Hargai tulisan ini dengan vote dan komen
🌸Terima kasih🌸
Kamila memantapkan atensi pada ponakannya yang asik bermain boneka di karpet bulu rasfur bludru di kamarnya. Atensinya mengarah ke balita-balita itu, sedang pikirannya menyelam lebih dalam menerka esok. Insha Allah besok akan melakukan prosesi akad. Keluarga dari kampung, tepatnya Sulawesi Selatan sudah tiba dari dua minggu lalu. Tante, dan sepupuh Kamila sibuk di dapur, sedang para lelaki dewasa menangani tenda di depan rumah.
Kamar Kamila sudah penuh dengan dekorasi kamar ala pengantin. Kepala ranjangnya dihiasi bunga warna-warni yang ditata rapi dan cantik. Dinding kamar ditutup kain polos berwarna merah muda dan putih. Perempuan yang mengenakan piayama tidur akibat paksaan mama itu lantas berbaring di samping keponakannya yang meracau tidak jelas. Pandangan Kamila terpaut pada salah satu sudut langit-langit kamar yang ikut dihiasi bunga.
Dia memikirkan satu persatu yang sudah dia lewati disemester tiga bangku kuliah, khususnya yang dilalui dari tiga bulan lalu. Sekarang, pikiran Kamila tidak terlalu masif dan berat, mengingat semester tiga diselesaikan dengan baik dan hanya tinggal menunggu nilai keluar di SIA (sistem informasi akademik).
Tiga bulan lalu, tugas ujian akhir semester justru sudah diberitahu dan tambah dibuat terkesiap karena mama menyampaikan keinginannya untuk menikahkan dia dengan pria bernama Daffa Alhusayn. Kamila ingat malam itu. Mama bicara dengan nada yang terkesan hati-hati. Mama cerita kalau menemukan pria yang baik dan tepat untuk menjadi suami Kamila. Mama bicara panjang lebar soal kekagumannya pada pria yang bernama Daffa Alhusayn itu. Seolah, yang tertarik dan sangat menginginkan pernikahan itu adalah mama. Ya, memang mama bukan sih?
Dahi Kamila mengerut samar karena terkejut dengan ucapan mama. Selama ini, mama tidak sebebas itu jika berbicara hal-hal terkait 'pernikahan' di depan anak-anaknya. Apalagi serius seperti itu, yang melibatkan Kamila pula. Berbeda dengan teman-teman Kamila di kampus, yang cerita soal orang tua mereka yang gamblang mengajak diskusi soal 'rumah tangga' di masa depan atau yang terdengar seperti ini "Cari suami itu.... cari istri itu yang....".
Beda banget sama mama yang menghindar, padahal normal-normal saja karena usia Kamila kini 20 tahun. Namun, mama terpaku kalau anak-anaknya pada fokus sekolah jadi lebih baik tidak dicampur dengan persoalan mencari pendamping hidup. Anak-anak mama, almarhumah Keisya, Kamila dan Kania tidak mengenal komitmen yang disebut 'Pacaran'. Walau ketiga putri Mella tidak dibesarkan dengan pendidikan agama yang ketat. Namun, entah mengapa mereka kompak tidak terjun pada komitmen yang berbuah dosa itu. Mungkin mencontoh Keisya sebagai anak pertama yang sama sekali menikmati kesendiriannya bahkan sampe ajal menjemput Keisya lima tahun lalu, kakaknya yang satu itu perempuan mandiri. Keisya berani merantau ke Samarinda untuk berkuliah, tetapi giliran Kamila mama malah tidak mengizinkan. Alasannya Kamila di rumah saja bantu-bantu di toko roti mama
Dia dan mama sempat bertengkar hebat sampai Kania takut menguping mama yang membentak Kamila. Kamila adalah Kamila, dia ngotot mau melanjutkan pendidikan. Mama jadi pasrah saja, dulu waktu harus bolak-balik Bontang-Samarinda mengurus berkas setelah diterima seleksi perguruan tinggi. Mama selalu memaksa ikut dengan Kamila. Padahal Kamila sudah ada rencana pergi bersama rombongan alumni SMA.
"Nak, kamu gak lupakan sama Daffa? Masa sih kamu lupa anak teman mama itu. Gak mungkin deh, kamu lupa." Mama menyamankan posisi duduknya di ranjang Kamila yang empunya tengah fangirling di twitter.
"Gak lupa kok ma, cuman-- mukanya... aja sih uda agak lupa kalau namanya ingat banget kok." Sejenak Kamila berhenti menggeser layar ponselnya karena berusaha mengingat jelas wajah Daffa. Tetap saja dia tidak sepenuhnya ingat, seperti apa wajah itu. Dia agak lupa, apalagi sekarang. Pasti banyak perubahan, Kamila cuma ingat mata Daffa yang menghilang jika tertawa, his eye smile.
"Ya kan, waktu kamu masih SD Daffa ke Jogja buat kuliah, mama ingat banget pas kamu masih SMP, tante Indi dan Daffakan beberapa kali ke rumah. Kamu ingat dong? Daffa nunggu mamanya di teras. Kamu dulu asik banget kalau ditinggal bareng Daffa, Keisya, Eca, Ela dan Ica di teras main monopoli".
Eca, Ela dan Ica anak tante Arfa, mereka sepupuh Kamila. Sayangnya potongan-potongan masa lalu itu termakan waktu sehingga menjadi kabur di otak Kamila dan mama luar biasa masih mengingat.
Bak pembicaraan tadi adalah pembuka sebelum menuju hal serius dan ketika mama dengan jelas memberitahu jika mau menikahkan alias menjodohkan Kamila dan Daffa. Kamila yang tadinya tengkurap di ranjang, langsung duduk menghadap mama. Matanya membulat, gagap seketika.
Kamila sungguh tidak ingin mendengar ucapan mama barusan. Seakan kebebasannya direnggut paksa dan mama rela berpisah darinya yang sudah berusia 20 tahun. Apa dia tidak sesiap itu menjadi dewasa? Belum siap pisah dari mama?
Ah, dia benci usia ini. Terkesan tua untuk Kamila, apalagi mendengar maksud ucapan mama sangat menggambarkan kalau Kamila sudah 'dewasa' dan siap dipinang. Kamila takut, dia benci menjadi dewasa.
Kamila tidak menyangka dengan keinginan mamanya. Mama dan bapak adalah contoh latar belakang keluarga Kamila yang masih kental soal 'perjodohan'. Kamila tidak pusing tidak memiliki pacar karena dia percaya keluarganya akan menunjukkan pria yang baik untuknya sama seperti almarhum bapak. Pria terbaik yang mendampingi mama untuk membesarkannya.
Kamila pikir, soal jodoh akan dipilihkan keluarganya setelah dia wisuda atau setelah dia menemukan pekerjaan di masa depan. Ya, saking percayanya Kamila pada keluarganya. Melihat tante, om dan orang tuanya alhamdulillah langgeng meski disatukan lewat perjodohan.
Ini termasuk cepat, dia baru saja selesai semester tiga dan salah satu alasan mama karena tahu usia Daffa. Daffa Alhusayn dua tahun yang akan datang akan berusia 33 tahun. Kamila pikir Daffa baru 26 tahun ketika melihat wajah dan fisiknya waktu datang melamar dua bulan lalu. Mama juga beralasan, banyak perempuan yang sudah menikah yang masih duduk dibangku kuliah.
Tentu Kamila tahu itu, dia saksikan karena beberapa seniornya di kampus bahkan Firda dan Bella teman kelasnya sudah menikah. Ada yang sudah punya dua buntut malah dan sedang berbadan dua.
Sebulan lamanya Kamila diberi waktu untuk memikirkan itu, agar tidak gegabah. Padahal tetap saja dia agak terburu-buru memutuskan karena kebanyakan waktunya dia pakai untuk fokus kuliah. Dia tidak terlalu membuang waktu untuk itu, ibarat dalam sehari ada 24 jam. Dia hanya menyisakan sejam memikirkan keputusannya, bagi Kamila itu sudah sangat lama.
Pada akhirnya dia mau, dia mantap setuju depan mama. Mata mama berbinar senang, sepertinya Daffa memang calon menantu idaman mama.
Dibalik semua itu, sebenarnya masih ada titik-titik rasa ragu yang dipendam Kamila. Tentang pantaskah dia untuk seorang Daffa Alhusayn?
Mencuci piring, dan baju aja masih sering mama yang lakukan. Apalagi memasak, waduh. Mengapa baru terpikirkan sekarang ya? Apa ini dampak dari ketidakmatangan keputusan yang dia ambil? Dia sudah terlanjur bilang ke mama 'mau' bahkan keluarga Daffa dua bulan lalu datang melamar.
Astaga aku bisa apa?! balik telur ceplok di wajan aja masih teriak-teriak cari bantuan karena takut minyak panasnya muncrat.
Kamila mendadak kalut dan menepuk jidat. Duh!
***
Kamila jadi gugup mengingat besok dia akan sah menjadi istri Daffa. Dia melihat punggung tangannya yang dihiasi henna, benar-benar dia akan menjadi seorang pengantin besok.
Rangkaian proses pernikahan adat bugis sebelum akad besok, sudah Kamila lakukan seperti proses Mappaci dua jam lalu. Proses itu membuat kakinya kram karena harus duduk lama ketika orang-orang bergantian mengoles telapak tangannya dengan daun inai yang sudah dihaluskan. Kedua tangan Kamila menjulur lama ke depan, di letakkan di bantal. Oh, pegal sekali. Kepalanya juga berat karena aksesoris bando khas pengantin bugis. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana lelahnya besok, usai akad masih harus menghadapi para tamu. Namun, pernikahan Daffa dan Kamila tidak terkesan mewah ataupun heboh, mengingat kondisi masih rentan karena covid-19. Andaikan tidak di masa pandemi pernikahan itu akan mengundang banyak tamu terutama orang-orang ekonomi kelas atas, kolega dari keluarga Daffa.
"Rame banget di luar, mending makan di sini." Kania duduk gusar di samping Kamila yang berbaring, dia membuka bungkus nasi padang itu.
"Apa? Gak boleh minta ya! Aku lapar!" Kania menggeser duduknya, menjauh dari Kamila yang bangun. Siapa yang tidak tergoda dengan nasi padang?
"Bagilah! Aku juga mau! lagian ngapain beli makan di luar sih? Kan makanan di rumah banyak loh." Mengingat ada acara pernikahan yang digelar di rumah mereka, tentu banyak makanan di dapur.
"Aish... Ma! Mama! Masa Kamila mau makan nasi padangku sih! Suruhlah dia beli sendiri." Gadis berusia 14 tahun itu menggerutu sebal memanggil mamanya yang terlihat berlalu di depan kamar Kamila. Sontak, mama berhenti dan mendekat. Oh iya, jangan harap Kania memanggil Kamila dengan sebutan 'kakak' dan sebaliknya, mereka gengsi banget.
Amit-amit! Jijik! Ew....
"Loh, kok kamu beli nasi padang?" kata mama heran.
"Ya karena lapar ma." Sesuap nasi pun masuk ke mulut Kania.
"Astagfirullah padahal di rumah tuh banyak makanan Nia!" suara mama meninggi.
"Kapok!!! Dimarahin kan!" ejek Kamila puas.
"Eh Mila! Sudah, kamu juga gak usah cari gara-gara ke adikmu. Ingat kamu besok sudah jadi istri orang, gak usah berantem kayak anak kecil." Ujar mama gusar.
Emang kalau sudah jadi istri orang gak boleh berantem ya? Usil? Marah-marah?
BERSAMBUNG
Kira-kira begini Daffa waktu datang melamar ke rumah Kamila :)