CHANGED (sudah DITERBITKAN)

sfdlovato द्वारा

13.3M 356K 57.3K

Berawal dari sebuah dompet dan berujung menjadi perjalanan cinta yang rumit. Kenya Sharp adalah seorang maha... अधिक

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79
Chapter 80
PRE-ORDER!!!
ATTENTION!! CHANGED hadir di Gramedia & Gunung Agung!!
CHANGED Side B di Gramedia!
Sequel CHANGED, "REBELS: A New Beginning" sudah terbit
Hari Ini PRE ORDER Rebels: The Last
Koleksi Semua Bukunya (1-4 Tamat)
CHANGED Full WATTPAD Version

Chapter 30

170K 4.9K 1K
sfdlovato द्वारा

The songs for this chapter:

Fifth Harmony – Who Are You

Ellie Goulding – Bittersweet

The Script – Breakeven (Fallin' To Pieces)

***

Aku menaruh buku The Jungle milik Christian di atas meja yang sudah kubaca hampir separuhnya. Berjalan ke luar kamarku, Jules terlihat sedang membuat secangkir kopi di dapur—tercium dari aromanya yang khas olehku. Kemarin memang malam yang cukup menegangkan, Jules bahkan tiba beberapa menit setelah kedatanganku. Dia menceritakan bahwa ada beberapa pasang mata yang tertangkap oleh polisi untuk diintrogasi. Mendengar hal itu kontan membuatku langsung menghubungi Harry sebelum aku pergi tidur, hanya untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Dan untungnya, dia baik-baik saja.

Menduduki sofa di ruang tengah, aku meraih remot tv dan menggonta-ganti saluran hingga menemukan acara yang menarik, sampai aku menemukan siaran berita mengenai kecelakaan yang terjadi di Downtown dini hari tadi. Oh, ya Tuhan...

"Jesus Christ. Kuharap Tyler tidak terkena masalah." Jules bergumam sesaat setelah dia duduk di sebelahku dan menaruh mug-nya di atas meja.

"Tyler tertangkap?"

"Ya. Dia orang yang cukup bertanggung jawab, Kenya. Jangan kau kira dia akan kabur begitu saja sebelum Ashton dan Lamar di bawa ke rumah sakit. Polisi berdatangan tepat beberapa menit setelah ambulans tiba di lokasi semalam. Dia tidak sempat kabur."

"Lalu apa yang terjadi?"

"Aku tidak tahu. Kemungkinan orang-orang yang tertangkap masih dimintai keterangan, termasuk dengan beberapa partisipan, aku belum menghubunginya lagi."

Aku menahan napas, tidak menyangka jika jadinya bisa sampai seburuk ini. Belum lagi kemungkinan Tyler bisa saja ditahan karena sudah menyelenggarakan balapan liar. Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika kemarin Harry tiba sedikit lebih terlambat, mungkin dia bisa menjadi salah satunya yang tinggal di kantor polisi semalam.

"Apa dua tahun yang lalu saat Harry mengalami kecelakaan hal seperti ini juga terjadi?"

"Ya, tentu saja. Tanpa ada kecelakaan saja kami masih memiliki resiko tertangkap, apalagi jika sampai terjadi kecelakaan?"

"Lalu bagaimana Tyler mengatasinya?"

"Tentu dengan membayar uang tebusan. Menyelenggarakan adu balap liar bukan tindak kriminal, hanya sebatas melanggar ketertiban publik."

Sontak aku pun mulai berpikir bahwa itu berarti seharusnya Harry juga sempat tertangkap pada dua tahun yang lalu. Bersyukur Christian mampu mengeluarkan Harry dari masalah-masalah yang menjeratnya hanya dengan uang.

"Kau tidak ada acara dengan Niall hari ini?"

"Dia akan menjemputku dua jam lagi. Ada apa?"

"Hanya bertanya, biasanya kau sudah meninggalkan apartemen sebelum jam 12 siang, sekarang sudah jam 1 lewat."

"Niall sedang memiliki beberapa urusan di luar. Kau sendiri? Kau tidak pergi dengan Harry, hah?" Jules memberiku pandangan menilai. Jujur, aku sudah tidak peduli lagi jika Jules menganggap bahwa Harry adalah selingkuhanku atau bukan selama dia tidak memberitahu Ezra mengenai ini. Lagi, sejak kejadian semalam aku sudah memutuskan sesuatu.

"Tidak, kupikir kau tahu kalau akhir-akhir ini Harry sedang sibuk?"

Tiba-tiba dia tergelak meremehkan. Oh! Apanya yang lucu? "Sibuk, kau bilang?"

"Ya, beberapa waktu yang lalu Mike datang padanya meminta pendapat soal video yang sedang dia edit. Apa kau tahu sesuatu mengenai itu? Aku berasumsi jika Harry turut andil di dalamnya."

"Video apa maksudmu?" kali ini reaksinya berubah penasaran.

"Aku juga tidak tahu. Aku melihatnya samar-samar, aku tidak yakin apa itu."

Dia diam sebentar. Matanya mendelik ke bawah menatap ujung kakinya di atas karpet. Jules terlihat seperti sedang berpikir, sementara aku menunggu sambil sesekali melirik ke arah layar tv. Apa kira-kira yang ingin dia sampaikan?

"Kenya, kau ingat ketika aku memberitahumu bahwa Liam bekerja pada seseorang untuk membuat film panas?"

Aku mengangguk.

"Liam tidak bekerja sendiri. Well, seharusnya aku tidak banyak bicara soal ini tapi kurasa kau perlu tahu karena sekarang kau bergaul dengan mereka." Mereka? Mereka yang mana? Spontan aku jadi merasa was-was. "Beberapa orang dari mereka bekerja pada Liam, termasuk Mike."

"Aku tahu itu."

Matanya melebar, kaget. "Kau tahu?"

"Harry yang memberitahuku."

"Oh. Lalu apa kau tahu kalau Liam sering mencari gadis untuk ditawari bermain dalam filmnya?"

"Ya, kau sudah pernah bilang."

"Nah, Zayn adalah salah satu anak buahnya. Dulu dia bekerja pada Liam untuk mencari para gadis yang mau dijadikan pemain secara cuma-cuma, tapi dia berhenti semenjak dia sudah tidak mempercayai Liam lagi dan pindah frat. Mike orang baru dalam hal ini."

Oh. Gadis batinku membuka mulutnya lebar-lebar. Lantas aku diam dan mulai berpikir lagi. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa, sedikit terkejut mengetahui beberapa kenyataan mengenai Liam dan para anak buahnya. Tetapi jika Zayn memang tidak menyukai Liam, mengapa keduanya terlihat seperti baik-baik saja? Bahkan kemarin dia mendukungnya dalam adu balap. Dan lagi ada satu hal yang perlu aku pastikan lebih lanjut. "Siapa lagi yang bekerja dengannya?"

Jules langsung memandangku getir. Tatapannya terpaku lurus padaku dan aku tahu kalau dia termasuk dalam daftar. "Harry. Tapi aku tidak tahu apa dia masih sering bekerja untuknya atau tidak. Setahuku dia sudah berhenti, tapi melihat bagaimana mereka mulai kembali sering berkomunikasi aku menjadi tidak yakin. Ada kemungkinan jika Harry bekerja padanya lagi."

Sialan. Tanganku mengepal dan batinku merosot mengetahui dugaanku ternyata benar. Tapi mengapa Harry bisa bekerja padanya? "Kupikir mereka saling membenci?" suaraku terdengar mengkhianati dan rapuh. Aku menelan ludah, berusaha menjernihkan kerongkonganku yang berat. Aku tidak suka akan kenyataan bahwa Harry pernah bekerja pada Liam untuk membuat film panas dengan para gadis murahan!

"Memang, tapi Liam memiliki sesuatu yang bisa membuat Harry kembali. Kau harus tahu betapa besar kemampuan Liam dalam mengintimidasi seseorang. Mau tidak mau kau harus menurutinya."

"Seburuk itu kah? Memang dia pikir dia siapa?"

Jules tergelak ironi, menyenderkan punggungnya di senderan sofa setelah meraih mug-nya di atas meja. "Dia bajingan besar. Liam selalu mendapatkan apa yang dia inginkan." Jules menyesap kopinya sesaat. Dan untuk beberapa alasan, aku langsung menahan napas ketika memikirkan semua ucapannya. Ini mengerikan. Mendesah lega, dia menaruh mug-nya lagi sebelum merebut remot tv di tanganku. "Harry hanya bertugas merekam video dan mengeditnya, setahuku dia jarang terlibat di dalam video."

Oh, tapi tetap saja aku tidak suka! Batinku menjerit. "Aku merasa sedikit heran dengan penjelasanmu, kau bilang kelompok kalian terpecah sampai-sampai kalian memiliki kubu sendiri-sendiri, tapi mengapa Liam masih sering datang ke frat dan bergabung dengan yang lain?"

"Liam menginginkan mereka kembali untuk bekerja dengannya. Wajar jika ada istilah perang dingin di antara Liam dengan Harry dan Zayn. Kedua orang itu sama-sama tidak menyukai Liam, tapi dia Liam. Bajingan itu tidak akan menyerah untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Zayn memang membencinya, tapi kami semua adalah orang yang munafik, Kenya. Kami selalu memprioritaskan diri kami sendiri sebelum orang lain, jika Zayn berpikir dirinya akan mendapatkan keuntungan dengan berpihak pada Liam, maka tidak menutup kemungkinan jika Zayn akan kembali ke kelompoknya."

"Lalu bagaimana dengan Harry?"

"Harry hampir sama buruknya dengan Liam, meski terkadang aku juga bingung menentukan siapa yang lebih buruk. Harry banyak dibenci, begitu pun Liam. Percaya padaku, Kenya, lingkaran pertemanan kami sangat rumit. Kau tidak bisa percaya pada siapa pun."

"Termasuk dengan kau?"

Jules terkekeh, menaruh nada humor dalam suaranya yang nyaring dan terdengar ceria. "Kau tidak percaya padaku? Kita sudah berteman lebih dari empat tahun."

Ya, memang. Tapi itu juga tidak menutup kemungkinan jika kau seorang pembohong, Jules. "Aku harus mandi, bisa kau angkatkan jemuranku jika tiba-tiba hujan?"

"Tentu." Dia tersenyum meyakinkan, sementara aku bangkit dari sofa dan berlalu menuju kamarku.

Kepalaku rasanya pening dan ingin pecah. Mencerna penjelasan Jules mengenai hubungan kerja antara Liam dan Harry membuat perutku juga terasa mual. Astaga, Harry membuat sextapes. Kata-kata itu terus berputar di kepalaku seperti racun yang menjalar. Bagaimana jika Harry kembali bekerja lagi padanya seperti apa yang Jules sampaikan? Dan sebenarnya kebobrokan apa lagi yang dimilikinya? Memikirkan betapa rumitnya hubungan pertemanan di kelompok Liam dan yang lain saja sudah membuatku memutar otak, ditambah lagi menebak-nebak apakah si bajingan itu masih bekerja pada Liam atau tidak membuatku mati penasaran.

Aku berdiam diri di dalam kamar mandi sambil membersihkan tubuhku, mengulang ucapan Jules mengenai kemunafikan orang-orang di dalam kelompoknya. Aku tidak boleh percaya pada siapa pun. Well, kedengarannya itu sejenis peringatan yang masuk akal, tapi aku tidak mengerti mengapa aku perlu ikut waspada. Aku bahkan tidak merasa bahwa aku berada dalam lingkaran pertemanan mereka.

Satu setengah jam setelah aku mandi, Jules pergi keluar bersama Niall, dan untuk yang kesekian kalinya aku merasa tidak nyaman dengan tatapan yang Niall berikan padaku. Dia selalu menatapku dari ujung atas hingga ujung bawah, seakan-akan tidak mau melewatkan satu bagian pun. Ditambah lagi dengan senyumannya yang terkesan sok manis. Aku merasa risih.

Terkadang aku juga ingin menceritakan soal ini pada Jules, tapi aku merasa tidak enak. Aku khawatir jika Jules nantinya akan berpikiran yang tidak-tidak.

Sambil menunggu Jules pulang, aku mengerjakan tugas kuliahku di dalam kamar, mencoba untuk fokus pada paper-ku dan sesekali mengecek ponsel kalau-kalau ada pesan masuk. Aku memang jarang berkirim pesan dengan Harry—bahkan nyaris tidak pernah—tapi wajar bukan jika aku berharap sedikit?

Ada suara ketukan di pintu luar. Cepat-cepat aku bangkit dari tempat dudukku dan berlalu untuk membuka pintu. Dan wow, gadis batinku menari balet dengan indahnya. Harry datang tepat disaat aku sedang merasa jenuh bukan main. "Hai."

"Kau sendirian?"

Mataku melebar mendengar pertanyaannya—sekaligus sedikit berharap. Memikirkan apa yang sekiranya akan kami lakukan jika hanya sedang berdua saja jelas membuat pangkal pahaku bereaksi. "Ya. Ada apa? Kau mencari Jules?"

"Tidak." Jawabnya seraya berjalan masuk melewatiku. Aku menutup pintunya perlahan. Berbalik kemudian menatap punggungnya yang lebar. Oh, bolehkah aku memeluknya dari belakang? Aku menampar diriku ke bawah. "Aku baru ingat kalau bibiku menitipkan salamnya untukmu."

Dia berbalik menghadap mengarah padaku. Kupikir dia hendak mengatakan sesuatu tanya nyatanya tidak. Rasanya gila menyadari bahwa sikapku mudah berubah jika dia sudah disini. Padahal jika diingat-ingat, Jules baru saja memberitahuku bahwa pria yang ada di hadapanku ini doyan membantu orang lain membuat sextapes. Ah, pikiran itu kembali menggangguku. Sial. "Jadi, ada apa kau kemari?" ujarku gusar.

"Kau keberatan jika aku datang kemari?"

"Ti-tidak, hanya saja aku sedikit bingung." Aku berjalan ke arah dapur, mengambil dua kaleng coke di dalam kulkas sebelum kembali ke ruang tengah dan menyodorkan salah satunya pada Harry.

"Bingung?"

"Ya, jika kau kemari bukan untuk menemui Jules, berarti kau datang untuk menemuiku?" aku membuka kalengnya dan meneguk perlahan. Mataku terfokus terus pada sosok Harry yang sempurna.

"Memang."

Aku tersedak. Entah apakah ini reaksi senang atau kaget atau keduanya. "Kau datang untuk menemuiku? Me-mengapa?"

"Apa aku benar-benar harus memberitahumu?"

"Umm... tentu saja." Aku menaruh kalengku di atas meja makan, melipat kedua tanganku di dada tanpa sekali pun melepaskan pandanganku darinya.

Sementara itu Harry terus mengamatiku. Dia sama sekali tidak membuka kaleng coke-nya dan justru ikut menaruhnya di atas meja makan. Dia berjalan beberapa langkah menghampiri. "Kau begitu naif, Ken."

Aku tergelak. Keningku mengerut. "Naif? Kau menyebutku naif? Aku hanya bertanya mengapa kau datang padaku, kau membuatku berpikir bahwa kau menginginkan sesuatu dariku, Harry. Secara tidak langsung itu juga membuatku harus merasa waspada terhadapmu."

Harry menekan bibirnya menjadi garis keras. "Apa maksudmu?" Brengsek. Aku kelepasan.

"Bukan apa-apa."

"Katakan padaku ada apa. Apa lagi yang Jules katakan padamu?!"

"Harry—" Dia maju selangkah, membuatku melangkah mundur secara otomatis dan mengangkat tangan agar dia tidak mendekat.

"Dia berkata macam-macam??"

"Well, aku akan mengatakannya tapi kumohon jaga amarahmu. Dan kuharap kau berkata yang sejujurnya padaku."

"Cepat bilang apa yang dia katakan?!" giginya menggertak, mengabaikan permohonanku. Kontan aku menarik napas dalam-dalam.

"Siang ini Jules bercerita padaku mengenai Liam dan profesinya sebagai seorang pembuat sextape. Dia menyebut Zayn dan Mike sebagai bawahannya, termasuk kau." Dia membeku. Sial. "Aku... aku tidak tahu apa yang aku pikirkan sehingga aku harus merasa waspada terhadapmu, tapi Jules berkata bahwa kau sudah berhenti. Apa itu benar?" suaraku mengkhianati. Aku bermaksud ingin terdengar baik-baik saja tapi suaraku justru terdengar khawatir.

Sementara itu keadaan Harry sendiri membuatku tidak yakin. Dia mematung dan wajahnya pucat—benar-benar pucat. Brengsek.

"Ya." Bisiknya. "Aku sudah berhenti."

Aku mendesah lega dan memejamkan mata sejenak. Oh, syukurlah. "Kalau begitu tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku bisa mempercayaimu, bukan?"

Rahangnya menegang. Pada awalnya aku merasa ragu. Dia butuh beberapa detik untuk menjawabnya. "Kancingmu terbuka."

Eh?

Merasa bingung, jadi aku menunduk untuk mengeceknya. Sialan, kancing kemejaku memang terbuka di bagian dada. Aku tersipu malu sambil mengancingkannya kembali. Bisa-bisanya dia memperhatikan bagian tubuhku disaat kami sedang serius, atau mungkin dia sudah menyadarinya sejak tadi?

Mendongak, aku melihat Harry justru berbalik memunggungiku dan berjalan ke arah sofa untuk duduk, jadi aku diam sebentar. Aku berpikir mengapa dia tidak mau menjawab pertanyaanku tadi, sebelum pada akhirnya aku memutuskan untuk ikut duduk di sebelahnya dan menyalakan tv dengan volume rendah, alih-alih agar suasana di antara kami tidak terlalu hening.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Itu pertanyaan yang bodoh yang tidak perlu kujawab."

"Mengapa begitu?"

"Kau bahkan sering berbohong padaku, Ken. Jangan berharap yang sebaliknya."

Oh. Secara tidak langsung itu mengisyaratkan kalau aku tidak boleh percaya padanya. Lantas aku diam dan menggigit bibir bawahku. Sebenarnya aku tidak berniat untuk berbohong padanya atau menutupi sesuatu, tapi kupikir menjaga sesuatu yang seharusnya disembunyikan jauh lebih baik ketimbang berkata jujur. Toh, tidak ada yang dirugikan dalam hal ini. Aku bukan orang yang berprofesi sebagai pembuat sextape.

"Mengapa kau menatapku seperti itu?"

Aku terbangun ke dunia nyata. Mataku mengerjap beberapa kali ketika menyadari bahwa aku sudah menatapnya cukup lama—maksudku, sangat lama. Mendesah pelan, aku menunduk untuk menutupi wajahku yang tersipu malu. "Bukan apa-apa, aku hanya merindukanmu." Dan itu benar adanya.


Dan aku berharap bahwa dia datang kemari karena merasakan hal yang sama terhadapku.

Mengangkat dagu, aku kembali menggigit bibir bawahku ketika melihat reaksi wajahnya. Dia terlihat kaget. Dan aku tidak tahu apakah ini pertanda bagus atau bukan. Dia hanya mengangkat sebelah alisnya.

Oh, ayolah. Kumohon katakan sesuatu! Batinku menjerit frustasi.

"Itu hal yang paling tidak realistis yang pernah aku dengar."

Alisku bertautan. "Tidak realistis? Kau tidak percaya aku merindukanmu?"

"Bukan begitu. Aku bisa tahu jika kau berbohong, tapi ini benar-benar tidak masuk akal bagiku."

"Aku menyukaimu, Harry." Dia tergelak, geli. Mungkin mendengar ucapanku yang spontan seperti mendengar lawakan di acara komedi baginya. "Mengapa kau tertawa?"

Dia menyeringai dan menatapku tajam. Kemudian wajahnya mendekat. "Kau ingin menciumku?"

Aku memang selalu ingin menciummu, idiot! Gadis batinku menggerutu. Tapi aku diam saja, bingung harus menjawab apa. Dan tiba-tiba Harry justru semakin mendekatkan wajahnya, menempelkan bibirnya di bibirku dengan perlahan dan melumatku. Oh, bibirnya begitu lembut dan basah. Aku mengerang. Merasakan bibirnya yang penuh membuatku seolah dibawa setinggi mungkin melewati atap. Bibir kami bergerak dengan sinkron, Harry memasukkan lidahnya ke dalam mulutku kemudian berputar-putar. Dia menarik diri dariku. "Kau puas?"

Napasku terengah, dan aku menggeleng cepat. Belum. Aku belum puas! Harry kembali mencium bibirku, menarik tubuhku ke arahnya sehingga aku berada di atas pangkal pahanya sekarang. Oh, sialan. Dia sangat keras di bawahku. "Kau masih berdarah?" bisiknya.

Aku mengangguk lemah. Rasanya agak sedih sekaligus kesal karena lagi-lagi aku kehilangan kesempatan untuk bercinta dengannya. Tetapi ciumannya mengobati kekesalanku. Aku terbuai olehnya hingga tanganku bergerak menyusup ke rambut ikalnya, menarik kepalanya ke belakang sementara aku mendorong bibirku kuat-kuat ke bibirnya. Ini terasa manis... lembut... dan hangat. Oh, gairahku menggila, dan dia semakin keras di bawahku!

Tahan dirimu, Kenya... Tahan dirimu! Aku mengulang kata-kata itu seperti mantra dan akhirnya aku berhasil menarik diri. Napasku terengah-engah bukan main.

Dia menyeringai nakal. "Masih ingin lanjut?" Aku mengkhianati pikiranku dengan menggeleng pelan dan berusaha untuk turun dari tubuhnya, tapi dia menahan pinggulku. Oh, seandainya kami memang bisa melanjutkan ini. Kami bertatapan cukup lama, mengamati satu sama lain sampai-sampai aku memberanikan diri untuk melingkarkan kedua tanganku di lehernya dan memeluknya. Aku menaruh daguku di pundaknya. Telingaku bahkan terasa tuli sekarang, seolah-olah sudah tidak bisa mendengar suara apapun termasuk dengan tv yang menyala di dekat kami.

Aku terus memeluknya, merasakan hangat tubuhnya yang membuatku nyaman dan tenang. Tangannya ikut melingkar di pinggang serta punggungku dengan erat. Oh, seandainya aku bisa merasakan ini setiap saat. Seandainya aku bisa memilikinya sepanjang waktu. "Aku akan memutuskan Ezra." Kataku hampir bergumam di dekat telinganya.

Ada jeda yang cukup lama sampai aku mendengar responnya. "Mengapa?"

Kontan aku menarik diri dan beralih untuk menatapnya. "Aku ingin bersamamu."

Tiba-tiba mimik wajahnya mengeras begitu mendengar jawabanku. Ada sorot kebingungan serta amarah di matanya yang tajam. Matanya memincing memandangiku. "Tidak, kau tidak boleh putus dengannya."

Apa? Mengapa?? Batinku membelalak kaget. Dan aku terkesiap ketika dengan mudahnya Harry menggeserku kembali agar duduk di sofa dengan agak kasar dan dia bangkit berdiri. "Harry...—"

"Kau tidak boleh putus dengannya! Ken, kupikir kau mengerti!"

Aku menggeleng, menatapnya bingung. "Tidak, aku tidak mengerti. Mengapa?" bisikku, masih shock akan reaksinya yang seperti ini.

"Ken, aku tidak berpacaran! Kupikir kau sudah tahu itu!"

Mulutku menganga. Oh, sialan... Aku baru ingat bahwa Jules pernah memberitahuku soal ini, tapi kupikir aku bisa merubah kenyataan itu. Jadi aku terguncang sekarang. Pandanganku turun ke bawah dan mulutku masih menganga lebar. Lalu apa artinya ini semua?

"Kupikir kau ingin bersamaku? Kau berkata kau tidak ingin jauh dariku. Kau berkata kau peduli padaku."

Dia terkekeh geli. Lagi-lagi hatiku mencelos karena reaksinya yang di luar dugaan dan aku masih enggan menatap ke arahnya. Terlalu menyakitkan. "Jadi hanya karena itu kau langsung berpikir bahwa aku akan mengencanimu? Tidak, Ken, aku tidak seperti itu!" sentaknya.

"Tapi..." suaraku memekik, mataku panas serasa ingin menangis. Ini membingungkan. Oh, ya Tuhan... "Tapi aku ingin bersamamu, aku... aku tidak bisa terus-terusan bermain di belakang Ezra dengan cara seperti ini denganmu."

"Oh? Jadi kau mengira bahwa aku sengaja hanya melakukan ini denganmu?" Brengsek. Apa maksudnya? "Kau mengira bahwa aku tidak pernah tidur dengan gadis lain disaat aku sering menemuimu? Begitu?! Kau salah, Kenya Sharp! Kau salah! Aku selalu melakukan ini dengan gadis mana pun. Dan ya, aku memang peduli padamu tapi bukan berarti bahwa itu akan mengubahnya! Ada sesuatu tentangmu yang membuatku tidak bisa menjauh darimu, dan kukira kau sudah tahu itu." Nafasku tersendat, kaget oleh ucapannya yang menusukku, tepat disini... di dadaku...

Aku menunduk dan memejamkan mata, membiarkan air mataku mengalir sembari menahan suara isak tangisku agar tidak terdengar. Sialan, aku dipermalukan. Jules benar sejak awal. Harry hanya akan mematahkan hatiku.

Dan dalam sekejap aku tidak tahu bagaimana harus membalas kata-katanya. Saringan dari otak ke mulutku seolah rusak. Aku tidak ingin dia disini. "Pergi." aku mendesah lirih, seraya membuka mata. Ini terlalu menyakitkan dan aku masih belum berani untuk melihat reaksi wajahnya yang mana akan membuat hatiku semakin sakit. Aku merasa hancur.

"Ken...—"

"Pergi..." desahku lagi. "Kumohon pergi."

Dan akhirnya dia berbalik. Untuk yang satu ini aku masih mampu melihat kakinya berjalan dengan langkah pasti ketika dia meninggalkanku seorang diri. Pintunya berderit terbuka, lalu dia pergi begitu saja.

Maka cepat-cepat aku menunduk lagi sebelum berubah pikiran dan berteriak menghalanginya. Bahuku menegap, aku berdiri dan berjalan cepat menuju kamarku sebelum membiarkan air mataku mengalir dengan lebih deras. Apartemen ini terasa begitu kosong dan asing. Aku merasa kesepian dan menyedihkan. Dengan marah aku melempar helm pemberian Harry dari kasurku. Oh, apa yang telah kulakukan?

Aku terjatuh di pinggiran ranjangku dan menangis tersedu-sedu, melipat kedua tanganku dan membenamkan wajahku di atasnya. Rasa sakitnya tak terlukiskan, menyusup ke tulang-tulang dan menyebar ke seluruh pembuluh nadiku. Bagaimana bisa dia bertutur kata manis, namun pahit setelahnya? Bagaimana dia bisa memperlakukanku dengan baik, namun jahat setelahnya? Tubuhku bergetar menahan jeritan. Aku meringkuk, merasakan kesedihanku yang seakan memenuhi aura metafisika di sekitaranku, seakan-akan tidak tersisa sedikit pun harapan bagiku untuk merasa lebih baik. Aku menyerah—menyerah pada kesedihanku yang semakin berlarut.

TO BE CONTINUED!

Buku ini telah diterbitkan, untuk yang ingin tahu cerita lengkapnya dapatkan bukunya segera di Gramedia. Buku dibagi menjadi dua bagian: CHANGED dan CHANGED Side B (sequel)

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

1M 28.9K 18
🔞Warning, mature content! Ethan Jackson dan Barbara Winsley adalah pasangan kekasih. Mereka sering bertengkar, memaki, dan melempar barang tapi mere...
7M 56.7K 6
Satu kesalahpahaman, dan Emma tidak tahu bahwa kesalahan 'mengajak-orang-asing-bergulat-hebat-untuk-kesan-pertama' bukan hal baik untuk kelangsungan...
Does He Love Me? Jen द्वारा

फैनफिक्शन

137K 7.6K 32
Justin tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk meng-kontrol emosinya. Dia melampiaskan emosinya dengan mencium gadis yang sebelumnya nerdy tampak...