Bukan Cinderella (Sudah Ada D...

By DhetiAzmi

11.4M 767K 32.8K

Project #Remaja | "Gue gak terima penolakan! Mulai sekarang lo jadi pacar gue." Ini bukan kisah Cinderella ya... More

Prolog
Bab 1. Ruang BK
Bab 2. Kartu
Bab 3. Persyaratan
Bab 4. Pernyataan Cinta
Bab 5. Amarah
AN
Bab 6. Ikan Buntal
Bab 7. Pendek
Bab 8. Ancaman
Bab 9. Kita, Berbeda Kelas
Bab 10. Seseorang
Bab 11. Pengeroyokan
Bab 12. Pengeroyokan II
Bab 13. Sampah, Teriak Sampah
Bab 14. Ciri-Ciri
Trailer Bukan Cinderella
AN
Bab 15. Gosip Ketua Osis
Bab 16. Musuh
AN
Bab 17. Musuh II
Bab 19. Idiot
Bab 20. Preman Pasar
Bab 21. Serangga Pengusik Bunga
Bab 22. Mau Di Temenin, Jajannya?
Bab 23. Aneh, Tidak Beres
AN
Bab 24. Kenapa Lo Suka Bikin Gue Marah!
Bab 25. Pemandangan Yang Akan Menjadi Berita
AN
Bab 26. Gue Ikutin Permainan Mereka
Bab 27. Sialan! Itu First Kiss Gue
Bab 28. Malam Yang Mengejutkan
Bab 29. Pertemuan Tidak Di Sengaja
Bab 30. Ikutin Aja Cara Main Gue
AN
Bab 31. Mau Bareng?
Bab 32. Selalu Berakhir Seperti Ini
Bab 33. Ada Apa Dengan Hari ini?
Bab 34. Tiga Pangeran Berkuda Mesin
AN
Bab 35. Ikut Gue
Bab 36. Makanan Gratis
Bab 37. Aneh!
Bab 38. Hati-Hati Pulangnya
AN
Projet #Ramaja
Bab 39. Pertengkaran Keluarga
Bab 40. Muka Lo Merah
Bab 41. Kalo Mau, Ambil Sendiri
AN
Trailer Video
Vote 2 #Project Remaja
AN
Pengumuman
VOTE COVER
Open PO

Bab 18. Mana Yang Tulus Dan Yang Bertopeng

148K 22.1K 971
By DhetiAzmi


PARA murid yang terlibat perkelahian di lingkungan sekolah kini mendekam di ruang BK. Sementara murid pemberontak dari sekolah lain sudah di seret oleh beberapa oknum guru yang mengajar di sekolah mereka.

Yang membuat mereka tidak percaya, ternyata murid yang berkelahi dengan mereka bersekolah di sebuah STM yang cukup terkenal, sekolah yang di isi oleh kebanyakan murid lelaki. Tapi tidak jarang juga perempuan masuk ke sekolah khusus teknik dan otomotif itu.

Tidak ada yang berani berbicara, mereka hanya bisa meringis dengan luka lebam di sekitar wajah mereka. Semua mendapatkan luka, termasuk si bongsor Eka yang juga mendapatkan luka lebam di bagian pipinya. Kecuali Budi, cowok kemayu itu berhasil menaklukan lawannya dengan sekali tendangan.

Semua terlihat khawatir, tidak. Hanya Amora yang terlihat begitu cemas. Pasalnya mereka semua akan mendapatkan sebuah surat peringatan dari sekolah dengan apa yang sudah mereka lakukan. Amora takut jika Bunda akan semakin marah, melihat wajah babak belurnya saja Bunda sudah murka.

"Aduh! Gimana ini, aku ada janji sama temen ke salon." lirih Budi yang tidak henti-hentinya melirik jam tangan.

Semua menoleh ke arah Budi, sedetik kemudian mereka mendesah kesal. Bagaimana mungkin cowok kemayu itu memikirkan janji di saat genting seperti ini. Apa tadi? Salon? Gila.

"Salon? Mau ngapain?" tanya Caca antusiasi. Dan lagi semua yang berada di sana hanya bisa memutarkan kedua bola matanya malas. Caca si penggila kecantikan dan fashion.

"Berisik! Bisa gak jangan ngomongin yang begituan. Bikin muka gue nyut-nyutan tahu gak," kesal Eka, menekan luka lebam di pipinya.

Caca mencebik, sementara Budi meringis takut.

"Ngomong aja lo gak bisa dan-dan." sindir Caca.

Eka diam, cewek itu mendelik tajam ke arah Caca. Sementara yang lain lagi-lagi mendesah lelah.

Klek!

Pintu terbuka, menampilkan Bu Dian dan dua guru lain yang mereka tahu pengurus BK. Hening, mereka fokus melihat gerakan Bu Dian. Bahkan sampai Bu Dian duduk di kursi mereka hanya bisa meneguk ludah, mereka tidak bodoh jika Bu Dian sedang marah.

Bu Dian memandang semua wajah muridnya bergantian. Ada yang lebam di pipi, hidung, mata dan pelipis. Tidak jarang sudut bibir mereka masih sedikit mengeluarkan darah. Mereka yang di tatap seperti itu hanya bisa menundukan kepala, nyali kelas pembuangan ciut jika sudah berhadapan dengan Bu Dian.

"Kalian sadar dengan apa yang sudah kalian lakukan, bukannya kalian udah janji sama Ibu buat tidak berkelahi lagi?" tanya Bu Dian, mulai bermonolog.

Semua menunduk, tidak ada yang berani menjawab. Takut, jika apa yang mereka katakan akan membuat semuanya semakin sulit.

"Ibu gak ngerti sama kalian, kalian sadar gak sih. Yang kalian lakuin ini bisa aja bikin kalian diskors bahkan di DO dari sekolah?"

Mereka masih diam, mereka bisa mendengar nada Bu Dian terlihat sangat marah.

"Kalian sudah banyak berbuat ulah, bahkan catatan merah di BK sudah tertulis dengan jelas. Dan kamu Diki, Ibu berharap kamu yang gak pernah buat ulah untuk bertahan tanpa catatan merah. Tapi apa sekarang, kamu malah ikut-ikutan," kesalnya.

"Wah, berarti kelas kami dapet Rekor Muri dong Bu?" celetuk Kenan.

Semua mendelik, menatap Kenan seakan ingin menerkam. Begitu juga dengan Bu Dian, Kenan yang lagi-lagi merasa bersalah hanya bisa merutuki mulut embernya.

"Ibu bukan jahat, tapi apapun yang terjadi kalian jangan terpancing emosi. Apalagi sampai terlibat perkelahian, dan masih di lingkukan sekolah. Ibu takut image buruk kalian di mata orang lain akan semakin buruk. Ibu tahu, jika kalian tidak seburuk apa yang orang-orang katakan. Bagi Ibu, kalian tetap murid Ibu di manapun kalian berdiri. Maka dari itu, Ibu ingin kalian mengerti. Bahwa yang Ibu lalukan demi kalian, Ibu di sini akan terus berdiri untuk membela kalian. Berubah, tahan emosi dan tunjukin kalo kalian tidak seburuk itu." ucap Bu Dian, pandangan wanita itu menyendu.

Mereka semua diam, tidak jarang dari mereka meneteskan air mata. Termasuk Kenan yang tengah mengigit bibir bawahnya menahan tangis. Budi dan Caca sudah terisak, Dinda dan Amora menangis tanpa suara. Eka dan Diki mencoba menahan air mata yang sudah bergerumung di peluk mata mereka.

Tidak lama mereka saling berpelukan dengan Bu Dian. Mereka tidak henti-hentinya meminta maaf kepada wanita yang sejauh ini selalu membela mereka begitu kerasnya. Mereka sadar, apa yang sudah mereka lakukan semakin mencoreng nama baik kelas XI IPA7 dan juga mencoreng wali kelas mereka, Bu Dian.

Setelah mengungkapkan rasa penyesalan, mereka keluar dengan membawa surat peringatan. Mereka tidak kesal, justru mereka berharap apa yang sudah mereka genggam di tangan mereka menjadikan mereka murid yang lebaih baik untuk kedepannya.

"Aw, kelas pembuangan bikin ulah lagi." sindir seseorang membuat langkah mereka terhenti.

Mereka kompak membalikan badan, mendapati anak-anak Osis yang tengah memandang mereka dengan tatapan meremehkan. Mereka semua ada di sana, kecuali Adam.

"Ya ampun, hidup mereka kan penuh dengan onar. Kalo gak buat Onar justru bakal kelihatan aneh tahu." lanjut Rini, tersenyum sinis.

Sasa tersenyum sinis "Duh! Gak di sekolah gak di luar sekolah. Selalu buat masalah, makin buruk aja nama sekolah kita gara-gara sampah kayak mereka."

"Sa," Juna memperingati, kalimat cewek itu sudah keterlaluan.

"Yaiyalah, gue heran, kenapa murid kayak mereka gak di enyahkan aja sih di sekolah kita. Lagian apa untungnya mereka di sini, cuma bikin masalah aja." Ardi menimpali.

Eka mengepalkan tangannya kuat-kuat, mereka semua kesal dengan sindiran itu. Amora hanya memandang antek-antek Osis dengan pandangan datar. Eka dan Kenan hendak maju untuk mendamprat mulut mereka, sayang Amora menahan dan berdiri di depan mereka terlebih dahulu. Amora takut jika masalah ini akan kembali berakhir di ruang BK.

"Terimakasih, kami anggap itu pujian buat kami. Gue tahu, kalian pasti iri kan, karena kami pribadi yang bebas di sekolah bahkan di luar sekolah. Tapi, kami masih punya batasan. Kami yang di usik akan melawan, kami yang bodoh ini masih bisa menghargai orang lain,"

Antek-antek Osis diam, termasuk Juna yang cukup takjub dengan kalimat yang keluar dari Amora.

Sasa tersenyum remeh "Percuma aja, karena yang kalian lakuin tetep buruk di mata semua orang, termasuk para guru. Eh, terkecuali wali kelas yang sama bar-barnya kayak anak asuhnya."

Deg!

Kalimat Sasa berhasil membuat emosi semua yang ada di sana naik, termasuk Amora. Juna sendiri tidak percaya jika Sasa baru saja menghina salah satu gurunya sendiri. Mereka kembali maju, ingin menghajar wajah Sasa. Lagi-lagi Amora menahannya.

Amora masih mencoba menampilkan senyum dan ketenangan.

"Karena itulah kami, kami ingin mereka memandang kami apa adanya. Mereka melihat kami karena kami bodoh? Oke. Mereka melihat kami karena kami bar-bar? Gak masalah. Karena dengan itu kami bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang bertopeng,"

Sasa dan yang lain masih tersenyum sinis. Kecuali Juna yang diam dan terus memperhatikan Amora.

"Enggak seperti kalian, bersandiwara menjadi orang paling baik dan sopan. Sementara di luar, kalian cuma sampah-sampah yang jauh lebih buruk dari kami. Apa yang mereka pikirkan, antek-antek Osis yang di sanjung ini ternyata hobi mabuk, keluar masuk bar, keluar malam hingga berani masuk ke dalam hotel. Belum lagi merokok dan hobi balap liar. Berciuman dengan banyak cowok, rela tubuhnya di jamah oleh orang lain."

Telak!

Semua anak Osis diam, tubuh mereka seketika kaku mendengar ucapan Amora. Sebenarnya Amora hanya asal mengatakan perilaku mereka, Amora hanya tahu jika mereka pernah mabuk tidak yang lain. Tapi, sepertinya kalimat yang Amora katakan benar hingga membuat antek Osis itu membisu.

Amora tersenyum sinis "Kami tidak pernah takut dengan kebodohan kami, karena kami memiliki guru seperi Bu Dian yang begitu baik dan setia tanpa pamrih. Bagaimana perasaan guru-guru yang selalu menyanjung kalian. Kalo mereka tahu perilaku busuk kalian? Ah, apa kami harus kasih tahu mereka supaya kalian tahu gimana ekpresi semua orang?"

Antek-antek masih diam, tidak jarang dari mereka menggeram. Sasa menatap Amora kesal, dengan rasa malu Sasa melangkah pergi, meninggalkan anak kelas XI IPA7. Beberapa detik pandangan Amora dan Juna bertemu, Juna tersenyum ke arah Amora lalu pergi.

Sementara kelas XI IPA7 menyoraki kepergian anak Osis. Mereka tertawa dan bangga melihat kekalahan murid bertopeng itu.

----

Aw! Part ini lumayan panjang. Sorry kalo ada typo!

Plis, jangan jadi Silent Readers! Apa susahnya cuma klik bintang doang? Hargain karya orang ya...

SUK CERITA INI?

VOTE DAN KOMENTAR JUGA SHARE KE TEMAN KALIAN AGAR MEREKA TAHU ARTI PERSAHAATAN.

Salam Hangat

DhetiAzmi

Continue Reading

You'll Also Like

54.9M 5.6M 51
"𝚂𝚎𝚙𝚊𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚍𝚞𝚔𝚊." -𝒜𝓂𝑒𝓎𝓈𝒾𝒶𝒶, 𝟢𝟢.𝟢𝟢 "Tolong jemput gue, Ka," pinta gadis itu. "Gak bisa, gue...
8M 1M 48
"𝙷𝚞𝚓𝚊𝚗 𝚓𝚞𝚐𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚎𝚛𝚝𝚒 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚝𝚞𝚛𝚞𝚗." -𝓐𝓶𝓮𝔂𝓼𝓲𝓪𝓪, 01.00 ••• "Kematian yang mencintai kehidupan." - 01.00 ...
564K 44.3K 29
Rahayu Audya. Seorang editor majalah wanita. Menyukai puisi dan membaca novel dan segala hal yang puitis. Tapi dia hampir tidak mempercayai cinta lag...
192K 17K 33
Ketika terlalu gengsi untuk menyatakan. _________________________________________ Alden Leon Richardson. Seorang murid laki-laki yang memegang jab...