Bukan Cinderella (Sudah Ada D...

By DhetiAzmi

11.4M 767K 32.8K

Project #Remaja | "Gue gak terima penolakan! Mulai sekarang lo jadi pacar gue." Ini bukan kisah Cinderella ya... More

Prolog
Bab 1. Ruang BK
Bab 2. Kartu
Bab 3. Persyaratan
Bab 4. Pernyataan Cinta
Bab 5. Amarah
AN
Bab 6. Ikan Buntal
Bab 7. Pendek
Bab 8. Ancaman
Bab 9. Kita, Berbeda Kelas
Bab 10. Seseorang
Bab 11. Pengeroyokan
Bab 12. Pengeroyokan II
Bab 13. Sampah, Teriak Sampah
Bab 14. Ciri-Ciri
Trailer Bukan Cinderella
AN
Bab 15. Gosip Ketua Osis
Bab 16. Musuh
AN
Bab 17. Musuh II
Bab 18. Mana Yang Tulus Dan Yang Bertopeng
Bab 19. Idiot
Bab 20. Preman Pasar
Bab 21. Serangga Pengusik Bunga
Bab 22. Mau Di Temenin, Jajannya?
Bab 23. Aneh, Tidak Beres
AN
Bab 24. Kenapa Lo Suka Bikin Gue Marah!
Bab 25. Pemandangan Yang Akan Menjadi Berita
AN
Bab 26. Gue Ikutin Permainan Mereka
Bab 27. Sialan! Itu First Kiss Gue
Bab 28. Malam Yang Mengejutkan
Bab 29. Pertemuan Tidak Di Sengaja
Bab 30. Ikutin Aja Cara Main Gue
AN
Bab 31. Mau Bareng?
Bab 32. Selalu Berakhir Seperti Ini
Bab 33. Ada Apa Dengan Hari ini?
Bab 34. Tiga Pangeran Berkuda Mesin
AN
Bab 35. Ikut Gue
Bab 36. Makanan Gratis
Bab 37. Aneh!
Bab 38. Hati-Hati Pulangnya
AN
Projet #Ramaja
Bab 39. Pertengkaran Keluarga
Bab 41. Kalo Mau, Ambil Sendiri
AN
Trailer Video
Vote 2 #Project Remaja
AN
Pengumuman
VOTE COVER
Open PO

Bab 40. Muka Lo Merah

142K 13.8K 453
By DhetiAzmi


RINGISAN Kecil keluar berkali-kali dari mulut Adam, ketika kapas basah menekan tulang pipinya. Adam ingin marah, tapi tidak bisa karena di ruangan itu bukan hanya ada Amora yang kini mengobati lebamnya. Tapi juga Ayah yang memerhatikan mereka.

"Sakit." lirih Adam, berbisik agar Ayah tidak mendengarnya.

Amora memutarkan kedua bola matanya malas, menekan lebih keras luka lebam di pipi Adam hingga cowok itu memekik kesakitan.

"Sakit!" teriak Adam, sedikit menjauh dari Amora.

Ayah yang tengah meminum kopinya mengerjap kaget ketika mendengar teriakkan Adam.

"Kenapa Nak?"

Adam meringis, menyentuh luka lebam yang berdenyut nyeri.

"Amora ngobatinnya kasar Yah." Adam mengadu dengan wajah pias.

Amora membelalak, lalu berdecih kesal mendengar rengekan cowok angkuh itu.

"Mor, jangan kasar-kasar!" ucap Ayah, mengingatkan.

Amora mendengkus "Amora gak kasar, emang dia aja yang gak bisa nahan sakitnya." elak Amora.

Adam menatap Amora tidak terima, begitu juga dengan Amora yang membalas tatapan mata Adam dengan pandangan kesal.

"Kamu harus tahan sakit, cowok itu tahan banting Adam." balas Ayah yang mendapatkan seringaian tipis dari Amora.

Adam meringis lalu mengangguk kikuk. Sementara Amora tersenyum penuh kemenangan, beranjak menyimpan kotak P3K.

"Kamu habis berantem sama siapa? Kamu Adam, ketua Osis kan?" tanya Bunda, datang membawa segelas teh hangat.

Menyodorkan teh itu kepada Adam yang langsung di sambut oleh tangan cowok itu.

"Adam gak berantem kok Bunda." balas Adam.

Bunda menatap Adam penuh selidik "Gak baik bohong, kalo bukan berantem kenapa muka kamu biru gitu?"

Adam tersenyum gugup "Ini cuma jatuh,"

Bunda memicingkan matanya "Luka jatuh sama bekas bogeman itu beda, Adam. Kamu mau ngelabuin Bunda? Bunda udah sering ngurusin luka begituan dari dua orang itu." sindir Bunda, mendelik ke arah Ayah dan Amora secara bergantian.

Ayah yang asyik dengan pisang gorengnya tersenyum kaku, sementara Amora yang baru sampai menaikkan satu alisnya bingung.

"Kenapa lihat Amora kayak gitu?" tanyanya, heran.

Bunda mendesah "Kamu tebak, lebam di pipi Adam bekas jatuh atau bogeman?"

Amora menatap Bunda heran, lalu bergantian ke arah Adam.

"Ya lebam bogeman lah, kelihatan banget sampe biru gitu." balas Amora.

"Tuh, denger kan? Jadi jangan bohongin Bunda. Bunda itu udah puas ngobatin lebam anak sama ayahnya." sindir Bunda, lagi-lagi membuat Ayah meringis.

Adam terkekeh lalu mengangguk kecil "Maaf Bunda."

Bunda hanya bisa menggeleng, beranjak dari sana. Meninggalkan Adam yang tengah menyesap teh manis hangat buatan Bunda Amora. Amora yang melihat interaksi Adam dengan kedua orang tuanya mengerutkan dahi heran.

"Lo kok manggil orang tua gue pake sebutan Ayah Bunda?" tanya Amora, tidak terima.

Jelas saja ia tidak terima, karena yang boleh memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan akrab itu hanya teman-teman dekatnya.

"Kenapa? Gak boleh?"

Amora mengerjap "Bukan gak boleh, rasanya asing denger musuh sendiri manggil orang tua gue dengan panggilan akrab gitu."

"Oh! Jadi selama ini gue di anggap musuh?" Adam manggut-manggut.

Satu alis Amora terangkat "Menurut lo? Emang lo siapa kalo bukan musuh, temen?"

"Pacar."

Dan kalimat yang meluncur dari bibir Adam berhasil membuat Amora diam, entah dari mana datangnya rona merah itu, kini sudah menghiasi kedua pipinya.

Adam terkekeh "Muka lo merah."

Amora menggeram, mencebik "Berisik lo!"

**

Dinda baru saja menyelesaikan aktivitasnya berkumpul dengan beberapa teman pecinta kpop sekaligus pecinta sebuah boyband group yang sama.

Cewek itu tersenyum senang ketika hoddie bernama biasnya terpampang jelas di sana, menggunakan nomor punggung 95.

"Akhirnya, punya hoodie kayak oppa." gumam Dinda, memeluk hoodie berwarna hitam.

Senyumnya tidak berhenti mengembang, ia cukup beruntung masuk ke dalam komunitas itu. Dinda tidak perlu susah payah mencari hoodie bias dengan bahan bagus seperti ini.

Drrtt!

Ponselnya berbunyi, buru-buru Dinda merogoh ponselnya yang bergetar di saku celana jeans.

Call - Eka

Dahi Dinda berkerut melihat nama yang terlihat di layar.

"Eka? Ngapain telepon gue? Jangan bilang dia mau nitip makanan karena tahu malam ini gue keluar? Argh! Ngapain juga gue bilang kalo mau keluar." kesal Dinda memaki-maki dirinya sendiri.

Sore tadi, Eka menelepon Dinda untuk meminta maaf karena tidak ikut piket. Eka bukan sengaja, ia memang tidak ingat sama sekali. Dinda tidak bisa melakukan apa pun selain mendengkus kesal.

Cewek bongsor itu merayu Dinda dengan cara ingin meneraktirnya di sebuah Cafe. Sayang Dinda tidak bisa karena ada kumpulan dengan anak-anak kpop. Padahal ia sangat menyukai bubble tea yang ada di Cafe itu. Semua ia relakan demi mendapatkan hoodie biasnya.

"Hallo?"

"Lo di mana?"

Tanpa basa-basi, suara Eka terdengar buru-buru.

"Di jalan, mau balik." balas Dinda.

"Jangan balik dulu."

Satu alis Dinda terangkat "Mau ngapain? Nitip? Gue gak bawa duit, duitnya abis buat beli hoodie. Ada juga buat ongkos gue balik."

"Bukan!"

Dinda langsung menjauhkan ponselnya ketika Eka berteriak cukup keras di seberang sana.

"Gak usah teriak, gue gak budek!"

"Sorry sorry! Sekarang lo jemput gue ke Cafe bubble tea."

Dahi Dinda berkerut "Ngapain?"

"Udah ke sini aja."

"Tapi duit gue pas buat ongkos balik, kalo gue ke sana nanti balik gue gimana?" geram Dinda.

"Gue ganti."

"Serius lo? Jangan ngerjain gue."

Suara Eka terdengar kesal "Iya, bawel lo ah. Cepetan, kalo ke sini lo langsung bilang ke gue suruh cepet balik sama Ibu."

"Hah? Buat apa?"

"Jangan banyak tanya, cepetan. Gue tunggu."

Tut!

Panggilan terputus, Dinda menganga di tempat. Ada apa dengan Eka hari ini? Aneh, kenapa ia harus berbohong soal menyuruh Eka pulang?

"Minta di sleding ini anak." geram Dinda.

Berjalan di pinggir Cafe, mencari-cari angkutan umum yang melintas untuk segera ke tempat di mana Eka menyuruhnya datang.

Bruk!

"Akh!"

Dinda terjatuh, cewek itu meringis ketika kedua telapak tangannya dengan manis menahan beban tubuh di atas jalan beraspal.

"Sorry, gue gak sengaja."

Suara itu berhasil membuat tubuh Dinda langsung bereaksi, kaku seperti patung.

"Lo gak apa?"

Dinda buru-buru mendongkak, dan benar saja siapa yang berdiri di depannya.

"Eh? Lo lagi?" serunya.

Dinda gelapan, buru-buru bangkit dan berdiri.

"Gue gak apa-apa, permisi." serunya, buru-buru.

Grep!

Satu tangan Dinda di tahan oleh cowok itu, mau tidak mau Dinda menghentikan langkahnya.

Dinda langsung membalikkan badannya "Gue gak apa-apa, Juna."

Juna diam, memandang wajah Dinda yang menunduk takut.

"Lo kenapa sih? Setiap ketemu gue pasti kabur kayak ketakutan, emang gue hantu?"

Dinda gelagapan, gara-gara mendengar kenyataan Juna yang mengambil kehormatan Sasa membuat Dinda selalu di rundung rasa takut ketika bertemu Juna.

"Ah? Kebetulan gue buru-buru, bisa lepasin tangan lo?" Dinda mencoba menepis tangan Juna.

Juna masih belum melepaskan genggamannya, cowok itu masih menatap Dinda dengan penuh selidik.

"Gue gak percaya."

Juna mendekat ke arah Dinda, cewek itu menahan napas dengan mata yang melotot. Panik, refleks Dinda berteriak.

"BAPAK!" Seru Dinda, menunjuk ke arah belakang.

Juna ikut menoleh ke arah di mana tangan Dinda menunjuk. Dan Dinda mengambil kesempatan itu dengan menepis tangan Juna dan berlari secepat kilat.

"Eh? Lo mau kemana? Oi! Hoodie...lo.." ucapan Juna menggantung ketika punggung Dinda sudah lenyap masuk ke dalam angkutan umum.

Juna diam, memandang hoodie berwarna hitam di tangannya.

"Aneh."

TBC!

Ngahahaha anjay lucu banget sumpah emak buat part iniXD

Cek typo

VOTE KOMENTAR DAN SHARE

Sangkyu:*

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 223K 31
"𝗡𝗶𝗸𝗺𝗮𝘁𝗶 𝗹𝘂𝗸𝗮𝗻𝘆𝗮, 𝗿𝗮𝘀𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗸𝗶𝘁𝗻𝘆𝗮, 𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗶𝘀 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗮𝗺𝗮." 𝓐𝓵𝓪𝓼𝓴𝓪𝓵𝓮𝓽𝓽𝓪-𝓓𝓼𝓪𝓫𝓻𝓾𝓵𝓵𝓪...
11.4M 767K 59
Project #Remaja | "Gue gak terima penolakan! Mulai sekarang lo jadi pacar gue." Ini bukan kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca, di mana sang...
13.9M 1.4M 53
[Part Lengkap] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Reinkarnasi #01] Aurellia mati dibunuh oleh Dion, cowok yang ia cintai karena mencoba menabrak Jihan, cewek...
192K 17K 33
Ketika terlalu gengsi untuk menyatakan. _________________________________________ Alden Leon Richardson. Seorang murid laki-laki yang memegang jab...