Best Part

By mariaulfa17

1.3M 86.4K 5K

You're the one that I desire. Copyright©2016 #2 in relationship (13/09/16) #6 in relationship (19/06/18) #2... More

Prolog
Part 1 : Introduce
Part 2 : Chat
Part 3 : Canteen
Part 4 : The Same Thing
Part 5 : Cousin
Part 6 : Party
Part 7 : Liar
Part 8 : Mood Booster
Part 9 : Satnight
Part 10 : Accidentally
Part 11 : Little Things
Part 12 : Naufal's Girlfriend?
Part 13 : Another Girl
Part 14 : Break Up
Part 15 : Trying
Part 16 : Give Up
Part 17 : Voice Call
Part 18 : Jealous?
Part 19 : Dinner
Part 20 : Hurt
Part 21 : Drunk
Part 22 : Over Again?
Part 23 : Tell Everything
Part 24 : Just A Friend
Part 25 : Fighting
Part 26 : Something Happen
Part 27 : Problem
Part 28 : With You
Part 29 : The Reason
Part 30 : The Other Side
Part 31 : Give Some Help
Part 32 : Take Care of Her
Part 33 : The Feeling
Part 34 : Back to School
Part 35 : Feel Worried
Part 37 : Somebody Else
Part 38 : Unexpected
Part 39 : Never Felt Like This
Part 40 : Regret
Part 41 : Changed
Part 42 : Let It Be
Part 43 : Should I?
Epilog

Part 36 : Realized

25.3K 1.7K 35
By mariaulfa17

Entah suasana ruang tamu Adella yang begitu sepi atau pendengarannya yang sedang tajam, namun ia dapat mendengar gumaman gadis itu dengan cukup jelas. Jika alat pendengarannya tidak salah mendengar, itu berarti Adella telah memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan hal itu lah yang bisa dijadikan alasan kuat mengapa tadi pagi Adella cemburu di saat dirinya sedang berbicara dengan Keira. Muncul perasaan senang dalam dirinya jika semua yang dipikirkannya benar-benar seperti itu karena ia telah menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk bisa membuat Adella merasakan hal yang sama dengannya.

"Lo khawatir sama gue?" Naufal berusaha untuk meyakinkan apa yang didengarnya langsung pada gadis itu.

"Lah? Lo bisa baca pikiran gue?" Adella mulai panik karena laki-laki itu mengetahui bahwa ia mengkhawatirkannya.

Yang ditanya balik justru tertawa pelan. "Iya, gue bisa baca pikiran lo."

Gadis itu memukul lengan Naufal seraya berkata, "Serius dulu, ih!"

"Tadi lo ngomong kurang pelan, gue masih bisa denger."

Tangan kanan Adella bergerak untuk memukul kepalanya. "Kok gue bego, sih? Lo bego banget, Adel," ucapnya pada diri sendiri.

Naufal menahan lengan kanan gadis itu agar tidak kembali memukul kepalanya sendiri. "Nggak bego kok, justru bagus. Jadi, gue tau kan perasaan lo sama gue itu gimana."

"Emang gimana? Perasaan gue ke lo biasa aja kok."

"Yakin biasa aja? Kalo biasa aja kenapa harus khawatir sama gue? Terus juga kenapa harus cemburu pas gue ngobrol sama Keira?" Laki-laki itu menggoda Adella dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Udah ah gak usah bahas yang kaya gitu."

"Gue ngerti kalo cewe gengsinya tinggi, gak segampang itu buat bilang apa yang sebenernya dia rasain," ucap Naufal. "Gue berusaha menghargai hal itu. Lagian, tanpa lo bilang secara langsung kalo lo udah mulai suka sama gue, gue pun udah bisa liat dari tingkah laku lo."

Adella mengerucutkan bibirnya sebelum membalas ucapan laki-laki itu. "Lo jadi orang to the point amat sih, paling bisa bikin gue malu dan gak tau harus jawab apa."

"Yaudah jangan cemburut gitu dong." Laki-laki itu tertawa kecil, lalu mengacak-acak rambut Adella. "Duduk, yuk? Gak enak ngobrol sambil berdiri gini."

"Emang siapa yang mau ngobrol sama lo?"

"Oh, yaudah gue pulang aja. Yang punya rumahnya aja gak mau ngobrol sama gue."

"Bercanda, ih! Udah lo duduk dulu, gue mau ambil air dingin sama handuk buat ngobatin luka lo," ucap Adella dengan sedikit ketus.

"Labil banget, sih? Dasar cewe," cibir Naufal sambil tertawa terbahak-bahak.

Adella lebih memilih untuk menghiraukan ucapan laki-laki itu dan melangkahkan kakinya ke arah dapur. Sesampainya di dapur, ia segera mengambil beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk mengobati bekas luka memar pada wajah Naufal. Kini tangan kanannya sedang memegang wadah yang berisi air dingin, sementara handuk kecil untuk mengompres bekas luka memar tersebut berada di tangan kiri gadis itu. Setelah mendapatkan semua yang dibutuhkannya, ia kembali berjalan ke ruang tamu dan menghampiri Naufal yang tengah duduk di salah satu sofa berbahan dasar kayu jati itu.

Gadis itu memilih tempat duduk di samping Naufal agar lebih mudah untuk mengobati bekas luka pada wajahnya. Ia meletakkan wadah berisi air dingin tersebut di meja, berbeda dengan handuk kecil yang dibiarkan berada di tangan kirinya. Kemudian, handuk kecil tersebut dimasukkan ke dalam air dingin dan diperas dengan menggunakan kedua tangannya agar tidak terlalu basah. Setelah itu, ia mengompres bekas luka memar yang berada di wajah satu per satu.

"Kalo sakit bilang," ucap gadis itu tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Iya, Callista. Lagian luka gini doang sih kecil, gak diobatin juga gak masalah."

"Lukanya emang gak seberapa, tapi berhasil bikin gue khawatir," batin gadis itu berbicara.

"Kalo jadi infeksi gimana?"

"Ya...gak tau."

Adella memutar bola matanya saat mendengar jawaban Naufal yang begitu santai dan bertingkah seolah-olah luka memar yang kini berada di wajahnya bukanlah masalah besar. "Kalo udah infeksi itu lumayan bahaya juga akibatnya, Naufal."

"Segitu khawatirnya lo sama gue," goda laki-laki yang masih mengenakan seragam itu sambil mencolek pipi Adella.

"Gak usah geer gitu."

"Gak apa-apa geer, yang penting ganteng."

"Terserah." Gadis itu kembali memeras handuk kecil yang baru saja dimasukannya ke dalam air dingin, lalu ia teringat sesuatu yang ingin ditanyakan sedari tadi pada Naufal. "Kenapa sih harus berantem segala?"

Naufal menatap gadis yang menjadi lawan bicaranya itu. "Mereka yang mulai. Asal lo tau, gue bukan tipe orang yang suka cari masalah duluan."

"Iya, ngerti," ujar Adella. "Tapi, emangnya gak ada cara lain gitu?"

"Anak SMA bisa mikir sejauh apa sih selain berantem buat selesain masalahnya?"

"Tapi kan muka lo jadi babak belur gini."

"Ini sih gak ada apa-apanya, gue pernah lebih parah dua kali lipat dari ini sampe harus ke rumah sakit."

Mendengar hal itu, Adella pun secara reflek memukul lengan Naufal. "Lo paling bisa ya bikin semua orang khawatir."

Laki-laki itu berdeham, lalu mengulangi ucapan Adella barusan. "Bikin semua orang khawatir, ya? Termasuk lo dong?"

"Gue sih nggak," jawab gadis itu. "Maksud gue, orang tua sama temen-temen lo."

"Yah, padahal gue pengennya lo juga termasuk."

"Selesai," ucap Adella seraya meletakkan handuk kecil yang semula berada di tangannya pada meja. Mungkin ia terlalu senang karena pekerjaannya telah selesai hingga ia tidak menyadari bahwa dirinya telah menghiraukan ucapan laki-laki itu yang sebelumnya.

Tangan Naufal bergerak memegang pipi sebelah kanan seraya berkata, "Ciumnya mana?"

"Males banget nyium lo!"

"Galak amat sih," kata Naufal sambil tertawa pelan. "Tapi, thanks ya, udah ngobatin gue."

"Iya, samasama."

"Sebagai tanda terima kasih gue, gimana kalo besok kita main ke De Ranch?"

"Yang di Lembang, kan? Boleh-boleh," jawab Adella dengan sangat antusias. "Gue kangen main kuda di sana."

Naufal mengangguk singkat. "Sama, gue juga udah lama gak main kuda-kudaan."

Adella menoleh ke arah laki-laki yang duduk disampingnya itu. "Kok omongan lo ambigu, sih?"

"Ambigu? Wah, parah nih otak lo mikirnya kemana aja."

"Ih, ngga! Lo aja yang ngomongnya jorok."

"Jorok apa coba? Gue cuma ngomong kuda-kudaan," kata Naufal sambil tertawa terbahak-bahak.

"Tau ah!" seru Adella kesal. Lalu, jari telunjuknya terangkat dan menunjuk ke arah Naufal. "Gue tau ya otak lo kaya apa, Fal."

"Iyain aja deh karena cowo kan selalu salah."

"Nah, itu lo tau," balas gadis itu disertai tawanya.

"Iya lah, lo lupa kalo gue itu mantan playboy?" Naufal terkekeh pelan. "Yaudah besok gue jemput jam 10an, ya? Biar kita bisa mainnya dari pagi."

"Okay." Gadis itu menepuk jidatnya pelan seakan baru teringat sesuatu hal. "Astaga, gue lupa!"

"Lupa apa?"

"Gue lupa ngasih lo minum."

"Kirain apaan, santai aja lah."

"Gak apa-apa, biar gue ambilin sekarang aja. Lo mau minum apa?"

Naufal melirik jam tangannya yang berada di tangan sebelah kiri. "Kayaknya gak usah deh, Cal. Gue juga udah mau pulang."

"Oh, gitu? Emang lo mau ke mana?" Muncul perasaan sedih dalam diri gadis itu karena Naufal sudah harus pamit pulang.

"Gue ada janji sama Ryan."

"Yaudah, hati-hati."

"Thanks, Cal," sahut Naufal. "Besok jangan lupa, ya? Gue jemput jam 10."

Gadis itu hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

Naufal beranjak dari tempat duduknya, begitupun dengan Adella. Adella mengantar laki-laki itu hingga depan pintu rumah. Di saat mobil milik berwarna abu-abu itu telah menjauh dari hadapannya, ia segera masuk ke dalam rumah dan bergegas menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Langit-langit kamar menjadi pemandangan yang dilihat oleh matanya kali ini. Pikirannya melayang pada kejadian di saat Naufal yang mendadak pamit untuk pulang dan mengatakan telah memiliki janji dengan Ryan. Entah mengapa, ia sedikit ragu dengan alasan yang diberikan oleh Naufal. Dan hal itu membuat benaknya memunculkan beberapa pertanyaan seperti; Bagaimana jika Naufal sedang berbohong? Bagaimana jika Naufal bukan memiliki janji dengan Ryan melainkan dengan gadis lain?

Adella pikir hal yang wajar jika ia berpikiran hingga sejauh itu mengingat Naufal pernah menjadi seorang playboy. Ia pun mengambil ponsel miliknya dan berencana untuk mengirimkan sebuah pesan pada Ryan sekedar untuk memastikan bahwa Naufal memang sedang bersamanya.

Adella Callista : Yan, Naufal lagi sama lo?

Namun, Adella segera menghapus isi pesan tersebut dan menyimpan ponselnya secara asal. Ia tidak mungkin melakukan itu semua karena dirinya cukup sadar jika ia bukanlah kekasih Naufal dan tidak memiliki hubungan spesial apapun dengan Naufal. Jadi, tidak sepantasnya untuk mengkhawatirkan laki-laki itu secara berlebihan. Maka ia pun memutuskan untuk memejamkan matanya agar tidak perlu memikirkan hal-hal lain yang bersangkutan dengan laki-laki bernama Naufal itu.

**

Dengan sangat terpaksa, Adella terbangun dari tidurnya. Hal itu karena perutnya yang tiba-tiba saja terasa mulas. Namun, ia merasa bahwa rasa mulasnya kali ini berasal dari perut bagian bawah seperti gejala-gejala yang biasa dirasakan oleh setiap gadis saat akan menstruasi. Ia pun segera beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi untuk sekedar mengecek bahwa rasa mulas yang tengah dirasakannya berujung menjadi sebuah menstruasi atau tidak.

"Shit!" umpat gadis itu saat melihat bercak darah berwarna merah pada celana pendek yang sedang digunakannya.

Setelah mencuci celana pendek yang terdapat bercak darah tersebut, gadis itu memutuskan untuk mandi mengingat dirinya akan pergi dengan Naufal. Lalu, ia kembali ke dalam kamar untuk mengenakan pembalut dan pakaian yang baru saja diambil dari lemarinya. Kini ia telah siap untuk berangkat menuju salah satu tempat bermain terbesar di Kota Bandung, tinggal menunggu kehadiran Naufal yang akan menjemputnya.

Selang beberapa detik kemudian, rasa mulas akibat menstruasi hari pertama membuat dirinya tidak lagi semangat untuk pergi. Hal itu karena rasa mulas itu telah menjalar ke seluruh perut, terlebih perut bagian bawah. Hingga terlintas di benaknya untuk kembali membatalkan pergi kali ini dan menggantinya dengan hari lain. Sebenarnya, ia tidak mau membuat Naufal kecewa karena lagi-lagi harus membatalkan ajakannya. Namun, ia berpikir bahwa Naufal akan lebih kecewa jika dirinya tidak menikmati berbagai wahana di sana hanya karena rasa mulas yang tengah dirasakannya.

Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk oleh seseorang, yang diyakini pasti Bi Tini mengingat kedua orang tua Adella masih berada di luar kota. Rasa mulas yang dirasakannya terasa begitu nyeri hingga membuat ia enggan beranjak dari tempat tidurnya.

"Masuk aja, Bi. Gak dikunci kok," ucap gadis itu dengan setengah berteriak agar Bi Tini dapat mendengarnya.

Tidak lama dari itu, pintu kamar terbuka dan memunculkan sosok Bi Tini. Wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga itu berjalan ke arahnya seakan ingin memberitahukan sesuatu hal.

"Itu di bawah ada temennya yang kemarin, Non."

"Suruh ke sini aja, Bi. Adel lagi dateng bulan, terus mules banget. Jadi, mau jalannya susah."

Bi Tini mengangguk singkat. "Baik, Non. Yaudah, Bibi ke bawah dulu, ya?"

"Iya, Bi."

Setelah Bi Tini pergi dari hadapannya, pintu kamar kembali terbuka dan memunculkan sosok Naufal di sana. Lalu, ia menghampiri ke arahnya dan duduk tepat di samping gadis itu.

"Kenapa?" tanya laki-laki itu saat menyadari Adella yang tengah menahan rasa sakit.

"Biasa lah dateng bulan, serius deh ini sakit banget." Adella terus saja memegang perutnya.

"Bagian mana yang sakitnya?"

"Rahim, perut bagian bawah gitu," jawab gadis itu.

"Sampe gak bisa jalan?"

"Sebenernya bisa, tapi ya..gitu lah sakit."

"Yaudah berarti kita gak usah jadi ya perginya?"

Adella sedikit tertegun karena justru laki-laki itu lah yang membatalkan terlebih dahulu. "Emang lo gak apa-apa kalo kita gak jadi pergi?"

"Gak apa-apa lah, gue gak mau maksain pergi kalo lo nya lagi sakit gitu."

Perlahan senyum manis mulai terukir di wajahnya. "Makasih, Naufal."

"Samasama, Callista."

"Terus sekarang lo mau ke mana?"

Naufal mengernyitkan dahinya pertanda bingung. "Hah? Maksud lo?"

"Kita kan gak jadi pergi, terus sekarang lo mau ke mana?"

"Gak ke mana-mana, gue mau diem di sini aja. Sekalian nemenin lo."

Adella menghiraukan ucapan laki-laki itu karena rasa mulas yang kembali menyerangnya. "Aduh, sakit banget!" serunya dengan posisi tubuh yang meringkuk layaknya janin yang berada dalam kandungan.

"Sakit banget ya, Cal?" Naufal hanya bisa mengelus-elus punggung gadis itu dengan lembut.

"Iya, Fal," jawab gadis itu dengan sangat pelan.

Naufal menghentikan aktivitasnya yang semula sedang mengelus-elus punggung gadis itu. Ia merogoh ponsel miliknya dan membuka salah satu situs pencarian yang sudah cukup terkenal untuk mencari cara dalam mengatasi rasa mulas saat menstruasi. Kemudian, ia membaca apa yang didapatnya dari situs pencarian tersebut.

"Harus banyak makan buah sama sayur gitu, Cal."

"Lo tau dari mana?"

"Internet." Laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya. "Kalo gitu, gue ke supermarket dulu, ya?"

"Mau ngapain?" tanya Adella sambil mengerutkan dahinya.

"Beli buah-buahan sama obat pereda mules buat lo."

"Gak usah segitunya kali, Fal. Nanti juga sembuh sendiri kok."

Naufal menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum singkat. "Gak apa-apa, gue gak tega liat lo kesakitan gitu."

Akhirnya, Adella memutuskan untuk mengalah saja dan membiarkan laki-laki itu tetap pergi ke supermarket. Ketika Naufal sudah tidak lagi berada kamarnya, ia memainkan ponsel berwarna rose gold itu sekedar untuk mengalihkan rasa sakit yang tengah melanda perut bagian bawahnya.

Mungkin Adella terlalu asyik memainkan ponselnya hingga tidak terasa bahwa laki-laki itu telah kembali dari supermarket. Naufal membawa dua buah kantung plastik yang berada di tangan kanan dan kirinya. Setelah Naufal menyimpan kantung plastik tersebut di  meja, ia mengeluarkan beberapa buah-buahan dan membawanya ke hadapan gadis itu.

"Gue baca dari internet kalo yang lagi dateng bulan itu harus banyak makan pisang. Jadi, lo gak usah tanya lagi kenapa gue lebih banyak beli buah pisang dibanding yang lain," jelas Naufal sebelum gadis itu sempat bertanya.

"Hm," jawab gadis itu dengan malas seakan ucapan Naufal tidak lah penting baginya.

Naufal mencolek pipi gadis yang sedang sibuk memandang layar ponselnya itu. "Serius banget main hp nya, lagi ngapain sih?"

"Suka-suka gue aja kali!" seru gadis itu dengan ketus.

Naufal sedikit tertegun dengan nada bicara gadis itu, ia hanya bercanda hingga tidak menyangka jika akan mendapatkan respon seperti itu. "Gue kan cuma bercanda, Cal."

Gadis itu mendelik sebal seraya berkata, "Tapi, gue lagi gak mau bercanda."

Naufal baru menyadari bahwa Adella sedang menstruasi. Mungkin hal itu lah yang menjadi alasan mengapa Adella membalas ucapannya dengan nada yang ketus. Mengerti dengan kondisi Adella saat ini, ia pun berusaha untuk mengalah. "Iya deh, gue yang salah. Maafin gue, ya?"

"Hm."

Laki-laki itu tidak memperdulikan jawaban Adella yang masih sama dengan sebelumnya. Ia justru mengambil salah satu pisang dan mengupas kulitnya hingga setengah bagian. Lalu, ia menyodorkan buah berwarna kuning itu pada Adella. "Nih, makan dulu pisangnya."

Adella melirik ke arah laki-laki itu. Menyadari bahwa ia tidak seharusnya marah pada Naufal, terlebih hanya karena hal tidak jelas seperti tadi. Jujur saja, ia terkadang sulit untuk mengendalikan emosinya jika sedang menstruasi.

"Maaf ya kalo gue tadi marah-marah gak jelas, kadang kalo lagi dateng bulan gini susah buat ngontrol emosi." Tangannya pun tergerak untuk mengambil buah pisang yang berada di tangan kanan Naufal. "Dan thanks buat pisangnya, pake dikupasin segala lagi."

Naufal tersenyum lebar setelah mendengar ucapan gadis itu. "Santai aja kali, gue ngerti kok. Walaupun awalnya gue sedikit kaget sih sama perubahan sikap lo yang tiba-tiba itu, tapi lama-lama gue juga mulai bisa ngerti," jelasnya. "Iya samasama, bagus dong biar lo tinggal makan aja."

Laki-laki itu merangkul pundak gadis itu hingga tak menyisakan jarak sedikitpun di antara keduanya. Ia pikir Adella akan menolak dan memarahi akan perlakuannya itu. Namun ternyata dugaannya salah, gadis itu justru membiarkan tangan Naufal berada di pundaknya. Bahkan, Adella menyandarkan kepalanya di pundak laki-laki itu sembari mengunyah buah berwarna buah kuning tersebut.

"Thank you, Naufal," kata Adella dengan pandangan yang tetap memandang lurus ke arah televisi, tidak mau merubah posisi kepalanya yang sudah nyaman berada di pundak laki-laki itu.

"Buat?" Naufal pun sama halnya dengan gadis itu, tidak ingin bergerak karena terlalu nyaman dengan posisinya saat ini.

"Thank you so much for always being there when I needed someone the most." Pikiran Adella  melayang pada kejadian di mana laki-laki itu yang selalu berada di sampingnya semenjak ia putus dengan Vino. "Bahkan, lo selalu ada tanpa perlu gue minta sebelumnya."

"Rasanya aneh denger cowo bad boy kaya gue dipuji sama orang lain," balas Naufal sambil tertawa kecil.

"If you wanna know, you're more than just a bad boy for me."

Tanpa gadis itu tahu, Naufal sedang tersenyum lebar karena perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Entah lah, ia hanya yakin jika gadis itu memang telah memiliki rasa yang sama dengannya. Tinggal satu langkah lagi bagi Naufal untuk bisa menjadikan gadis itu sebagai kekasihnya. Walaupun ia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok, setidaknya ia berani untuk melangkah bukan sekedar bermimpi.

**

Continue Reading

You'll Also Like

75.4K 11.4K 56
Cover by : @ssinze Park Shin Hye adalah sosok wanita yang cantik, menarik, memiliki tubuh memukau dan yang paling penting kaya raya. Statusnya seba...
7.5K 718 68
Araya hanya ingin melewati masa SMA dengan tenang, tapi tampaknya hal itu tidak akan ia dapat dengan mudah setelah terlibat dengan 5 cowok yang diseb...
2.4K 188 128
🌹LIRIK LAGU KOREA PT2🌹 (MIMIN BIKIN PT2 NYA SOALNYA DI PT1 PENUH CUMA MUAT 200 CHAPTER, JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT NYA😁) 🌹BY MIMIN JODOHNYA LE...
2.2M 120K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...