~Better Than Words~
One Direction
.
.
.
'Cukup senyumanmu untuk diriku saja. Cukup aku yang terjatuh dalam senyummu.'
_________________
Valeska melotot tidak percaya dengan artikel yang muncul di ponselnya. Yang membuatnya salah fokus adalah nama dari pria yang akan menjadi tunangan Athena. Sean Fiennes Kennard. Valeska menggelengkan kepalanya. Tidak. Mungkin nama depan dan tengahnya saja yang sama. Seannya tidak memiliki nama Kennard.
"Hallo Athena. Aku melihat sebuah artikel yang menyatakan kau akan segera bertunangan. Apa itu benar? Kenapa kau tidak memberi tahuku?!"
'Aish! Maafkan aku Vale. Ini memang sangat mendadak.'
"Tidak masalah. Tanggal berapa kau akan bertunangan?"
'Secepatnya. Kau tung—apa apaan ini! Kembalikan ponselku!'
Tut, tut, tut.
"Athena? Kau masih di sana? Athena!"
Valeska mengutak atik ponselnya agar bisa terhubung kembali dengan Athena. Namun sayangnya tidak bisa. "Athena baik-baik saja?" tanya Valeska pada dirinya sendiri.
Di lain tempat, Sean tersenyum sinis saat berhasil merampas ponsel Athena. Ponsel Athena langsung Sean matikan. "Kau gila?! Kenapa ada namaku dalam artikel itu?" tanya Sean dingin. Mereka—Sean, Auristela, Albert, dan Athena kembali menjadi pusat perhatian pengunjung restaurant. Setelah keributan tadi, kini keempatnya membuat keributan kembali.
"Bicarakan ini di rumahku saja," bujuk Albert. Athena menatap Albert kesal. "Tidak. Aku masih mau di sini. Pulanglah jika kalian mau," usir Athena. Dalam hati, Sean tersenyum melihat tingkah Athena. "Baiklah, Albert kosongkan restaurant ini. Secepatnya!"
Albert menghela napasnya gusar. "Baiklah." Beberapa menit kepergian Albert, semua pengunjung restaurant mulai meninggalkan tempat duduk mereka. Tak sedikit dari mereka yang merasa kesal.
"Ah, beginikan enak," kekeh Sean.
Sean menarik salah satu kursi untuk Auristela. Auristela tersenyum manis dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Sean. "Hapus dan bersihkan namaku, atau aku yang akan menghapusnya lalu aku hancurkan penerbit artikel itu?" ancam Sean kepada Athena.
Sean mengambil sebatang rokok dari saku jasnya. Dengan santai ia menghisap rokok itu. "Tidak keduanya," jawab Athena tak kalah santai. Tangan mungilnya menuang sebotol wine ke gelas berkaki. Meneguk anggur merah itu dengan santai. "Aku anggap kau memilih pilihan kedua." Sean merogoh saku celananya. Ibu jarinya langsung memencet nomer Carla. "Carla aku ingin kau hancurkan penerbit artikel yang membawa namaku. Semua. Semuanya yang membawa namaku."
'Baik sir. Ini tidak akan lama.'
"Hancurkan saja. Penerbit artikel itu tidak ada sangkut pautnya denganku!" elak Athena.
"Kau yakin?"
"Athena, dengan kau melakukan semua ini, kau hanya akan dapat malu. Kau menjatuhkan dirimu sendiri," ucap Auristela penuh kelembutan, berharap Athen mengerti maksud ucapannya. Namun Auristela malah mendapatkan tatapan ketidaksukaan dari Athena. "Oh ya? Kau takut artikel itu benar ya? Ikhlaskan saja," ledek Athena.
"Aku masih memberimu kesempatan," tegas Sean.
"Baiklah, baiklah! Aku akan apus artikel itu," ucap Athena, lalu bangkit dari duduknya. Tangannya masih memegang segelas wine. Bibirnya tersenyum sinis menatap Sean dan Auristela. "Setelah aku menyiram jalang ini!" Tepat setelah Athena menyelesaikan ucapannya, cairan wine berwarna ungu kemerahan langsung mengotori dress yang Auristela gunakan. Dengan santai, Athena berjalan meninggalkan Sean dan Auristela berserta Albert.
"Athena!" bentak Sean. Albert menatap Sean tidak terima. "No le grites a mi mujer!" tegas Albert dengan menggunakan bahasa Spanyol. Auristela yang tidak mengerti pun hanya bisa memandangi dua pria itu bergantian. "Dile a tu mujer que nunca lastime a mi mujer!" Albert mengbaikan ucapan Sean. Pria itu lebih memilih untuk mengejar Athena.
"Pirang sialan!" umpat Auristela setelah kepergian Albert. "Memang dari awal kita sudah tidak akur!" keluh Auristela. Tangannya mengelap ngelap dress—nya, berharap noda yang ada di dress—nya menghilang. "Barbie pirang itu sudah tidak menyukaiku sejak awal dia bertemu denganku."
"Lupakan saja. Mari aku antar kau pulang, atau kau ingin membeli pakaian ganti?" tawar Sean. Auristela menggeleng gelengkan kepalanya. "Aku ingin pulang saja," jawab Auristela.
Sean mengulurkan tangannya menggenggam jari jemari Auristela. Keduanya berjalan beriringan dengan santai. Mata hijau Sean menatap tajam saat melihat salah satu pria yang menatap Auristela—nya penuh nafsu. Sean melepaskan genggaman tangannya. Auristela menatap Sean bingung. Cepat, Sean melepaskan jasnya, lalu ia pakaikan ke tubuh Auristela. "Udaranya dingin," alibi Sean.
Auristela tersenyum malu. Pipinya mengeluarkan rona merah. "Pipimu kenapa?" goda Sean. Auristela memukul punggung Sean kencang. Rasa malunya semakin menjadi jadi.
"Pipimu semakin memerah!"
Tidak tahan dengan godaan Sean, Auristela langsung membenamkan wajahnya di dada bidang milik Sean. "Aku malu," keluh Auristela. Sudut bibir Sean berkedut. Sebuah senyuman tulus terukir di bibir pria itu. "Kau malu kenapa?" Sean terus menerus menggoda Auristela. Auristela yang tak tahanpun langsung berlari menghindari Sean, namun Sean langsung mengejar Auristela cepat.
Tangan Sean berhasil menangkap tangan Auristela. Sean langsung menggendong tubuh Auristela ala bridal . Berputar putar dengan cepat hingga merasa pusing. Auristela tertawa lepas atas kelakuan Sean. Sean membawa tubuh Auristela ke dalam mobilnya. Auristela mencium bibir Sean. Mencium bibir Sean begitu pelan dan begitu lembut.
Seketika udara menjadi terasa panas. Tubuh Sean seperti terbakar. Ciuman langsung diambil alih oleh Sean. Ciuman yang lambat berubah menjadi cepat. Ciuman yang tadinya lembut berubah menjadi kasar. Sean mengigit pelan bibir Auristela. Melahap bibir Auristela rakus. Ciumannya turun ke leher Auristela. Menghisap kulit leher Auristela kencang sehingga meninggalkan tanda kemerah pada leher Auristela.
Auristela mendesah pelan. Auristela menikmati sentuhan yang diberikan oleh Sean. Kedua tangannya meraba dan mengelus lembut puggung Sean. Bibir Sean beralih ke telinga Auristela. Menggigit pelan pada ujung telinga Auristela. Kedua tangan Sean memegang pundak Auristela. Siap melanjutkan hal yang lebih intim.
Sean berhenti. Deru napasnya terdengar jelas di telinga Auristela. Kepalanya dibenamkan di lengkung leher Auristela. Napasnya masih memburu. Napas keduanya masih memburu. Auristela memeluk tubuh Sean yang menindihnya. Telapak tangannya mengelus ngelus rambut Sean dengan lembut.
"Bukan saatnya," ucap Sean.
"Tidak masalah."
Sean bangkit. Bibirnya mengecup pipi dan bibir Auristela singkat. Sean berjalan keluar untuk berpindah posisi. Pedal gas langsung Sean injak. Mobil hitam mewah itu melaju dengan kecepatan sedang.
"Dua hari lagi akan ada pemotretan pertamaku dan sepertinya dilakukan secara outdoor. Kau datang ya," pinta Auristela.
"Tentu saja aku datang. Surely you will look like an angel," puji Sean.
Auristela tersenyum malu mendengar pujian yang diberikan Sean untuknya. "Jangan tersenyum seperti itu di depan umum ataupun didepan pria lain." Reflek, Auristela langsung menghentikan senyumannya. Apa senyumannya mengerikan? Auristela tertunduk. Hatinya seperti tercubit saat mendengar ucapan Sean.
"Hei! Percayalah kalau maksud ucapanku itu bukan seperti apa yang ada di dalam pikiranmu. Kalau kau tersenyum seperti tadi di depan umum atau di depan pria lain, maka banyak orang atau pria yang akan jatuh karena senyum mematikanmu itu. Cukup senyumanmu untuk diriku saja. Cukup aku yang terjatuh dalam senyummu."
Auristela mentap Sean kesal. Mulutnya sudah siap untuk memaki maki Sean, tapi deringan ponselnya membuat Auristela mengurungkan niatnya. Wajahnya terkejut kala melihat nama si penelepon. Athena. Nama Athena muncul di layar ponselnya. Tidak ingin semakin penasaran, Auristela langsung mengangkat panggilan dari Athena.
"Iya, Athena?" Kepala Sean langsung menoleh ke wajah Auristela. Mata hijaunya mengawasi raut wajah Auristela. Namun Sean hanya melihat raut wajah ketenangan.
'Bisa tidak kau datang ke Club Hell House besok malam? Aku ingin bicara padamu.'
"Baiklah, aku akan datang. Jam berapa?"
'Jam sembilanan saja.'
"Baik. Aku akan datang jam sembilan."
Saat smbungan telepon sudah terputus, Auristela menatap Sean heran. Mata hazel itu seperti meminta penjelasan pada Auristela. "Apa?" tanya Auristela.
"Apa yang Athena ucapakan? Dia menyakitimu?" tanya Sean.
"Tidak. Dia mengajak ku ke Club Hell House besok malam."
"Kau menerimanya?" tanya Sean kembali.
"Iya."
Kenapa bisa bersamaan seperti ini? Besok malam Sean juga akan pergi ke—club Hell House. Sean sengaja datang untuk membicarakan hal-hal yang harus dibicarakan dengan para anggota Hell Angels tertentu di—club itu. Lagi pula Hell House adalah salah satu Club malam milik Hell Angels.
_________________
It's not perfect, but I hope you like it!
SORRY FOR TYPO
Jangan lupa vote, komen, saran, kritik, dan share ke teman teman kalian :)
TERIMAKASIH