~Favorite Part Of Me~
Astrid S
.
.
.
'Hidup dan matimu tergantung diriku.'
___________________
Carla tersenyum manis melihat Katy yang menahan amarah. Wajah wanita itu sudah mengeluarkan warna kemerahan. Menandakan kalau Katy memang benar-benar marah. "Kalian semua akan membayar ini. Tidak lama lagi!" Carla tersenyum sinis. Tangan kanannya menangkup pipi Katy dengan kencang. "Berhenti mengancam. Nikmati saja hidupmu." Carla langsung melepaskan tangkupan tanganya dari pipi Katy, lalu menepuk nepuk pipi Katy pelan. "Aku sudah selesai dengan wanita ini," ucap Carla sembari berjalan menghampiri para pria.
"Albert pastikan yang melihat kejadian ini tidak melapor," titah Sean.
"Evan, kau tahan wanita itu. Jangan sampai dia melarikan diri."
"Jadi bagaimana?" tanya Sean dingin. Theo memberikan kursi untuk Carla duduk. "Aku memberi keringanan padanya. Delapan puluh lima persen keuntungan mereka adalah milik kita. Aku harap itu tidak masalah sir," lapor Carla.
"Baiklah. Uang tidak menjadi masalah untukku. Lagi pula, Katy hanya bahan hiburan saja."
Sean berdiri dari kursinya, dan berjalan menghampiri Katy. Matanya memerintahkan Evan agar meninggalkan mereka berdua. "Jujur, aku malas mencari musuh," ucap Sean memulai pembicaraan. Tangannya menarik pisau yang tertancap di atas meja. "Cukup bermain mainnya Katy. Aku bukan orang yang cukup sabar ataupun orang yang pemaaf. Aku pendedam. Jadi jangan terus bermain main." Pisau yang tadi Sean cabut, langsung ia serahkan pada Katy.
"Milikmu."
Katy mengambil pisau itu. Tapi saat Katy memegang pisau itu, dengan sengaja Sean membeset pergelangan tangan Katy dengan pisau tersebut.
Katy merintih nyeri. "Sedikit hadiah untumu," sinis Sean. Sambil memegang tangannya yang terluka, Katy berucap, "Kau akan membayarnya Sean. Balasannya akan sangat pedih!" Mata hijau Sean menyalang. Rahangnya mengerat. Tangannya langsung menarik dan menggenggam tangan Katy yang terbeset, lalu menekan luka wanita itu dengan kencang. "Berani sekali kau mengancamku?! Sekali lagi kau buat kesalahan, maka kau dan anggotamu akan hancur."
"Hidup dan matimu tergantung diriku." Sean langsung melepaskan genggamannya dari tangan Katy. Bercak darah menempel di telapak tangan Sean. Dengan santai Sean berjalan menuju wastafel. Beberapa pelayan menatap Sean ngeri. Sean tidak memperdulikannya. Setelah telapak tangannya bersih dari darah, Sean langsung berjalan keluar dari restaurant.
"Tidak jadi ke Las Vegas?" tanya Albert. Theo, Evan, dan Carla bergeleng kompak. "Untuk apa aku ikut dengan kalian! Membuang waktu saja. Katy sialan!" kesal Albert.
'Ting!'
Sean segera mengambil ponselnya. Ada satu pesan dari Auristela.
Sean tersenyum kecil miihat isi pesan dari Auristela. Wanita itu mengirimkan foto Sean yang sedang memakan ice cream. Tidak lupa, Auristela juga menuliskan caption, 'Miss my Spanish.' Kenapa wanita itu tidak menuliskan 'Miss my Sean?'
Sean membalas pesan Auristela. Sebelum itu Sean berselfi terebih dahulu. Bergaya dengan dua tangan membentuk peace. Sean megirimkan fotonya kepada Auristela. Tidak lupa menuliskan caption, 'Where are you, dangerous woman?'
Albert, Theo, Evan, dan Carla menatap Sean aneh sekaligus ngeri. Sejak kapan Sean berselfi di depan umum? Bahkan sepertinya Sean tidak pernah berselfi! Dan Sean juga bisa tersenyum tulus? Siapa yang mengubah iblis berwujut malaikat itu?!
"Hmm Sean, kita sudah selesai bukan?" tanya Albert. Sean mengangguk mengiyakan. Mata hijaunya masih terfokus pada ponselnya. Namun beberapa detik kemudian, Sean menatap mereka—Albert, Theo, Evan, dan Carla bergantian.
"Ekhem. Aku ingin pergi ke rumah Albert. Kalian boleh pergi," ujar Sean.
"Saya ikut sir," ucap Evan. Albert langsung menatap Evan tajam. "Aku dan Theo juga ikut ya!" Sean mengangkat bahunya tidak peduli. "Terserah." Setelah itu, Sean segera naik ke dalam mobilnya. Mengendarai BMW birunya dengan cepat, diikuti mobil mewah Albert, Theo, dan Evan dibelakang.
~*~*~*~
Auristela tersenyum geli melihat isi pesan balasan dari Sean. Sejak kapan pria itu bisa berselfi? "Auristela, dress ini cocok untukmu!" Ucapan Athena mengalihkan perhatian Auristela dari ponselnya. "Kalau menurutmu itu cocok, aku akan membelinya," balas Auristela santai. Perhatiannya kembali lagi pada ponselnya. "Wah, Sean lucu juga ya!" Auristela dikejutkan oleh kehadiran Grace di sampingnya.
"Grace! Kau membuatku jantungan!" omel Auristela.
"Sorry. Aku hanya ingin meminta pendapatmu tentang dress ini. Bagus tidak?" Grace menunjukan dress pilihannya pada Auristela. "Menurutku cocok-cocok saja. Coba kau tanya Athena. Dia lebih tahu." Seketika raut wajah Grace berubah menjadi masam. "Tidak akan! Wanita itu aneh. Selalu mengatakan tidak cocok dengan pakaian atau baju-baju yang aku pilih. Menyebalkan!" kesal Grace.
"Tidak usah dipikirkan. Ambil saja pakaian yang kau suka dan yang menurutmu bagus," ucap Auristela mencoba untuk menghibur Grace.
"Baiklah aku beli yang ini saja."
"Ayo bayar ini! Aku sudah selesai." Auristela menarik napasnya panjang kala melihat dua orang pelayan yang memegangi pakaian-pakaian yang Athena pilih. Belanjaan Athena tidak main-main! Apa lagi mereka berbelanja disalah satu brand ternama. "Kau yakin membeli itu semua?" bingung Grace. "Oh ayolah!" kekeh Athena. Bagi Athena berbelanja banyak seperti ini itu sudah hal yang biasa.
Tidak mau memprotes lebih, Auristela dan Grace segera mengikuti Athena menuju kasir.
"Berapa total belanjaku?" tanya Auristela. Athena menatap Auristela terkejut. "Biar aku saja yang bayar," tawar Athena. Auristela langsung menolak tawaran Athena. "Kau sudah membayariku perawatan tadi. Biar punyaku aku yang bayar."
"Auristela, ini Louis Vuitton!"
"Aku tahu."
"Aku tidak yakin kau bisa membayarnya." Auristela menganga dengan pengakuan Athena. Apakah Auristela segembel itu dimata Athena? Tidak bisa berbicara lagi, Auristela langsung mengeluarkan Black Card miliknya.
"Oh astaga," kaget Athena.
"Belanjaanmu biar aku bayar juga ya? Anggap sebagai pengganti yang tadi," tawar Auristela. Athena langsung menggelengkan kepalanya untuk menolak tawaran Auristela. "Aku bayar sendiri. Belanjaanku yang paling banyak!" Auristela menganguk mengerti.
"Grace, biar aku yang bayar punyamu," ujar Auristela dengan senang hati.
"Tidak usah! Aku bayar sendiri," tolak Grace.
Mereka bertiga—Auristela, Athena, dan Grace berjalan keluar dari mall dan segera kembali menuju ke rumah Albert. Kedatangan mereka berbarengan dengan keempat mobil mewah. Ya, itu Sean, Albert, Theo, dan Evan. Mereka—Sean, Auristela, Albert, Athena, Theo, Carla, Evan, dan Grace segera turun dari mobil. Saling memperhatikan satu sama lain.
"Hai! Kalian datang lagi? Ayo masuk!" Ucapan Grace membuat mereka semua tersadar. Mereka semua masuk ke dalam rumah Albert.
"Mau minum apa? Biar nanti aku buatkan," tawar Grace.
"Air putih saja!" belum sempat yang lainnya menjawab, Albert terlebih dahulu menjawab. "Tidak semua! Aku wine," ujar Athena. Athena lebih menyukai wine dari pada air putih.
"Baiklah aku ambilkan."
Sedari tadi Auristela hanya diam membisu. Entahlah, mungkin karena Auristela canggung melihat teman-teman Sean. "Ini air putih untuk kalian, dan ini wine untuk Athena dan aku. Bersulang!" Baru saja Grace ingin meminum wine miliknya, namun Albert langsung merebut gelas winen milik Grace. "Tidak boleh minum yang ini. Kau minum air putih!" Grace mengangkat alisnya bingung.
"Pelit!" kesalnya.
"Air putih lebih enak Grace!" Ucapan Carla membuat perhatian Auristela dan Athena terpusat padanya.
"Memang? Kau tidak berbohong?" tanya Grace.
"Itu mungkin karena kau belum mencobanya atau kau memang tidak menyukai minuman seperti wine?" sela Athena. Athena tidak setuju jika Carla berpendapat air putih lebih nikmat dari ada wine.
Tapi pendapat orang berbeda bukan?
"Kau benar. Aku memang tidak suka minuman semacam itu. Lagi pula air putih lebih menyehatkan," jawab Carla. Athena tidak lagi menanggapi perkataan Carla.
"Itu belanjaan mu, Grace?!" Albert sedikit terkejut dengan tas-tas belanjaan yang ada di meja. "Bukan itu punya Athena!" bentak Grace tidak terima. Grace tidak mau membuang buang uang Albert hanya untuk berbelanja pakaian. "Tidak Grace ini memang punyamu. Aku sengaja membelikan untukmu. Anggap saja tanda terima kasihku untuk pakaian gantinya. Punyaku sudah ada di dalam mobil," jelas Athena. Athena tipe orang yang akan membalas budi walau sekecil apa pun itu. Kalau Athena tidak membalasnya, perasaannya tidak akan tenang.
"Wah, terimakasih banyak ya!"
Athena tersenyum manis melihat wajah bahagia Grace. Seketika suasana terasa hening. Tidak ada yang berbicara. Merasa aneh, Carla berdeham, mencoba mencairkan suasana. "Kau Auristela ya?" Auristela gelagapan saat Carla menyapanya.
"Ya. Bagaimana kau tahu?" canggung Auristela.
"Tahu begitu saja. Oh ya, kenalkan aku Carla."
"Hai Carla. Senang berkenalan denganmu."
"Tidak mau berkenalan dengan yang lain?" tawar Carla. Auristela memandangi Theo dan Evan bergantian. "Kenapa tidak?" Auristela tersenyum manis saat berkenalan dengan Evan. Auristela berusaha bersikap ramah pada teman-teman Sean.
"Auristela," ucap Auristela memperkenalkan diri.
"Malaikat." Tanpa sadar, Evan beucap begitu saja.
"Huh?" bingung Auristela.
Evan langsung gelagapan saat menatap mata hijau Sean yang menatapnya nyalang. "Evan." Auristela mengangguk mengerti.
"Yang di sebe—" Belum selesai berbicara, ucapan Carla langsung dipotong oleh Auristela.
"Theo! Benarkan?" Carla menganguk membenarkan.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Carla.
"Aku bertemunya di bandara."
"Aku ingin pulang saja," ucap Athena tiba-tiba. Athena merasa menjadi orang yang tidak dipedulikan, yang hanya berdiam diri saja. Rasanya tidak enak saat ragamu hadir, namun terasa hilang di mata yang lain. Kau seperti tidak dianggap. "Kau tidak apa Athena?" Athena memandang Carla tidak percaya. "K-kau tahu namaku?" Carla tersenyum melihat ekspresi Athena.
"Albert sering menyebut namamu. Tapi sepertinya kita pernah bertemu."
"Benarkah?" tanyanya. Tidak memperdulikannya, Athena segera menghampiri Carla. Berbincang bincang asik dengan Carla. Sean yang melihat Auristela bosan, segera menghampiri wanita itu. Mengulurkan tangannya, berniat menggenggam tangan Auristela.
"Ayo pergi," ajak Sean. Auristela tersenyum. Tangannya segera membalas uluran tangan Sean. "Mari!" jawab Auristela menyetujui ajakan Sean.
_______________
It's not perfect, but i always hope you like it!
SORRY FOR TYPO
Jangan lupa vote, komen, saran, kritik, dan share ke teman kalian!
Dengan cara Vote dan Komen, sama saja kalian menghargai karya kecil ini!
TERIMAKASIH