auristela memutuskan untuk mematikan keran air yang tersambung ke selang itu.
"Auristela! Apa yang kau lakukan?! Nyalahkan kembali kerannya!" titah Athena. Auristela ini! Apa wanita itu tidak tahu kalau Athena sedang bersenang senang?!
"Ayolah Athena. Kita kesini bukan untuk bertempur air." Athena menghembuskan napasnya kasar. "Kau benar. Ayo Auristela. Lebih baik kita pulang," ajak Athena. Auristela tersenyum hambar. Tidak seperti biasanya Athena menyerah begitu saja. Biasanya Athena tidak akan pernah menyerah sebelum apa yang diinginkannya tercapai terlebih dahulu.
"Tidak jadi mengajaknya?" tanya Auristela.
"Tidak usah! Biarkan saja. Seharusnya aku tidak datang ke sini!" sesal Athena.
"Oh ayolah. Jangan mudah menyerah seperti itu." Auristela berjalan menghampiri Athena. Auristela berusaha membuat Athena tidak langsung menyerah begitu saja. "Untuk apa mem—Sialan!" Gumpalan tanah merah meluncur indah di dress mini milik Athena. Athena berniat menghampiri Garce, siap untuk membunuh wanita itu. Namun pergelangan tangannya langsung ditahan oleh Auristela. "Athena hentikan," bisik Auristela pelan.
"Tapi dia mengotori dress cantik milikku!" protes Athena.
"Athena dengar, seb—"
"Oops." Grace langsung membuang gumpalan tanah merah yang ada di tangannya. Sedangkan Athena menutup mulutnya tidak percaya. "Sorry! Niatnya aku ingin mengenai wanita pirang itu. Tapi malah mengenai dirimu." Auristela menghembuskan napasnya berat, sedangkan Grace sudah menggigit bibirnya ngeri. "Ya tidak apa-apa. Lupakan saja. Ini bisa dibersihkan," ucap Auristela. Bibirnya tersenyum manis saat menatap Grace.
"Kami bukan orang jahat. Namaku Auristela dan wanita di sebelahku ini namanya Athena. Kami temannya Albert," jelas Auristela.
"Tidak percaya!" sinis Grace.
"Bagaimana caranya untuk membuatmu percaya?! Oh tuhan! Kenapa ada orang-orang seperti ini di bumi!" keluh Athena. Wajahnya sudah terlihat kesal saat memandang Grace. "Buktikan kalau kau bukan orang jahat!" tegas Grace.
"Kau ingin bukti? Baiklah, seharusnya kau mengucapkannya sedari tadi. Bukti pertama, aku dan Athena memiliki nomer kakakmu," Auristela menunjukan nomer Albert pada Grace. "Kedua ak—"
"Telepon kakak ku."
Auristela segera menelepon nomer Albert. Namun nomernya tidak aktif. Begitu pun ketika Athena mencoba menelepon Albert. "Bukti pertama palsu!" tegas Grace. Athena mengepalkan telapak tangannya. Demi tuhan! Athena sangat kesal! "Oh astaga, aku sudah tidak tahan dengan wanita ini!" keluh Athena.
"Baiklah. Mungkin ada cara lain agar kau percaya." Grace menganguk mengiyakan ucapan Auristela. Jari jemarinya ia letakan di dahinya, seperti orang yang sedang berpikir. "Sebutkan nama teman-teman kakak ku!"
"Baiklah. Setahuku Albert berteman baik dengan Sean. Dan sewaktu aku kembali ke Amerika setelah ke Spanyol, Sean sempat berbicara dengan pria yang bernama Theo. Jadi mungkin teman Albert adalah Sean dan juga Theo." Telunjuk Grace menunjuk Athena. Raut wajahnya seperti menyuruh Athena untuk menjawab pertanyaannya. "Sama seperti Auristela," jawab Athena malas.
"Kalian bilang, kalian teman kakak ku. Tapi kenapa tidak menyebutkan nama kalian? Tes yang ini gagal juga!" tegas Grace.
"Sudah aku duga! Ayo Auristela kita pergi. Semenit saja aku masih bertahan di sini, mungkin aku akan mati."
"Baiklah-baiklah. Aku kasih kesempatan terakhir. Coba kalian deskripsikan kakak ku."
"Ah itu gampang! Albert adalah seorang pria berengsek dan menyebalkan. Suka bermain wanita dan bodoh. Intinya, Albert adalah pria terburuk!" jawab Athena dengan senang hati.
"Wow. Menakjubkan! Kakak ku sangat jelek di matamu. Baiklah kalian meyakinkan aku. Tidak ada orang jahat yang menjelek jelekan mangsanya. Jadi kita ingin kemana?" tanya Grace.
"Neraka!"
"Baiklah. Aku ikut! Tapi ayo ganti pakaian dulu. Baju kalian basah dan kotor."
~*~*~*~
Tujuan ke Las Vegas dibatalkan saat Sean mendengar kabar kalau Katy ada di New York. Beruntungnya, Katy ada di lokasi yang dekat dengan lokasi Sean berada. Wanita licik itu sedang menikmati hidupnya dengan bersantai disuatu restaurant bintang lima. Tidak suka membuang waktu, Sean dan yang lainnya segera menghampiri Katy.
"Hari yang cerah bukan?"
Katy langsung terlonjak kaget. Tangan kanannya memanggil pelayan untuk meminta bill. Pelayan itu segera datang menghampiri. "Kau sudah selesai? Baru saja aku menyewa restaurant ini, agar kita bisa berbicara," ucap Sean.
"Aku tidak punya waktu!" bentak Katy. Sean menganguk anggukan kepalanya mengerti. "Carla ini urusanmu. Aku tidak mengerti apa yang dimaksud wanita." Sean, Albert, dan Evan memilih duduk di bangku yang berbeda. Tidak lupa ketiganya memesan makanan.
"Long tima no see, Katy," kekeh Carla.
"Theo! Biarkan mereka bicara. Wanita dengan wanita. Kau tidak akan mengerti!" teriak Evan. Namun yang membuat Theo tidak menghampiri mereka adalah tatapan tajam mata Sean. Mata hijau itu seperti memperingatkannya. "Aku bisa menangani jalang ini. Jangan ragukan aku!" ucap Carla.
"Jadi kemana setengah dari keuntungan penjualanmu? Kenapa hanya setengah yang kau beri? Kami sudah mempercayaimu, Katy!"
"Tidak mungkin aku memberi semuanya! Aku dan anggotaku membutuhkannya! Untuk makan kami," jelas Katy. Matanya sudah menatap Carla tajam. "Itu bukan perjanjiannya! Kau sendiri yang menyetujui! Itu masalahmu! Cari perkerjaan lain untuk memberi makan dirimu dan anggotamu!" Kini, kedua bola mata Carla ikut menajam. Enak saja Katy mengingkari perjanjian! Perjanjian adalah perjanjian.
"Persetanan dengan itu semua!" Katy menggebrak meja. Pisau lipat dikeluarkan oleh wanita itu untuk menodong Carla.
Theo sudah berdiri dan siap menghampiri kedua wanita itu, namun niatnya harus terurung karena Albert langsung menahannya. "Hei, hei, hei! Santai saja. Nikmati makananmu dan juga drama ini!" Theo yang mendengar ucapan Albert hanya bisa menghembuskan napasnya gusar. Matanya tidak henti hentinya menatap Carla dan Katy secara bergantian.
Theo tidak mau Carla terluka.
"Turunkan pisaumu! Atau kau akan menyesalinya nanti." Tidak ada lagi nada candaan pada suara Carla, yang ada hanyalah keseriusan. "Aku bilang turunkan!" Kesal, Carla langsung melintir tangan Katy. Pisau yang ada ditangan Katy langsung Carla tancapkan di meja kayu.
Albert dan Evan heboh bertepuk tangan, Theo masih setia menatap serius kedua wanita itu, sedangkan Sean asik menikmati makanannya.
"Turunkan sedikit gaya hidupmu. Aku akan memberimu keringanan dengan hanya mengambil keuntungan delapan puluh lima persen. Tidak ada lagi tawaran!" tegas Carla.
________________
It's not perfect, but I always hope you like it!
jangan lupa untuk vote, comment, share, saran, dan kritiknya💚
Vote dan comment adalah gambaran kalau kamu menghargai karya kecil punyaku✨
TERIMAKASIH