~Human~
Christina Perri
.
.
.
'Jika aku gagal menjadi nomer satu untuk mu itu bukan salahku. Aku sudah berusaha bukan? Aku juga bisa terjatu dan berdarah. Aku bukan malaikat yang selalu sempurna. Aku hanya seorang manusia.'
_______________
Auristela termenung di dalam kamarnya. Ia bingung ingin melakukan apa. Rasanya semua yang dilakukannya selama ini pasti selalu menjadi bencana. Sedari tadi Angela terus memangilnya—memaksa untuk masuk, namun Auristela tidak berniat menghampiri ibunya. Auristela ingin sendiri.
Namun tiba-tiba suara lembut Angela berubah menjadi suar berat milik Dover. Mau apa pria itu? Auristela tidak mengerti dengan ayahnya itu. Auristela sudah cukup lelah menghadapi ayahnya. Menghadapi sikap pria itu! Dan sekarang apa lagi?
"Bella...."
Auristela dengar. Nada suara pria itu terdengar parau. Seperti rasa bersalah sudah memenuhi suara ayahnya. Auristela tidak tega mendengarnya. Tapi nanti hatinya bisa terasa lebih menyakitkan jika ia bertemu dengan ayahnya. Ingatan kejadian tadi masih sangat teringat jelas di dalam pikirannya. Masih sangat pekat di dalam ingatannya.
"Maaf Bella."
Maaf? Rasanya Auristela muak dengan kata maaf. Maaf. Maaf. Dan maaf! Kenapa ayahnya enteng sekali mengucapkan kata itu. Setiap pria itu melukainya pasti kata maaf yang selalu diucapnya. Cukup kali ini. Auristela lelah.
Auristela heran. Kenapa kata maaf terasa enteng untuk banyak orang? Banyak orang yang mengatakan maaf, namun masih mengulangi kesalahan yang sama, dan nantinya akan meminta maaf kembali. Jika memang tidak berniat untuk berubah, maka tidak usah meminta maaf. Seakan akan kata maaf hanya omong kosong dan angin lalu.
Auristela lelah memaafkan kesalahan yang sama.
"Kau pasti bertanya tanya kenapa aku seperti ini, bukan?"
Benar. Bertahun tahun lamanya Auristela menanyakannya ini. Tapi Dover tidak pernah menjawabnya dengan tepat. Ayahnya selalu menghindar untuk mejelaskan secara rinci. Dover seperti tidak mau memberi tahunya lebih tentang semua ini.
"Bisa kau buka dulu pintunya?" pinta Dover.
Haruskah Auristela lakukan ini agar ayahnya memberikan jawaban atas pertanyaannya yang sudah lama tidak terjawab? Atau mungkin tidak usah? Bukankah omongan yang keluar dari mulut ayahnya itu adalah omong kososong? Apa sekarang Auristela harus percaya kembali?
"Bella...." panggil Dover purau. Bibir Dover melengkung, mengukir senyuman miris dibibir.
Auristela membuka pintu kamarnya. Ia tidak bisa menolak. Auristela ingin tau jawabannya. "Boleh aku masuk?" tanya Dover. Auristela hanya menganggukan kepalanya menyetujui. Auristela kembali menutup pintu kamarnya ketika Dover sudah masuk.
"Maaf untuk yang tadi," ujar Dover dibarengi dengan senyum menyesal. "Itu perbuatanmu yang paling jahat diantara yang lainnya. Biasanya kau tidak sampai melukai diriku dengan tanganmu!" kekeh Auristela. "Mak—" ucapan Dover diputus oleh Auristela.
"Mungkin aku selalu diam seribu bahasa ketika aku terluka. Aku beri semuanya kepadamu apa yang kau mau. Berpura pura tersenyum dan juga tertawa aku bisa jika memang kau memintanya. Aku juga bisa terus bersemangat. Aku bisa melakukan apa pun itu yang kau inginkan. Tapi kau malah meminta diriku untuk terus menjadi nomer satu." Mata biru Auristela sudah berkaca kaca, namun tatapan matanya tetap tajam memandang Dover.
"Bel—"
"Tunggu. Aku belum selesai berbicara. Aku belum selesai mengatakan isi hatiku. Maaf Dad. Aku ini manusia biasa. Jika aku gagal menjadi nomer satu untukmu itu bukan salahku. Aku sudah berusaha bukan? Aku juga bisa terjatuh dan berdarah. Aku bukan malaikat yang selalu sempurna. Aku hanya seorang manusia biasa."
"Bella...."
"Aku bisa hancur dan remuk. Segala sesuatu yang kau tuntut untuku terasa seperti pisau yang menusuk hingga tembus ke dalam hatiku. Memang kau selalu menguatkan diriku. Tapi kau juga yang menghancurkan aku berkeping keping." Bola mata Auristela mengeluarkan buliran air mata. Menetes dan meluncur bebas di pipi halusnya.
""Aku bisa menjadi mesin ataupun robotmu. Tapi aku muak dengan semua ini. Itu menyakiti diriku," keluh Auristela. Bibirnya mengukir senyuman manis. Bibirnya terlihat baik-baik saja. Tapi tidak dengan matanya. Mata Auristela menggambarkan kondisinya saat ini.
Jemari-jemari kasar milik Dover mulai mengusap lembut air mata yang ada di pipi Auristela. Demi apa pun ia benar-benar menyesal. Putrinya ternyata benar-benar menderita dengan apa yang ia lakukan. Kenapa Dover baru sadar setelah bertahun tahun lamanya? Bodoh! Tapi, ia lakukan ini demi Auristela.
"Aku juga punya alasan Bella. Ini tidak seburuk yang kau pikirkan." Auristela menatap bingung wajah Dover. "Apa itu?" tanya Auristela to the point. "Dulu, dulu sekalih. Sebelum kau terlahir di dunia ini, ada anak laki-laki dan juga anak perempuan. Mereka bersaudara," ucap Dover. Auistela menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah.
"Mereka kakak beradik. Sang kakak selalu menjaga adiknya. Ia tidak akan pernah membiarkan adiknya terluka walau hanya satu goretan. Nama adiknya adalah Bella. Bella hanya satu satunya keluarga yang anak laki-laki itu punya." Auristela mengernyitkan alisnya bingung kala mendengar nama Bella.
Bella siapa?
"Bella?" tanya Auristela bingung.
"Ya. Namanya Bella. Bella Chalondra. Parasnya sangat cantik sepertimu. Bedanya bola matanya berwarna coklat menyalang seperti serigala. Dulu Bella banyak disukai anak laki-laki. Namun kakaknya selalu menjauhkan Bella dari setiap anak laki-laki itu. Kakanya tidak mau Bella tersakiti. Kakaknya tidak mau Bella lebih menyayangi orang lain dari pada dirinya." Dover mulai bercerita dengan wajah ceria.
"Siapa nama kakaknya? Apa anak laki-laki itu tampan?" tanya Auristela.
"Tampan. Sangat tampan. Namanya Dover Xavi Chalondra," jawab Dover sembari tersenyum geli.
"Dover? Itu kau?" tanya Auristela.
"Ya itu aku!"
"Lalu kelanjutannya bagaimana?" tanya Auristela ingin tahu.
"Waktu berjalan begitu cepat rasanya. Saat Bella sudah tumbuh dewasa, Bella memperkenalkan seorang pria kepadaku. Kalau tidak salah namanya Cavin. Aku lupa. Pria itu kaya raya. Keluarga mereka sangatlah kaya. Semakin lama hubungan mereka semakin serius."
"Apakah Cavin tampan?" tanya Auristela.
"Tentu saja. Tapi aku lebih tampan!" kekeh Dover.
"Tiga hari menuju pernikahan mereka, banyak sekali orang yang membicarakan kalau Bella, Cavin, dan juga keluarganya sudah tiada. Sebenarnya Aku sudah mengetahuinya. Namun tetap saja rasanya menyakitkan. Aku berusaha melupakan kejadian tragis itu, namun malah banyak orang yang membicarakannya kembali. Itu sama saja dengan membuka luka kembali. Seketika duniaku runtuh kembali. Bella ku. Bella kecil ku sudah tidak ada didunia."
"Apa yang terjadi?" Auristela bingung. Ia bunging kenapa Bella itu bisa tiada. Kenapa Cavin dan keluarganya juga ikut tiada? Apa mereka kecelakaan?
"Saat itu Bella pergi bersama keluarga Cavin tanpa diriku. Sebelumnya Bella menelepon aku, kalau ada yang mengikuti mereka. Langsung saja aku menyusul. Namun saat aku datang, Bella sudah tertembak di depan mataku. Bella tewas tanpa adanya perlawanan. Dia hanya menangis saat bajingan-bajingan itu menghabisinya. Bella hanya gadis lemah. Selama ini aku yang menjaganya. Tapi saat Bella tidak dalam lindunganku, Bella tidak akan bisa apa-apa. Bella tidak bisa melakukan apa-apa tanpaku. Bella tidak bisa melawan bajingan-bajingan itu." Dover memejamkan matanya. Potongan-potongan masa lalu teringat kembali di dalam pikirannya. Hatinya terasa diremas. Sesak dan nyeri ia rasakan.
"Siapa mereka?" tanya Auristela.
"Mereka iri dengan kekayaan keluarga Cavin. Tapi setelah dua tahun, aku sudah bisa menghabisi semua bedebah-bedebah itu sampai keakarnya. Namun semua itu tidak akan cukup untuk membalas nyawa Bella kecil ku." Mata Dover memerah. Auristela tahu kalau ayahnya menahan tangis.
"Dan dalam dua tahun itu kau membentuk DSG?"
"Ya." Dover menjawabnya dengan bangga. Tidak ada penyesalan dalam wajah pria itu. Dover tidak merasa menyesal telah memiliki sindikat mafia yang besar. DSG adalah bukti kalau dirinya mampu. Dover bangga dengan pencapaiannya.
_______________
It's not perfect, but I hope you like it!
SORRY FOR TYPO
Jangan lupa bintangnya dipencet🌟
Jangan lupa tinggalkan komentar, saran dan kritiknya ya🔥
Follow akun wattpad aku juga ya 💕
TERIMAKASIH