Best Part

By mariaulfa17

1.3M 86.4K 5K

You're the one that I desire. Copyright©2016 #2 in relationship (13/09/16) #6 in relationship (19/06/18) #2... More

Prolog
Part 1 : Introduce
Part 2 : Chat
Part 3 : Canteen
Part 4 : The Same Thing
Part 5 : Cousin
Part 6 : Party
Part 7 : Liar
Part 8 : Mood Booster
Part 9 : Satnight
Part 10 : Accidentally
Part 11 : Little Things
Part 12 : Naufal's Girlfriend?
Part 13 : Another Girl
Part 14 : Break Up
Part 15 : Trying
Part 16 : Give Up
Part 17 : Voice Call
Part 18 : Jealous?
Part 19 : Dinner
Part 20 : Hurt
Part 21 : Drunk
Part 22 : Over Again?
Part 23 : Tell Everything
Part 24 : Just A Friend
Part 25 : Fighting
Part 26 : Something Happen
Part 27 : Problem
Part 28 : With You
Part 29 : The Reason
Part 30 : The Other Side
Part 31 : Give Some Help
Part 32 : Take Care of Her
Part 33 : The Feeling
Part 34 : Back to School
Part 35 : Feel Worried
Part 36 : Realized
Part 37 : Somebody Else
Part 39 : Never Felt Like This
Part 40 : Regret
Part 41 : Changed
Part 42 : Let It Be
Part 43 : Should I?
Epilog

Part 38 : Unexpected

28.8K 1.8K 255
By mariaulfa17

A/n : part ini nyampe 12 halaman gitu kalo di word. Maaf banget kalo kepanjangan atau apa, jadi kalo yg mager baca mending ga usah daripada nanti ngeluh2 ga jelas hehe. Happy reading guyss!!

**

Bertepatan dengan waktu yang menunjukkan pukul dua dini hari, Naufal dan ketiga temannya telah sampai di rumah minimalis berwarna putih itu. Berhubung mereka bisa dikatakan tidak dalam keadaan mabuk, maka tidak heran jika mereka masih bisa mengendarai mobilnya masing-masing. Hal itu karena minuman keras yang dikonsumsi oleh mereka tidak lah banyak dan tidak terlalu tinggi kadar alkoholnya. Mobil keempatnya pun telah terparkir di pekarangan rumah Naufal. Malam ini, mereka memang memutuskan untuk menginap di rumah Naufal. Kini mereka sedang berada di kamar anak laki-laki dari sang pemilik rumah itu.

Naufal sedang duduk di salah satu sofa yang berada di kamarnya, memikirkan kejutan seperti apa yang akan diberikan oleh laki-laki itu dalam menyatakan perasaannya kepada Adella. Ia menginginkan kejutan yang penuh dengan perjuangan bukan hanya sekedar mengeluarkan uang. Butuh waktu beberapa menit bagi Naufal untuk bisa menemukan sebuah rencana yang tepat sesuai dengan keinginannya itu.

"Gue udah punya ide," ucap Naufal sambil beranjak dari tempat duduknya. Lalu, ia menoleh ke arah teman-temannya. "Lo semua mau bantuin gue, kan?"

"Ya jelas lah," sahut Ryan.

Dean yang semula sedang memainkan ponselnya menjadi teralihkan untuk bertanya pada sahabatnya itu, "Jadi, kita harus bantu apa nih?"

"Lo bertiga ambilin tali rami sama jepit jemuran dong."

Revy mengernyitkan dahinya setelah mendengar perintah dari Naufal. "Buat apaan, Fal?"

"Gak usah banyak tanya, udah cepet ambilin aja dulu." Naufal melangkahkan kakinya menuju meja belajar.

"Okay, bos."

Ketiga temannya pun berjalan keluar dari kamar Naufal secara beriringan. Tinggal lah dirinya sendiri yang berada di dalam ruangan ini. Sembari menunggu ketiga temannya kembali, ia berencana untuk mencetak foto Adella dan dirinya yang berada di ponselnya. Tangannya mengambil sebuah kabel data yang tergeletak di atas tempat tidur, lalu ia berjalan ke arah meja belajar---di mana Macbook Pro dan printernya berada. Setelah printer tersebut menyala, ia menghubungkan benda pipih berwarna hitam itu pada Macbook Pronya dengan menggunakan kabel data.

Begitu semua foto yang kira-kira berada 20 buah itu telah berhasil dicetak dengan sempurna, ketiga temannya kembali ke dalam kamar dengan membawa tali rami dan jepit jemuran sesuai dengan permintaan Naufal. Mereka pun segera menghampiri Naufal yang terduduk di depan meja belajar dengan memegang beberapa foto hasil cetakannya.

"Woy, lo lagi ngapain? Serius amat," ucap Dean yang kini telah berada di samping Naufal bersama kedua temannya yang lain.

"Abis cetak foto."

"Buat apaan?" Kerutan di dahi Revy mulai bermunculan pertanda dirinya bingung. Bahkan, Dean dan Ryan pun melakukan hal yang sama dengan Revy.

"Ya buat besok," jawab Naufal seadanya membuat ketiga temannya tetap tidak mengerti. "Oh iya, tali rami sama jepit jemurannya ada, kan?"

Ryan menggangukkan kepalanya, lalu ia memberikan dua barang tersebut pada Naufal. "Yang kaya gitu, kan?"

"Terus mau diapain sih, Fal?" tanya Dean.

Naufal mengangkat foto yang baru saja dicetaknya ke hadapan tiga orang laki-laki tersebut. "Jadi, foto ini bakalan gue gantung di tali rami pake jepit jemuran."

Ryan terkekeh pelan. "Lo niat banget, anjing."

"Callista terlalu spesial buat gue, jadi gue mau cara nembaknya pun harus dibuat spesial dan beda dari mantan-mantan gue yang sebelumnya."

"Sekarang yuk Fal gantung-gantungin fotonya? Gue udah ngantuk banget nih," kata Revy.

Naufal mengangguk singkat seraya berkata, "Yaudah, di depan tv aja ngerjainnya."

Kini mereka telah berada di depan televisi, terduduk di atas karpet yang sengaja diletakkan di sana oleh sang pemilik kamar. Tidak mau membuang waktu yang hampir pagi itu, mereka segera menggantung foto-foto tersebut pada tali rami dengan perantara jepit yang biasa digunakan untuk jemuran.

"Terus ini mau ditempel di mana, Fal?" tanya Ryan sembari mengambil sebuah jepit yang akan kembali digunakan untuk menggantung foto tersebut.

"Gue kan rencananya bakal bikin candle light dinner di taman belakang." Naufal terdiam sebentar, memberi waktu bagi otaknya untuk berpikir. "Jadi, kayanya ini bakal gue tempel di sana juga."

"Terus mau ditempel sekarang atau gimana?" Giliran Revy yang bertanya mengingat semua foto telah berhasil digantung pada tali rami sesuai dengan keinginan Naufal.

"Nanti lagi aja, gue tau lo semua udah ngantuk."

"Oh yaudah," jawab Revy sambil ber-oh ria. "Jadi, gue boleh tidur nih?"

"Yoi." Pandangannya kini beralih menatap ke arah Dean dan Ryan. "Lo berdua juga tidur sana."

Menyadari Naufal yang masih terdiam di tempatnya membuat Dean bertanya, "Lo gak akan tidur juga?"

"Nanti gue nyusul."

Berbeda dengan ketiga temannya yang telah berada di posisi paling nyaman untuk mengistirahatkan tubuhnya, Naufal justru sedang sibuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan oleh laki-laki itu sebagai media untuk menggambar di meja belajarnya. Beberapa menit kemudian, ia mendapatkan sebuah kanvas yang masih baru dan masih terbungkus rapi. Hal itu membuatnya berpikir untuk menggambar sketsa wajah Adella di kanvas tersebut.

Walaupun sebenarnya, kanvas akan lebih tepat dijadikan sebagai media untuk melukis bukan menggambar. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi Naufal karena menurutnya menggambar sama saja dengan melukis. Hanya dalam melukis, gambar tersebut lebih dikembangkan lagi untuk mendapat kesan tertentu.

Naufal menarik sebuah kursi yang berada di depan meja belajar untuk dirinya duduk. Tangannya mengambil pensil 2B yang tergeletak di samping kuas. Sebelum mulai membuat sketsa wajah gadis itu, Naufal merogoh ponsel yang berada di saku celananya. Laki-laki itu membuka fitur galeri dan mencari salah satu foto Adella yang akan dijadikannya sebagai contoh gambar untuk dituangkan ke dalam kanvas berukuran A4 itu.

"Lagi ngapain, Fal?" tanya Ryan yang belum memejamkan kedua matanya, tidak seperti dua temannya yang lain.

"Ngegambar," balas laki-laki itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari apa yang sedang dikerjakannya.

"Serius lo ngegambar lagi? Ngegambar apaan?" Mata Ryan sedikit melebar dari sebelumnya.

"Muka Callista. Lo kok belum tidur, sih?"

"Ada juga gue yang nanya gitu sama lo. Lo gak akan tidur?"

"Kayaknya hari ini gue bakalan begadang, Yan."

"Lo kan bisa lanjutin nanti lagi, Fal. Sekarang lo tidur aja dulu."

"Berisik lo ah, gue jadi gak konsen," gerutu Naufal dengan kesal.

"Iya deh, yaudah gue tidur duluan."

Beberapa menit kemudian, Ryan sudah tidak lagi bersuara hingga suasana kamar menjadi lebih sepi karena hanya dirinya lah yang masih membuka matanya. Rasa kantuk pun mulai menjalar pada dirinya terlihat dari laki-laki itu yang sudah menguap beberapa kali. Namun, ia berusaha untuk mengabaikan rasa kantuknya dan tetap mengerjakan sketsa wajah Adella yang sudah hampir selesai itu.

Bertepatan dengan waktu yang telah menunjukkan pukul 6 pagi, ia berhasil menyelesaikan sketsa wajah Adella. Kanvas yang telah berisi sketsa wajah Adella itu disimpan berdampingan dengan printer. Lalu, ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil kopi dengan varian rasa cappucino yang disajikan ke dalam botol plastik. Hal itu sengaja dilakukannya untuk menghilangkan rasa kantuk yang terus menerus melandanya.

Naufal melangkahkan kakinya menuju kamar yang terletak di lantai dua itu dengan sebotol minuman kopi yang baru saja diambilnya dari dalam lemari pendingin. Kini Naufal telah duduk di tempatnya semula. Lalu, ia menarik Macbook Pro hingga berada di hadapannya guna membuat sebuah film pendek yang nantinya akan berisi tentang keistimewaan Adella bagi laki-laki itu. Sebelum membuat film pendek tersebut, ia memindahkan semua foto Adella dari ponselnya ke Macbook Pro berwarna silver itu. Tentunya foto di dalam video akan berbeda dengan foto yang sebelumnya telah dicetak.

Saat foto tersebut berhasil dipindahkan ke dalam Macbook Pronya, ia membuka fitur iMovie yang tertera di layar desktop. Tangannya menggerakkan mouse dengan lincah, memasukkan semua foto Adella ke dalam aplikasi pengedit film pendek tersebut. Ia pun tidak lupa untuk menambahkan teks, transisi hingga musik dalam film pendek buatannya agar mendapatkan hasil yang lebih bagus.

Naufal berhasil menyelesaikan film pendek tersebut setelah menghabiskan waktu kurang lebih selama dua jam di depan layar Macbook Pronya. Lalu, ia mengambil sebuah CD-Room yang masih baru dan memasukkannya ke dalam Macbook Pro berwarna silver itu agar film buatannya bisa berada di dalam kepingan CD.

Di saat film pendek buatan laki-laki itu telah berada di dalam CD-Room, ia mematikan Macbook Pronya. Lalu, ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah terasa lengket. Sepuluh menit kemudian, ia kembali ke dalam kamar dengan handuk yang melilit di sekujur pinggangnya. Naufal mengambil kaos polos berwarna putih dan celana ketat berwarna hitam dari lemari pakaiannya.

Setelah itu, Naufal mengambil ponselnya yang tergeletak di meja belajar. Lalu, ia membuka kontak dan mencari nama Adella di sana. Begitu pandangannya telah menemukan nomor ponsel Adella, ia menekan tombol berwarna hijau pada layar ponsel untuk melakukan panggilan dan menyimpan benda pipih tersebut di telinga kanannya. 

"Pagi, cantik," sapa Naufal saat sambungan telepon telah tersambung.

"Pagi juga, Naufal."

Naufal tersenyum simpul. "Hari ini gak ada acara, kan?"

"Kayaknya sih nggak, emang kenapa?"

"Bagus deh kalo gak ada, nanti sore gue jemput."

"Mau ke mana?" tanya Adella dari seberang sana.

"Liat aja nanti," jawab Naufal sambil terkekeh pelan. "Udah dulu ya, gue cuma mau ngomong itu doang kok."

Gadis itu mengangguk singkat seraya berkata, "Oh okay, bye Naufal."

"Bye, Callista."

Waktu telah menunjukkan pukul 9 pagi, namun ketiga temannya belum juga bangun dari tidurnya. Karena tidak mau menghabiskan waktunya hanya untuk berdiam diri, Naufal pun mengambil sebuah kunci mobil yang tergeletak di nakas samping tempat tidur itu. Lalu, ia berjalan keluar dari kamarnya dan pergi membeli beberapa barang yang dibutuhkannya untuk acaranya malam ini.

**

Di saat kendaraan beroda empat milik Naufal telah terparkir di pekarangan rumahnya, ia segera turun dari mobil berwarna abu-abu itu dengan membawa beberapa kantung plastik. Pandangannya tak sengaja melihat mobil milik teman-temannya yang sudah berjajar rapi di sana, tidak jauh dengan letak mobilnya. Hal itu seakan memberitahunya secara tidak langsung bahwa teman komunitasnya yang lain telah berada di sini juga. Selang beberapa detik setelahnya, ia berjalan menuju pintu rumah.

Sesampainya Naufal di ruang tamu, ia melihat kehadiran teman-temannya yang sedang duduk di salah satu sofa yang berada di sana. Ia berjalan ke arah teman-temannya dan menyimpan semua kantung plastik yang berisi hasil belanjaannya di meja. Lalu, ia mengambil beberapa peralatan dan bahan yang akan digunakannya terlebih dahulu dari kantung plastik tersebut.

"Lo semua dari kapan di sini?" Naufal melontarkan sebuah pertanyaan pada teman-temannya yang baru saja datang.

"Baru tadi," jawab Farel. "Udah berjalan berapa persen rencananya?"

"Lumayan lah udah tinggal setengahnya."

"Apa aja yang belum beres?" tanya Aldo.

"Satu hadiah lagi, sisanya dekor ruangan doang."

Randy mengernyit heran saat melihat barang-barang yang telah berada di hadapan Naufal. "Terus itu lo mau bikin apaan?"

"Gue mau nulis semua tentang Callista di sticky note." Naufal menunjuk sebuah pin board; papan yang berbahan dasar kayu dan biasa digunakan untuk menempelkan post-it. "Terus nanti gue tempel di sana."

Mata Randy terbelalak secara sempurna, tidak percaya dengan apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya itu hanya untuk seorang gadis. Bahkan, semua teman-temannya pun nampak sedikit terkejut.

Galang pun turut mengeluarkan suaranya. "Gue gak salah denger, kan? Kok lo mau sih bikin yang kaya gitu-gitu?"

"Karena gue pengen kasih dia sesuatu yang beda, sesuatu yang belum tentu semua orang kepikiran untuk bikin itu," sahut Naufal.

Sembari menunggu sahabatnya itu kembali berbicara, Naufal mulai menuliskan sesuatu mengenai diri Adella di sticky notenya dengan spidol berwarna hitam.

"Iya sih, tapi kan lebih cape kalo bikin gituan, Fal," timpal Yoga. "Mending lo beli bunga atau boneka aja, abis itu lo kasih ke dia. Lebih gampang, kan?"

"Iya emang lebih gampang, tapi gak ada perjuangannya sama sekali dan gue gak mau yang kaya gitu. Makanya gue milih bikin yang kaya gini, biar perjuangannya tuh lebih kerasa," balas Naufal. Lalu, ia menyimpan sticky note yang telah berisi tulisan hasil tangannya di dekat pin board.

"Menurut gue sama aja kali, Fal. Beli boneka atau bunga itu kan gak gratis, tapi harus pake duit."

Naufal mengedikkan bahunya seraya berkata, "Kalo lo lebih suka yang kaya gitu, yaudah gak masalah. Setiap cowo kan punya cara romantis yang beda-beda dalam memperlakukan cewe."

Farel mengambil segelas berisi coca cola yang baru saja dituangkan beberapa menit lalu. "Iya gue tau, tapi yang gue gak ngerti lo ngelakuin hal kaya gini cuma sama Adel doang. Lo gak pernah seniat ini sama mantan-mantan lo. Makanya gue sedikit aneh sama perubahan sikap lo yang seakan-akan rela ngapain aja cuma buat cewek semenjak suka sama Adel. Gue jadi pengen tau, apa sih yang bikin Adel beda sama mantan lo yang lain?"

Naufal yang semula sedang berkutat dengan sticky notenya menjadi teralihkan untuk menoleh ke arah Farel. "Jangan kan lo, gue sendiri juga aneh sama sikap gue yang segininya cuma gara-gara cinta. Lo tau lah gue baru pertama kali sayang sama cewe, biasanya gue gak lebih dari sekedar mainin doang. Gue juga gak tau apa yang bikin dia beda dari yang lain sampe gue rela berjuang kaya gini. Sebelumnya, mana pernah sih seorang Naufal berjuang buat cewe? Jangan kan berjuang, kalo cewenya dari awal udah gak respon aja, gue lebih milih buat mundur dan cari yang lain."

"Lo sehat kan, Fal?" Rio yang sedikit tertegun dengan penuturan Naufal barusan. "Sejak kapan playboy kaya lo bisa ngomong gitu?"

Sebelum membalas ucapan sahabatnya itu, Naufal kembali mengambil sticky note yang masih kosong. "Sehat lah, anjing. Sorry ya, gue udah gak jadi playboy lagi."

"Alhamdulillah ya Allah," ucap teman-temannya secara bersamaan.

"Kenapa harus alhamdulillah?"

"Seneng aja akhirnya lo tobat dan gak mainin cewe lagi," balas Aldo.

Naufal hanya tertawa terbahak-bahak dengan tangan kanannya yang masih menulis di atas sticky note terakhir.

Ryan menepuk pundak laki-laki yang duduk di samping kirinya. "Lo udah tidur belum?"

"Belum," balas Naufal sembari menempelkan satu persatu sticky note yang telah berisi tulisan-tulisan hasil tangannya pada pin board dengan menggunakan perantara push pin.

Dean memalingkan wajahnya ke samping kanan---di mana Naufal berada dengan mata yang melebar. "Jadi, lo belum tidur?"

Belum sempat Naufal membalas ucapan sahabatnya itu, Revy sudah lebih dulu menimpali, "Gila! Lo bela-belain gak tidur semaleman cuma buat Adel?"

"Ya..gimana lagi?"

Naufal menyimpan pin board yang telah ditempeli oleh 10 buah sticky note itu di meja seakan memberitahu teman-temannya secara tidak langsung bahwa apa yang sedari tadi di kerjakannya telah selesai.

"Beres, Fal?" tanya Zaldi yang dibalas anggukan oleh Naufal.

"Terus tinggal ngapain? Biar kita bantu," ucap Farel.

"Tinggal dekor ruangan doang."

"Mau di dekor jadi kaya gimana?" Giliran Rio lah yang mengeluarkan suaranya.

"Gue pengen semua lampu rumah dibikin mati, jadi cahayanya dari lampu-lampu kecil yang udah gue beli aja. Terus dari pintu depan ditaburin bunga-bunga. Taburan bunga-bunga itu yang nantinya bawa Callista ke taman belakang. Tapi nanti pas di ruang tengah, film pendek yang udah gue bikin tiba-tiba keputer di tv. Secara otomatis, Callista pasti berhenti dong buat nonton film pendek itu karena gue tau cewe tingkat keponya tinggi. Kalo film pendek yang gue bikin udah selesai, nanti gue muncul dan berdiri di belakang dia. Abis itu gue tutup mata dia dan bawa dia ke taman belakang. Tepat di depan pintu yang bakal nyambung ke taman belakang dibuat tulisan 'I Love You' dari lilin-lilin gitu. Berhubung taman belakang rumah gue langsung berhadapan sama kolam renang, jadi gue bakalan bikin tulisan 'Will You Be Mine?' pake sterofoam," jelas Naufal. "Gue sih pengennya gitu."

"Gue suka ide lo, Fal!" seru Yoga. "Bisa jadi inspirasi buat gue kalo nanti nembak cewe," tambahnya lagi sambil tertawa kecil."

Randy mengunyah makanan ringan yang berada digenggamannya, lalu ia berkata, "Gue yakin banget Adel gak mungkin nolak lo."

"Thanks, Ga. Boleh-boleh, asal ada bayarannya aja." Pandangan Naufal beralih menatap Randy. "Kok lo yakin banget sih, Ran? Kalo gue ditolak gimana?"

"Berarti itu cewe goblok," celetuk Zaldi disertai tawanya. Bahkan tidak hanya Zaldi, teman-temannya yang lain pun ikut tertawa.

"Fal, foto yg lo gantung-gantung di tali rami itu gimana?" tanya Revy seakan mengingatkan Naufal mengenai satu kejutan lagi yang tidak sempat disebutkan oleh sahabatnya itu.

Naufal menepuk jidatnya dengan menggunakan tangan sebelah kanan pertanda dirinya pun baru saja ingat akan kejutan yang dimaksud oleh Revy. "Oh iya, gue baru inget. Menurut lo Rev, kira-kira bagus disimpen di mana, ya?"

"Menurut gue sih, di taman belakang aja," ujar Revy.

"Yaudah, nanti atur-atur aja," timpal Rio.

Naufal terdiam sesaat, berpikir bagaimana caranya agar bisa cepat selesai dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Selang beberapa menit kemudian, sebuah ide terlintas di dalam benaknya. Oleh karena itu, ia pun segera merealisasikan pada teman-temannya.

"Kita kan ada 11 orang, kalo gue bagi jadi tiga kelompok gimana? Biar cepet selesai gitu."

Semua teman-temannya mengangguk setuju dengan ide yang baru saja dilontarkan oleh Naufal.

"Kelompok pertama; Randy, Dean, Yoga. Tugas lo semua itu taburin bunga dari pintu depan sampe pintu taman belakang, pasang foto yang di tali rami itu sama pasang CD-Room di ruang tengah biar bisa nyambung ke tv."

"Siap, bos," jawab ketiganya secara serempak.

"Kelompok kedua; Rio, Zaldi, Galang, Aldo. Tugasnya dekor taman belakang pake lampu tumblr yang udah gue beli."

"Beres," ucap Rio yang disertai anggukan dari ketiganya.

"Kelompok ketiga; Gue, Ryan, Farel, Revy. Tugasnya bikin tulisan 'I Love You' dari lilin sama 'Will You Be Mine?' dari sterofoam."

"Yaudah yuk mulai, biar cepet selesai," kata Farel sambil beranjak dari tempat duduknya.

Naufal bersama teman-temannya berjalan beriringan menuju taman belakang dengan membawa beberapa kantung plastik berisi peralatan maupun perlengkapan yang dibutuhkan untuk mendekor ruangan. Alasan Naufal memilih taman belakang karena luar ruangan akan lebih terkesan romantis dengan bantuan penerangan dari sinar bulan di malam hari.

Tiga jam kemudian, rencana Naufal berhasil diselesaikan dengan bantuan dari teman-temannya. Kini mereka kembali terduduk di ruang tamu dengan keringat yang mulai bermunculan di sekitar pelipisnya. Tidak ada yang mengeluarkan suaranya seakan terhanyut dalam pikiran masing-masing. Entah memang ada yang sedang dipikirkan atau terlalu malas untuk berbicara.

"Thanks ya, udah pada mau bantuin gue," ucap Naufal yang membuka sebuah topik pembicaraan kali ini.

Revy menoleh ke arah Naufal. "Santai aja, bro. Lo juga sering bantuin kita."

"Kaya baru kenal kemarin aja lo Fal pake bilang makasih segala," timpal Ryan. "Lo jadi main gitar?"

Naufal menggeleng pelan. "Kayaknya nggak, gue aja baru latihan sekali. Mana bisa coba?"

Galang mengernyit heran saat dirinya mendengar obrolan yang sedang dibicarakan oleh kedua temannya. "Lo latihan gitar sama Ryan? Buat apaan?"

"Buat nembak lah, buat apaan lagi." Rio menoyor kepala Galang. "Bego jangan dipelihara."

"Kenapa gak main piano aja, Fal? Lo kan bisa main piano," ujar Ryan.

"Boleh juga ide lo." Naufal beranjak dari tempat duduknya. "Yaudah, gue mau mandi dulu."

Farel mengeluarkan sebungkus rokoknya, lalu ia menatap ke arah Naufal. "Mau jemput Adel sekarang?"

Naufal mengangguk singkat. "Yoi, Rel. Soalnya udah jam 4."

**

Naufal menyimpan sebuah paper bag berisi dress dan sebuket bunga yang telah dibelinya di jok pengemudi. Kedua barang tersebut akan diberikan pada gadis itu. Selama di perjalanan, perasaan laki-laki itu tidak karuan. Entah apa yang membuatnya merasa seperti itu. Padahal ini bukan lah kali pertama Naufal dalam menyatakan perasaannya pada seorang perempuan.

Sesuai dengan dugaan Naufal, jalanan kali ini memang lebih macet dari biasanya. Terutama di saat kendaraan beroda empat miliknya tengah memasuki daerah Buah Batu. Hingga membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya bagi Naufal untuk bisa sampai di rumah gadis itu. Tepat dengan waktu yang menunjukkan pukul 5 sore, mobil milik Naufal telah berada di depan rumah yang didominasi oleh warna abu-abu itu. Namun, Naufal tidak langsung memasukkan mobilnya ke pekarangan rumah Adella. Hal itu karena ia sedang menerka-nerka pemilik mobil berwarna merah yang terparkir tepat di depan mobilnya.

Apa itu mobil Leon?

Selang beberapa detik kemudian, seorang gadis yang sangat dikenalinya keluar bersama seorang laki-laki. Setelah meneliti dari jauh, laki-laki yang tengah berjalan di samping Adella itu bukan lah seseorang yang dikenalinya. Pandangannya terus memperhatikan gerak-gerik Adella dan laki-laki itu hingga keduanya masuk ke dalam mobil berwarna merah. Namun, di antara keduanya tidak ada yang menyadari keberadaan mobil Naufal.

Tangannya bergerak merogoh ponsel yang tergeletak di dashboard mobil. Setelah menekan tombol hijau untuk melakukan panggilan dengan Adella, ia menempelkan benda pipih tersebut di telinga kanannya.

"Cal, gue udah di depan rumah lo," ucap Naufal tanpa berbasa-basi lagi.

"Loh? Emangnya gue belum bilang?"

Naufal mengerutkan dahinya, tak mengerti dengan ucapan gadis itu. "Belum bilang apa?"

"Kalo gue hari ini ada acara mendadak. Maaf ya, Naufal."

"Acara mendadak? Sama siapa?"

"Sama..temen. Udah dulu ya, bye."

Belum sempat Naufal bertanya lagi, Adella telah lebih dulu memutuskan sambungan telepon di antara keduanya. Hal itu membuat Naufal memukul stir dengan keras. Bahunya naik turun secara tidak beraturan seakan menandakan dirinya benar-benar sedang emosi. Rahang Naufal mengeras, tatapannya berubah menjadi dingin. Bahkan, tangannya terkepal dengan keras.

"Jadi ini hasil dari kerja keras gue semaleman?" Naufal tersenyum kecut. "Lo bahkan lebih milih pergi sama cowo yang lo anggep temen itu, Cal. Mungkin lo emang gak pernah bisa jadi milik gue."

Continue Reading

You'll Also Like

7.5K 718 68
Araya hanya ingin melewati masa SMA dengan tenang, tapi tampaknya hal itu tidak akan ia dapat dengan mudah setelah terlibat dengan 5 cowok yang diseb...
1.9M 93.9K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
3.9M 230K 59
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
300K 32.8K 58
"Perasaan memang kadang kayak tulisan. Sulit dibaca kalo jaraknya terlalu deket." *** Malam itu untuk pertama kalinya Saga mendengar Jeje mengeluh te...